Tia menunggu Zafar pulang hingga larut malam. Dia tidak habis pikir kemana Zafar pergi dan tidak kembali bahkan ini sudah sangat malam.Meskipun Tia sudah merasa lelah menunggunya, dia tetap akan menunggu hingga laki-laki itu kembali.Sampai akhirnya, Zafar kembali dan membuka pintu kamarnya dengan hati-hati. Tia lalu bersemangat untuk bicara padanya."Tia," panggil Zafar begitu melihat wanita yang ia cintai itu belum tertidur."Kenapa kau belum tidur juga?" tanyanya."Aku menunggumu Zafar."Ada sedikit rasa senang dan membuat hati Zafar sedikit berbunga bunga mendengar kata-kata itu keluar dari mulut Tia. Ia merasa seakan-akan kata-kata itu merefleksikan Tia yang mencintainya dan menunggu dirinya sebagai suaminya."Tia kau tidak perlu menungguku, ini sudah larut malam, harusnya kau tidur lebih awal.""Aku memang tidak perlu menunggumu Zafar. Tapi aku perlu bicara hal penting padamu," tegas Tia tidak ingin membuat Zafar berharap padanya.Seketika rasa sedikit senang yang hinggap di ha
"Siapa yang menyuruhmu untuk menyentuhku? Atau siapa yang memberimu izin untuk melakukan itu Zafar?" "Hanya karena aku memberimu kesempatan untuk mengobatiku waktu itu, bukan berarti sekarang kau bebas untuk menyentuh diriku," tegas Tia lagi.Dia merasa Zafar sudah melewati batasannya dan merendahkan dirinya."Tia, aku hanya tidak ingin kau tidur dalam keadaan seperti itu. Kau pasti akan sakit dan-""Bahkan kau sampai harus mengatur posisi tidurku Zafar? Apa yang kau pikirkan? Apa kau merasa telah memiliki diriku sepenuhnya dan dapat mengatur semua hidupku?""Jangan salah paham Tia, jika kau terus tidur dalam keadaan salah tubuhmu pasti akan sakit semua.""Apakah sebuah kenyamanan itu adalah kesalahan? Seperti apapun posisi tidurku jika aku merasa nyaman dengan itu, kenapa kau harus mengaturku?"Zafar hanya terdiam lemah mendengar itu. Andai saja Tia bukan wanita yang ia cintai dia tidak akan menanggapinya dan mengalah dalam menghadapinya."Kau tidak tahu Zafar. Saat aku tidur dengan
"Jahama, sudah hentikan. Kau memang benar-benar tidak tahu malu dengan mengatakan semua itu," tutur Kamal memarahi istrinya.Kamal sudah lelah mengingatkan Jahama, namun wanita itu selalu saja mengulanginya. "Zanira, kau hubungi dokter untuk datang kemari," suruh Kamal pada Zanira. Perempuan itu segera menurut apa yang ayahkan katakan.Zafar masih sangat khawatir pada Tia, dia tidak akan memaafkan dirinya sendiri jika sampai terjadi apa-apa pada Tia.Tidak lama kemudian dokter yang dipanggil pun datang. Jahama masih tidak suka dengan semua ini.Dia sibuk membereskan dapur dan tidak ingin mengetahui apa yang terjadi."Jahama, kenapa kau bersikap seperti ini?" tanya kamal mencoba bicara baik-baik pada istrinya.Perempuan itu menghentikan pekerjaannya dan menatap suaminya."Harusnya aku yang bertanya padamu kenapa kau juga ikut membelanya? Dan tidak peduli pada kondisi kita.""Karena dia adalah menantu kita Jahama-""Kita kau bilang? Aku tidak menerima jenis menantu yang seperti itu, wa
“Ayah?” tanya Tia pada Kamal.Kamal pun tersenyum tulus pada gadis itu. "Tentu saja nak, aku memang tidak memiliki segalanya, tapi setelah Zafar menikah denganmu aku jadi memiliki seorang putri yang cantik sepertimu,” ucap Kamal dengan tulus.Mendengar kata-kata itu membuat hati Tia sedikit melunak, meskipun dia tidak bisa langsung mempercayai Kamal dan menganggapnya sebagai ayahnya juga, tapi Tia akan mencobanya.Sorot mata Kamal menunjukkan ketulusan hati yang ia miliki dan membuat Tia sedikit tersentuh.“Mulai sekarang kau tidak boleh memanggilku paman lagi, panggil aku ayahmu,” pinta Kamal sambil tersenyum baik pada Tia.Perempuan itu hanya membalasnya dengan sedikit senyuman. Dia pikir Kamal juga baik padanya bukan karena sesuatu tapi karena laki-laki itu memang tulus menyayanginya.Setelah Yia selesai makan dan meminum obatnya Kamal lalu meninggalkannya.Hingga tiba sore hari Zafar baru kembali dari tempatnya bekerja. Dia bekerja sebagai karyawan di sebuah kantor. Kamal akhirnya
"Kenapa kau selalu memaksaku, melarangku, dan menceramahiku? Apa kau memiliki masalah dalam hidupmu?" "Aaaww, aduuuh." "Zafar ada apa denganmu?" Tia benar-benar terkejut saat tiba-tiba Zafar berteriak dan memegang jarinya."Sepertinya jariku terpotong," jujur Zafar.Tia sedikit cemas lalu memperhatikan jari tangan yang Zafar pegang. "Omong kosong, terpotong apanya? Kau hanya menggunakan pisau yang kecil, bagaimana bisa akan memotong jarimu yang besar?"Tia tidak percaya pada apa yang Zafar katakan. Lagipula dia tidak ingin peduli pada Zafar.Saat Tia melihatnya lagi untuk memastikan, jari Zafar benar-benar mengeluarkan darah segar. Itu artinya Zafar tidak berbohong jika jarinya terluka.Apapun keadaanya Tia tetap bernicara dengan kesal pada Zafar. "Itulah akibatnya jika kau keras kepala Zafar. Hanya rasa sakit yang akan kau dapatkan," kata Tia sambil beranjak dari tempat duduknya dan mencari kotak obat yang ada di kamarnya."Tidak apa-apa Tia, ini hanya sedikit terluka," jawab Zafa
Zafar tidak ingin Tia bersedih. Dia lalu meninggalkan makanannya dan menyusul wanita itu ke kamar."Hei Zafar habiskan dulu makananmu!" suruh Jahama melarang Zafar pergi."Aku sudah tidak lapar lagi ibu," jawab laki-laki itu.Kamal yang melihat itu menjadi tidak enak dengan Tia. "Semua ini karena kau berbicara seperti itu pada Tia, Jahama," kata Kamal kesal dengan istrinya.Jahama mengerutkan keningnya tidak percaya. "Ada apa lagi denganmu? Kenapa kau menyalahkanku? Aku hanya bercanda," elaknya dengan sewot."Tapi ibu, tidak seharusnya ibu bercanda seperti itu." Zanira ikut-ikutan membela ayahnya."Hei kau juga ingin menyalahkan ibumu ini ha?""Sudah cukup Jahama, lain kali kau tidak boleh sembarangan bicara tanpa memikirkan perasaan orang lain.""Perasaan orang lain apa? Apa dia memikirkan perasaanku ketika dia tiba-tiba menikahi putraku?""Zafar juga mencintainya, kau harusnya senang putramu dapat menikah dengan wanita yang dicintainya.""Tapi wanita itu tidak mencintai putraku, aku
“Kau tidak perlu memberikan apa yang menjadi milikmu kepada Tia, Zanira,” tutur Zafar yang mengejutkan kedua wanita yang sedang bicara di kamarnya.“Tapi kenapa kak? Aku memberikannya dengan tulus untuknya.” Zanira tidak mengerti kenapa kakaknya melarangnya.Zafar pun mendekati adik kesayangannya itu dan tersenyum padanya.“Kau mendapatkan kakak ipar bukan untuk berbagi segala yang kau miliki Zanira. Aku akan mengusahakan semua kebutuhannya, jadi simpan saja barang-barang yang kau miliki. Aku tahu kau sangat menyukainya.”“Besok biar aku membelikan semua itu untuk kakak iparmu. Sekarang kau hanya perlu menjadi teman yang baik untuknya,” jelas Zafar pada adiknya.“Kau tidak perlu melakukannya Zafar, aku tidak membutuhkan itu.”Tia tidak ingin Zafar melakukan apa yang laki-laki itu katakan padanya dan adiknya.“Tidak apa-apa kakak, kau tidak perlu malu. Kakakku itu adalah orang yang bertanggung jawab, dia akan mengusahakannya untukmu,” ucap Zanira sambil tersenyum menggoda.“Lebih baik
"Aku ingin mengajakmu pergi berbelanja Tia," ungkap Zafar pada wanita itu dengan berat hati."Berbelanja? Untuk apa? Saat ini aku tidak membutuhkan itu Zafar. Aku hanya ingin pergi ke rumah pamanku," tegas Tia."Iya aku tahu itu, setelah aku mendapatkan gaji pertamaku nanti, aku pasti akan memenuhi itu.""Lalu sekarang apa? Kau ingin mengajakku berbelanja?""Tentu saja. Bersiap-siaplah, aku akan menunggumu."Tia benar-benar tidak paham dengan Zafar yang tiba-tiba mengajaknya pergi berbelanja.Dia berpikir darimana Zafar mendapatkan uang dan mengajaknya berbelanja jika dia saja belum mendapatkan gajinya.Tia mencoba untuk menanyakan itu dari Zafar."Kau tenang saja Tia, ini adalah sisa uang tabunganku.""Kalau begitu kau lebih baik menyimpannya dan tidak perlu mengajakku pergi berbelanja.""Kenapa tidak? Aku adalah pemilik dari uangku saat ini kan? Jadi jangan khawatir, ayo bersiap-siap dan kita harus berangkat lebih awal.""Kalau kau ingin mengajakku ke rumah pamanku, maka aku tidak a