“Zanira,” panggil Zafar sambil mengetuk pintu kamar perempuan itu dan masuk.
"Assalamualaikum.""Waalaikumussalam. Ada apa Kak?”Zafar pun lalu duduk di tepi ranjang adik kesayangannya itu sambil tersenyum.“Bagaimana kuliahmu? Apa semua berjalan dengan baik?” Zafar mencoba basa basi dengan Zanira adiknya.“Tentu saja, ada banyak pekerjaan yang harus aku kerjakan dan sebenarnya aku hampir gila karena itu.”“Hahahaha, apa yang kau katakan? Kau adalah calon seorang dokter, bagaimana kau akan mengeluh seperti ini?”Zanira lalu terdiam, dia duduk di kursi belajarnya sambil memandangi semua buku-buku tebal miliknya. Gadis itu hanya memikirkan bagaimana dirinya akan melanjutkan pendidikannya sekarang? Zafar sudah kehilangan pekerjaanya dan sekarang dia juga harus bertanggung jawab pada istrinya. Sebenarnya Zafar dan Zanira masih memiliki satu orang saudara lagi, namanya adalah Tarfan. Sayangnya laki-laki itu tidak tinggal di rumah ini. Tarfan memilih untuk menikmati hidupnya di luar kota dan bekerja sendiri.Tarfan tidak peduli pada keluarganya yang miskin, dia ingin terbebas dari kemiskinan itu dan meninggalkan rumahnya. Zafar tidak bisa menghentikan adiknya itu dan membiarkan dia pergi.Zafar yang melihat adiknya tiba-tiba terdiam pun penasaran. "Apa yang kau pikirkan Zanira? Apa ada masalah?” tanyanya. Zafar pikir sudah lama tidak berbicara pada adik kandungnya itu dan menanyakan kabarnya. Beberapa hari ini dia sibuk dengan masalahnya sendiri hingga jarang berbicara banyak pada Zanira.“Emm tidak ada. Apa kakak tidak bekerja hari ini?” tanya Zanira dengan hati-hati takut menyinggung perasaan Zafar.“Doakan saja kakakmu ini segera mendapatkan panggilan dari beberapa tempat yang aku lamar.”“Tapi, tadi pagi aku melihatmu pergi. Memangnya kemana kakak pergi?”“Aku mengurus pencabutan laporanku di polisi, kakak iparmu adalah perempuan yang berhati baik. Dia tidak ingin menyakiti siapapun yang telah menyakitinya. Mungkin aku harus belajar banyak darinya.”“Baiklah aku juga," ujarnya dengan senang. Sedetik kemudian gadis itu mulai sedikit ragu. "Tapi sepertinya kakak ipar tidak menyukaiku, dia tidak banyak bicara padaku,” curhat Zanira.Zafar tersenyum mencoba membuat adiknya mengerti. “Dia pasti akan menyukaimu. Semua hanya tentang waktu.”Mendengar itu Zanira menatap kakaknya. "Dia pasti juga akan menyukaimu kak. Aku harap kau akan mendapatkan cinta darinya.” Zanira tahu Zafar sudah menyukai Tia sejak lama.Zafar merasa pesimis karena Tia membencinya meskipun laki-laki itu menjadi suaminya. "Aku tidak mengharapkannya Zanira. Cinta adalah memberi dengan tulus, ketika kita memberi jangan pernah berharap akan diberi kembali, itulah ketulusan. Tidak ada harapan apapun yang ingin aku dapatkan selain dari melihat orang yang aku cintai bahagia. Rasanya seperti tidak mungkin kalau aku akan memiliki hatinya.”Mendengar itu dari Zafar, Zanira ingin tertawa karena kakaknya bisa menjadi seputus asa ini dalam menghadapi kisah cintanya.“Kakak, bagi Tuhan tidak ada yang tidak mungkin. Kau bilang kakak ipar memiliki hati yang baik kan? Tapi kakakku ini juga memiliki hati yang tulus. Lalu kenapa Tuhan tidak membuat keduanya bersatu dan menjadi pasangan yang memilki hati yang baik dan tulus?”Zanira mencoba meyakinkan hati kakaknya yang sepertinya mulai rapuh karena Tia yang tidak mencintainya. Zafar pun tersenyum mendengar apa yang Zanira katakan padanya. Sampai dia lupa bahwa tujuannya datang ke kamar Zanira adalah untuk meminjam baju miliknya untuk Tia.“Sebenarnya kakak iparmu tidak membawa bajunya dari rumahnya, ibu tirinya tidak mengizinkan dia membawa apapun di rumahnya, jadi aku ingin kau pinjamkan beberapa baju milikmu untuknya,” pinta Zafar.Zanira tidak keberatan dengan itu. “Baiklah, itu tidak masalah. Kau memiliki seorang adik perempuan jadi kau bisa meminjamnya. Akan aku pilihkan untuk kakak ipar,” kata Zanira dengan senang hati.Perempuan itu kemudian membuka lemarinya dan memilihkan beberapa baju untuk Tia lalu memberikannya pada Zafar.“Terimakasih Zanira, setelah aku bekerja nanti, aku akan membelikan baju untuk kakak iparmu.”“Dan juga untukku,” tambah Zanira tidak ingin Zafar melupakannya.“Hhahaha tentu saja,” kata Zafar sambil tertawa kecil.Laki-laki itu lalu meninggalkan kamar Zanira dan kembali ke kamarnya untuk menemui Tia. Jahama melihat Zafar membawa beberapa baju Zanira dan curiga padanya.“Untuk apa kau membawa baju-baju milik adikmu Zafar?” tanyanya sambil menghampiri anaknya itu.Mendengar Jahama bertanya seperti itu dia meminta Jahama untuk berbicara padanya di ruang tamu saja supaya Tia tidak mendengarnya. Zafar takut ibunya akan mengatakan hal yang tidak baik lagi dan Tia mendengarnya.“Kenapa kau menyuruhku ke sini?” protes Jahama dengan kesal.“Sekarang katakan padaku kemana kau akan membawa baju-baju itu?” tanya Jahama lagi mengulangi pertanyaanya. Mau tidak mau Zafar harus menjelaskannya. "Ibu, Tia tidak membawa baju miliknya, dia tidak mungkin menggunakan baju milikku, jadi aku meminjamnya pada Zanira,” terang Zafar pada ibunya.Jahama benar-benar heran padanyam "Aku sudah menduganya Zafar. Bahkan seseorang yang kabur dari rumah saja dia masih berpikir untuk membawa semua baju-bajunya. Dia menikah dan akan tinggal di rumah mertuanya, tapi kenapa dia tidak membawa semua bajunya? Perempuan apa itu?” Jahama benar-benar sangat heran dan tidak mengerti pada Tia. Pertama Tia datang tanpa membawa apapun dengan wajah menyedihkan dan luka-luka di tubuhnya. Jahama pikir dia akan mengambil barang-barangnya setelah itu. Tapi ternyata tidak.“Ibu, aku mohon bicaralah dengan pelan. Aku tidak ingin Tia mendengarnya dan sakit hati karena ucapanmu ibu.”“Oowh begitu ya? Sekarang kau terus saja membela dan meratukan istrimu itu. Aku ini ibumu Zafar, apa sekarang kau tidak akan menghormatiku lagi setelah kau menikah dengannya?” Jahama tidak terima dengan tanggapan Zafar padanya.“Bukan begitu ibu, tolong mengertilah. Setelah menikah dan diusir dari rumahnya, Tia tidak memiliki siapapun ibu, dia hanya memiliki aku sebagai suaminya, siapa lagi yang akan membela dan peduli padanya? Setelah menikah aku tidak kehilangan apapun ibu, aku masih memiliki kelurgaku, rumahku, teman-temanku dan aku juga mendapatkan istri untukku. Lalu apa salahnya jika aku membantunya dengan semua ini ibu?”Pembelaan Zafar untuk Tia sungguh membuat Jahama marah. “Kau memang tidak kehilangan rumahmu dan keluargamu Zafar. Tapi kau kehilangan pekerjaanmu karena wanita itu," terangnya menyalahkan Tia. "Selama ini pekerjaamu yang dapat menghidupi orang tua dan adikmu, tapi setelah menikahi wanita itu dan kehilangan pekerjaanmu, apa wanita itu bisa menghidupi kita?” tanya Jahama dengan kesal dan tidak menuruti permintaan Zafar untuk berkata pelan.Untung saja Kamal mendengar istrinya berkata seperti itu dan menyuruhnya untuk diam. Kamal menyuruh Jahama untuk menyiapkan makan padanya supaya dapat menghentikan ceramah Jahama pada Zafar.Meskipun dengan kesal, Jahama menuruti suaminya. Dia tidak terlalu berani menentang Kamal suaminya.“Kau tidak perlu memikirkan ucapan ibumu itu. Apa yang kau katakan itu benar Zafar. Sekarang Tia hanya memilikimu, selain menjadi suami, kau harus menjadi teman yang baik untuknya,” tutur Kamal pada Zafar.“Terimakasih ayah, hanya kau yang mengerti aku dengan lebih baik.”“Jangan pikirkan ibumu yang berkata tidak baik, Tuhan pasti akan mengganti pekerjaanmu dengan lebih baik,” kata Kamal lagi mencoba membuat Zafar merasa tenang.Setelah itu dia menyuruh Zafar untuk masuk ke kamarnya menemui Tia. Zafar hanya bisa berharap dia akan segera mendapatkan pekerjaan, ada banyak hal yang harus dia selesaikan dengan uang. Terutama untuk mewujudkan keinginan Tia yang ingin menemui ibunya. Keluarganya juga membutuhkan uang untuk memenuhi kehidupan sehari-hari. Apalagi biaya kuliah Zanira, Tia harus menanggungnya.Ada cita-cita adiknya yang harus ia bantu untuk mewujudkannya, ada orang tuanya yang menjadi tanggung jawabnya dan tentu saja ada kebahagiaan istrinya yang harus ia penuhi juga.Zafar hanya berharap dia bisa melakukan semua tanggung jawab itu meski sekarang dalam keadaan yang sulit.Sebelum masuk ke kamarnya, dia mencoba untuk memasang wajah tanpa masalah di depan Tia. Dia tidak ingin perempuan itu tahu masalahnya.“Tia," panggil Zafar pada istrinya. "Zanira meminjamkan beberapa bajunya untukmu, kau bisa mengganti pakaianmu dengan ini,” jelasnya sambil memberikan baju itu pada Tia.“Itu tidak perlu Zafar. Katakan pada adikmu tidak perlu ikut mengasihaniku juga,” ucap Tia menolak dengan gaya judesnya.Bersambung."Katakan pada adikmu tidak perlu mengasihaniku juga."Zafar sudah tidak heran dengan penolakan Tia, dia hampir setiap saat selalu mendengarkan itu dan sekarang sudah tidak kaget lagi."Zanira tidak mengasihanimu Tia, dia hanya meminjamkan ini untukmu. Setelah aku mendapatkan pekerjaan nanti, aku akan membelikan pakaian untukmu," ucap Zafar menjelaskan."Apapun alasannya, aku menolak menerima itu darinya." Tia tetap menolaknya dengan keras kepala.Zafar hanya bisa menghela nafas pelan. "Kau boleh marah pada hidupmu Tia, tapi Zanira tidak bersalah, dia tidak pantas mendapatkan perlakuan seperti ini darimu. Sekarang gantilah bajumu dan hargai orang yang masih peduli padamu," kata Zafar sambil meletakkan pakaian milik Zanira di samping Tia. Zafar lalu memandangi Tia. Berharap bisa meluluhkan hati wanita itu. "Cobalah untuk mengerti Tia, aku sudah mencabut laporanku pada polisi dan membuat ibu serta saudara tirimu itu berjanji tidak akan berbuat kekerasan lagi padamu. Kau harus melupakan
Tia menunggu Zafar pulang hingga larut malam. Dia tidak habis pikir kemana Zafar pergi dan tidak kembali bahkan ini sudah sangat malam.Meskipun Tia sudah merasa lelah menunggunya, dia tetap akan menunggu hingga laki-laki itu kembali.Sampai akhirnya, Zafar kembali dan membuka pintu kamarnya dengan hati-hati. Tia lalu bersemangat untuk bicara padanya."Tia," panggil Zafar begitu melihat wanita yang ia cintai itu belum tertidur."Kenapa kau belum tidur juga?" tanyanya."Aku menunggumu Zafar."Ada sedikit rasa senang dan membuat hati Zafar sedikit berbunga bunga mendengar kata-kata itu keluar dari mulut Tia. Ia merasa seakan-akan kata-kata itu merefleksikan Tia yang mencintainya dan menunggu dirinya sebagai suaminya."Tia kau tidak perlu menungguku, ini sudah larut malam, harusnya kau tidur lebih awal.""Aku memang tidak perlu menunggumu Zafar. Tapi aku perlu bicara hal penting padamu," tegas Tia tidak ingin membuat Zafar berharap padanya.Seketika rasa sedikit senang yang hinggap di ha
"Siapa yang menyuruhmu untuk menyentuhku? Atau siapa yang memberimu izin untuk melakukan itu Zafar?" "Hanya karena aku memberimu kesempatan untuk mengobatiku waktu itu, bukan berarti sekarang kau bebas untuk menyentuh diriku," tegas Tia lagi.Dia merasa Zafar sudah melewati batasannya dan merendahkan dirinya."Tia, aku hanya tidak ingin kau tidur dalam keadaan seperti itu. Kau pasti akan sakit dan-""Bahkan kau sampai harus mengatur posisi tidurku Zafar? Apa yang kau pikirkan? Apa kau merasa telah memiliki diriku sepenuhnya dan dapat mengatur semua hidupku?""Jangan salah paham Tia, jika kau terus tidur dalam keadaan salah tubuhmu pasti akan sakit semua.""Apakah sebuah kenyamanan itu adalah kesalahan? Seperti apapun posisi tidurku jika aku merasa nyaman dengan itu, kenapa kau harus mengaturku?"Zafar hanya terdiam lemah mendengar itu. Andai saja Tia bukan wanita yang ia cintai dia tidak akan menanggapinya dan mengalah dalam menghadapinya."Kau tidak tahu Zafar. Saat aku tidur dengan
"Jahama, sudah hentikan. Kau memang benar-benar tidak tahu malu dengan mengatakan semua itu," tutur Kamal memarahi istrinya.Kamal sudah lelah mengingatkan Jahama, namun wanita itu selalu saja mengulanginya. "Zanira, kau hubungi dokter untuk datang kemari," suruh Kamal pada Zanira. Perempuan itu segera menurut apa yang ayahkan katakan.Zafar masih sangat khawatir pada Tia, dia tidak akan memaafkan dirinya sendiri jika sampai terjadi apa-apa pada Tia.Tidak lama kemudian dokter yang dipanggil pun datang. Jahama masih tidak suka dengan semua ini.Dia sibuk membereskan dapur dan tidak ingin mengetahui apa yang terjadi."Jahama, kenapa kau bersikap seperti ini?" tanya kamal mencoba bicara baik-baik pada istrinya.Perempuan itu menghentikan pekerjaannya dan menatap suaminya."Harusnya aku yang bertanya padamu kenapa kau juga ikut membelanya? Dan tidak peduli pada kondisi kita.""Karena dia adalah menantu kita Jahama-""Kita kau bilang? Aku tidak menerima jenis menantu yang seperti itu, wa
“Ayah?” tanya Tia pada Kamal.Kamal pun tersenyum tulus pada gadis itu. "Tentu saja nak, aku memang tidak memiliki segalanya, tapi setelah Zafar menikah denganmu aku jadi memiliki seorang putri yang cantik sepertimu,” ucap Kamal dengan tulus.Mendengar kata-kata itu membuat hati Tia sedikit melunak, meskipun dia tidak bisa langsung mempercayai Kamal dan menganggapnya sebagai ayahnya juga, tapi Tia akan mencobanya.Sorot mata Kamal menunjukkan ketulusan hati yang ia miliki dan membuat Tia sedikit tersentuh.“Mulai sekarang kau tidak boleh memanggilku paman lagi, panggil aku ayahmu,” pinta Kamal sambil tersenyum baik pada Tia.Perempuan itu hanya membalasnya dengan sedikit senyuman. Dia pikir Kamal juga baik padanya bukan karena sesuatu tapi karena laki-laki itu memang tulus menyayanginya.Setelah Yia selesai makan dan meminum obatnya Kamal lalu meninggalkannya.Hingga tiba sore hari Zafar baru kembali dari tempatnya bekerja. Dia bekerja sebagai karyawan di sebuah kantor. Kamal akhirnya
"Kenapa kau selalu memaksaku, melarangku, dan menceramahiku? Apa kau memiliki masalah dalam hidupmu?" "Aaaww, aduuuh." "Zafar ada apa denganmu?" Tia benar-benar terkejut saat tiba-tiba Zafar berteriak dan memegang jarinya."Sepertinya jariku terpotong," jujur Zafar.Tia sedikit cemas lalu memperhatikan jari tangan yang Zafar pegang. "Omong kosong, terpotong apanya? Kau hanya menggunakan pisau yang kecil, bagaimana bisa akan memotong jarimu yang besar?"Tia tidak percaya pada apa yang Zafar katakan. Lagipula dia tidak ingin peduli pada Zafar.Saat Tia melihatnya lagi untuk memastikan, jari Zafar benar-benar mengeluarkan darah segar. Itu artinya Zafar tidak berbohong jika jarinya terluka.Apapun keadaanya Tia tetap bernicara dengan kesal pada Zafar. "Itulah akibatnya jika kau keras kepala Zafar. Hanya rasa sakit yang akan kau dapatkan," kata Tia sambil beranjak dari tempat duduknya dan mencari kotak obat yang ada di kamarnya."Tidak apa-apa Tia, ini hanya sedikit terluka," jawab Zafa
Zafar tidak ingin Tia bersedih. Dia lalu meninggalkan makanannya dan menyusul wanita itu ke kamar."Hei Zafar habiskan dulu makananmu!" suruh Jahama melarang Zafar pergi."Aku sudah tidak lapar lagi ibu," jawab laki-laki itu.Kamal yang melihat itu menjadi tidak enak dengan Tia. "Semua ini karena kau berbicara seperti itu pada Tia, Jahama," kata Kamal kesal dengan istrinya.Jahama mengerutkan keningnya tidak percaya. "Ada apa lagi denganmu? Kenapa kau menyalahkanku? Aku hanya bercanda," elaknya dengan sewot."Tapi ibu, tidak seharusnya ibu bercanda seperti itu." Zanira ikut-ikutan membela ayahnya."Hei kau juga ingin menyalahkan ibumu ini ha?""Sudah cukup Jahama, lain kali kau tidak boleh sembarangan bicara tanpa memikirkan perasaan orang lain.""Perasaan orang lain apa? Apa dia memikirkan perasaanku ketika dia tiba-tiba menikahi putraku?""Zafar juga mencintainya, kau harusnya senang putramu dapat menikah dengan wanita yang dicintainya.""Tapi wanita itu tidak mencintai putraku, aku
“Kau tidak perlu memberikan apa yang menjadi milikmu kepada Tia, Zanira,” tutur Zafar yang mengejutkan kedua wanita yang sedang bicara di kamarnya.“Tapi kenapa kak? Aku memberikannya dengan tulus untuknya.” Zanira tidak mengerti kenapa kakaknya melarangnya.Zafar pun mendekati adik kesayangannya itu dan tersenyum padanya.“Kau mendapatkan kakak ipar bukan untuk berbagi segala yang kau miliki Zanira. Aku akan mengusahakan semua kebutuhannya, jadi simpan saja barang-barang yang kau miliki. Aku tahu kau sangat menyukainya.”“Besok biar aku membelikan semua itu untuk kakak iparmu. Sekarang kau hanya perlu menjadi teman yang baik untuknya,” jelas Zafar pada adiknya.“Kau tidak perlu melakukannya Zafar, aku tidak membutuhkan itu.”Tia tidak ingin Zafar melakukan apa yang laki-laki itu katakan padanya dan adiknya.“Tidak apa-apa kakak, kau tidak perlu malu. Kakakku itu adalah orang yang bertanggung jawab, dia akan mengusahakannya untukmu,” ucap Zanira sambil tersenyum menggoda.“Lebih baik