"Hai, Kenzi. Kamu baru pulang?" tanya seorang gadis cantik dan mungil yang kini berdiri dihadapan Kenzi.
Kenzi tidak menghiraukan wanita itu dan memilih melanjutkan perjalanannya menuju kamar.Tara yang merasa kesal karena di abai lkan oleh Kenzi pun langsung menghadang jalan pria itu."Apa-apaan ini?" tanya Kenzi dengan wajah datar. Dia benar-benar muak dengan tingkah gadis yang ada di hadapannya ini."Kenapa kamu selalu mengabaikan aku, Ken? Apa kurang dari diri aku? Kenapa kamu lebih memilih menikah dengan wanita miskin itu dari pada sma aku?" tanya Tara dengan wajah sedih."Ngomong apa sih, minggir sana. Aku mau lewat," ujar Kenzi lalu berlalu melewati Tara."Sial, apa sih hebatnya perempuan itu? Bahkan aku lebih cantik dari dia," gumam Tara dengan kesal. Lalu dia memandangi punggung Kenzi hingga Pria itu masuk kedalam kamarnya dan tidak terlihat lagi."Kamu kenapa, Sayang?" tanya Tiara saat melihat anaknya bersedih."Ma, aku tuh heran sama Kenzi. Kenapa dia nggak tertarik sama aku ya? Padahal kan aku ini cantik, imut, tubuh aku juga bagus. Kenapa dia lebih memilih perempuan miskin itu?" tanya Tara dengan wajah cemberut."Sayang, Kenzi menikahi perempuan itu karena orang tua perempuan itu memiliki hutang yang besar pada Kenzi. Itulah sebabnya kenapa Kenzi menikah dengan perempuan miskin itu," ujar Tiara menjelaskan."Jadi maksud Mama, gadis itu dijual sama orang tuanya sebagai pelunas hutang?" tanya Tara lagi."Iya, Sayang. Kalau dia nanti sudah masuk di rumah ini, kamu bebas mau menyuruh dia melakukan apapun," ucap Tiara sambil tersenyum dan mengelus rambut putrinya."Pasti Ma, aku akan buat dia sadar sama posisinya di rumah ini. Karena hanya aku yang pantas menjadi nyonya Kenzi Dirgantara," ujar Tara sambil tersenyum."Kenzi, boleh Om masuk?" tanya Rudi sebelum membuka pintu kamar keponakanya."Masuk saja," ujar Kenzi tanpa menoleh ke arah Rudi."Ken, Om mau minta maaf atas perilaku Tante kamu dan juga Tara. Mereka melakukan itu karena mereka perduli sama kamu Ken, agar harta warisan kamu nggak jatuh sama orang yang salah," ujar Rudi dengan hati-hati.Kenzi yang mendengar perkataan Rudi pun tersenyum miring ke arah pria tersebut, hal itu membuat Rudi sedikit tersentak."Apa yang ingin Om sampaikan sebenarnya?" tanya Kenzi dengan tatapan datar. Senyuman beberapa detik lalu seolah hilang dari wajahnya."Seharusnya kamu paham dengan apa yang Om sampaikan. Apalagi, semenjak orangtua mu meninggal, Om yang sudah mengurusmu," ujar Rudi."Aku nggak ngerti, bagiku pembahasan ini tidak penting. Lagian, selama mengurusku, Om sudah mendapatkan banyak hal, termasuk harta," ujar Kenzi lalu melanjutkan memeriksa dokumen yang ada di hadapannya."Ini penting, Kenzi. Ok, yang kamu katakan itu benar, Om nggak akan membahas itu lagi. Tapi, kamu harus menemukan istri yang setara dengan kamu. Bukan seperti wanita kampungan itu," ujar Rudi yang mulai kesal dengan sikap Kenzi.Mendengar calon istrinya dihina, membuat Kenzi sangat murka. Dia pun menghentikan kegiatannya, lalu menatap tajam ke arah Rudi. Rudi yang menyadari akan ada sesuatu yang bahaya pun mulai merasa panik, seketika wajahnya menjadi pucat. Kenzi pun langsung bangkit dan menarik kerah baju Rudi dengan kuat."A-apa, yang ka-kamu la-lakukan," ujar Rudi yang sangat terkejut dengan tindakan Kenzi, saat ini wajah Kenzi begitu menyeramkan, Rudi juga kesulitan bernafas karena tarikan Kenzi pada kerah bajunya begitu kuat."Jangan berani mengatakan hal buruk lagi tentang calon istriku," ujar Kenzi penuh dengan penekanan."Dengar, calon istriku lebih baik berkali-kali lipat dari pada istri atau anakmu yang murahan itu," ujar Kenzi dengan tatapan tajam."Jadi, kalau kalian masih ingin tetap tinggal di rumah ini, lebih baik diam dan ikuti semua peraturan yang ada di rumah ini. Dan jangan lupa, nasehati keluargamu untuk tidak mengusik hidupku." Setelah mengatakan itu, Kenzi pun langsung melepaskan pegangan tangannya dengan kuat. Hingga membuat Rudi mundur beberapa langkah ke belakang. Rudi pun langsung meninggalkan kamar Kenzi sambil memegang lehernya yang terasa sakit dan sedikit perih.Ayu terdiam beberapa saat sebelum mengatakan sesuatu."Maksud Bapak apa ya?" tanya Ayu yang terlihat bingung. Perlahan dia menoleh ke arah Andi yang masih diam dalam duduknya.Sementara Retno dan Rido masih duduk diam dan memperhatikan percakapan yang ada di hadapan mereka."Begini, Nak Ayu. Kami datang kemari ingin melamar Nak Ayu untuk menikah dengan Putra kami Andi," ujar Santoso lagi."Iya, Nak. Kita sudah kenal cukup lama. Begitu juga dengan hubungan kamu sama Andi, bukankah ini waktu yang tepat untuk menikah?" tanya Marni dengan lembut.Ayu sangat bingung apa yang harus di katakannya. Dia begitu dekat dengan keluarga Andi, dia juga sangat menyayangi ke dua orang tuanya. Dia takut perkataannya akan membuat orang tua Andi merasa sakit."Hem, Pak, Bu,""Apa yang kalian punya sehingga kalian berani melamar anak saya?" tanya Rido memotong perkataan Ayu."Apa?" Orang tua Andi sangat terkejut mendengar perkataan Rido."Saya akan membuat Ayu bahagia, Om," ujar Andi dengan tegas."Dengan cara apa kamu membuat anak saya bahagia? Bahkan gaji kamu aja hanya cukup untuk kebutuhan kamu dan orang tua kamu," ujar Rido menatap tajam ke arah Andi."Maaf, Pak Rido. Kami memang tidak memiliki banyak harta. Tapi kami bisa pastikan kalau Ayu akan bahagia bersama anak kami," ujar Santoso yang merasa tersinggung dengan perkataan Rido."Ayah ....," gumam Ayu sambil menatap ayahnya dengan memohon agar ayahnya berhenti bicara dan menghina keluarga Andi."Pak Rido, anak-anak kita saling mencintai, alangkah baiknya kita memberikan restu kepada mereka berdua untuk menikah," ujar Marni masih dengan sikap tenang."Tidak, saya tidak akan setuju. Sampai kapan pun saya tidak setuju dengan keputusan itu," ujar Rido yang mulai kesal dengan pembahasan ini.Retno tidak dapat berkata apa-apa, dia hanya bisa diam melihat perdebatan mereka."Om, maaf sebelumnya. Apa nggak sebaiknya kita meminta pendapat dari Ayu. Karena biar bagaimana pun ini menyangkut hidupnya," ujar Andi dengan sopan.Rido pun menoleh ke arah Ayu sebelum berbicara." Kasih tau mereka apa keputusanmu, Yu. Biar mereka semua cepat pergi.""Bicaralah, Nak. Akhiri semuanya secara baik-baik," bisik Retno di telinga Ayu.Ayu sendiri masih bingung harus mengatakan apa."Bicaralah, Nak Ayu. Insha Allah kami menerima semua keputusan kamu," ujar Marni dengan tenang."Hem, Saya ...., Andi, maaf saya tidak bisa menerima lamaran ini," ujar Ayu dengan menunduk."Bu, Pak. Maafkan saya. Saya dan Andi sudah mengakhiri hubungan kami." Sambung Ayu lagi."Apa ini karena pria yang ada di mall itu, Yu?" tanya Andi dengan tatapan berkaca-kaca."Iya, aku dan dia akan menikah. Jadi tolong jangan ganggu aku lagi, Ndi. Aku harap kamu bisa menerima semua ini," ujar Ayu dengan suara bergetar. Terlihat senyuman mengembang di wajah Rido saat mendengar perkataan Ayu."Nggak!!! Aku nggak bisa terima ini," teriak Andi dengan frustasi. Semua yang ada di ruangan itu pun sangat terkejut.Miko mendekati meja Sari, sekretaris di kantor Kenzi, dengan langkah tergesa. "Sari, Bos ada di ruangannya?" tanya Miko, pandangannya langsung terarah mencari tahu suasana kantor yang terasa berbeda hari itu. Sari menatapnya, lalu mengangguk. "Ada, Pak. Tapi, sepertinya ada yang tidak biasa," ujar Sari, suaranya terdengar penasaran. Miko mengerutkan kening, heran. "Maksudmu?" tanya dia, raut wajahnya memperlihatkan kebingungan. Sari mendekat, menurunkan suaranya seolah-olah berbagi rahasia. "Itu loh, Pak Kenzi. Tadi saya lihat beliau terus-terusan tersenyum dan bahkan membalas sapaan beberapa karyawan yang lewat," jelasnya dengan mata berbinar. "Apa? Yang benar saja, Sari," kata Miko, tidak percaya. Sari mengangguk dengan sangat yakin, menyunggingkan senyum tipis. "Iya, Pak. Padahal biasanya Pak Kenzi itu dikenal sangat dingin, bahkan jarang sekali tersenyum pada siapa pun di sini." Miko terdiam sejenak, mencerna informasi baru ini. Kenzi memang dikenal sebagai pria y
"Aku harap kamu mau memaafkan aku, Retno," ujar Rido. Saat ini dia sedang meyakinkan istrinya untuk memaafkan kesalahannya selama ini."Aku janji, nggak akan mengulangi hal itu lagi," sambungnya lagi."Mas, aku percaya sama kamu. Tapi, aku masih ragu dengan pernikahan Ayu dan Tuan Kenzi, aku takut Ayu disiksa," lirih Retno."Kamu jangan khawatir, percaya sama aku. Ayu akan hidup bahagia bersama Tuan Kenzi," ujar Rido meyakinkan sang istri."Aku menikahkan Ayu dengannya bukan semata-mata karena hutang saja, tapi aku yakin dia akan menjaga anak kita dengan baik," ujar Rido dengan lembut.Retno merasa sangat bahagia dengan perubahan sang suami. Suaminya kembali seperti dulu lagi, hangat dan sangat menyayanginya."Mas, kenapa tiba-tiba kamu berubah?" tanya Retno dengan hati-hati. Rasa penasaran yang ada di hatinya membuat mulutnya bertanya hal demikian."Aku sadar kalau aku sudah sangat menyakiti kalian, terutama kamu. Aku sering menyiksa batin bahkan fisik kamu, aku minta maaf dengan sik
Mereka sampai di suatu desa yang sangat indah dan masih terlihat asri. Kemudian Kenzi menghentikan mobilnya di sebuah lapangan yang cukup luas."Kita sudah sampai," ujar Kenzi. Lalu dia turun dari mobil dan diikuti oleh Ayu."Ayo, kita masih harus berjalan sampai beberapa meter kedepan," ujar Kenzi."Baik Tu ..., eh, Mas," ujar Ayu.Lalu Kenzi mulai berjalan dan Ayu ikut berjalan di samping Kenzi.Selang beberapa menit, mereka pun sampai di sebuah pemakaman umum. Lalu Kenzi menghentikan langkah kakinya di sebuah batu nisan."Ini makan orang tuaku, kita kesini karena ingin meminta restu," ujar Kenzi.Ayu mulai paham maksud tujuan Kenzi mengajaknya ke makam orang tuanya. Perlahan Ayu pun berjongkok dan membersihkan beberapa rumput yang tumbuh di area makam tersebut.Setelah selesai, mereka pun membaca doa untuk kedua orang tua Kenzi yang telah berpulang.Kenzi terlihat sangat fokus dalam berdoa, Ayu pun masih setia duduk sebelah Kenzi."Orang tuaku meninggal saat usiaku berusia 10 tahun
"Tu-tuan ...," lirih Ayu."Tadi bukannya sudah ku katakan jangan panggil aku dengan 'Tuan', bukan?" tanya Kenzi dengan sedikit kesal."Eh, ma-maaf, Mas," ujar Ayu."Bagus. Besok kamu harus ikut dengan ku," ujar Kenzi."Kemana?" tanya Ayu."Kita harus pergi ke suatu tempat," ujar Kenzi."Ba-baik." Hanya kata-kata itu yang keluar dari mulut Ayu, karena dia sendiri bingung harus mengatakan apa lagi."Baiklah. Selamat malam." Setelah mengatakan itu, Kenzi pun langsung menutup panggilan tersebut secara sepihak.Ayu menatap ponselnya yang telah menghitam."Ya Allah, sebenarnya aku nggak mau nikah sama orang itu. Tapi, kalau aku membatalkannya, nyawa ibu dalam bahaya. Rencana apa yang sudah kau siapkan untukku ya Allah." Ayu bergumam dengan air mata mengalir.Dia percaya apapun yang terjadi dengannya adalah sebuah takdir yang sudah di tentukan oleh Allah."Ayu, makan malam dulu," terdengar suara sang ibu memanggilnya dari luar.Perlahan Atu pun bangkit dari ranjangnya dana melangkah ke arah p
Semua orang terkejut melihat respon Andi. Dia terlihat seperti orang yang sangat frustasi."Andi, jangan seperti ini, Nak. Ayo kita pulang!" ajak Pak Santoso sembari merangkul pundak anaknya."Nggak Pak! Aku nggak mau, pokoknya Ayu harus nikah sama aku," ujar Andi."Lebih baik kalian bawa pulang anak kalian, jangan buat keributan di sini," ujar Rido sambil menatap tajam ke arah mereka dengan tajam."Ayo kita pulang, Nak. Jangan membuat keributan. Mungkin saja kalian tidak berjodoh." Marni mencoba menasehati Andi. Dia terus mengusap punggung anaknya untuk memberi sang anak kekuatan."Benar apa yang di katakan ibu kamu, Ndi. Kamu harus ikhlas melepaskan aku," ujar Ayu dengan wajah sedih."Kenapa, Yu? Kenapa kamu lakukan ini? Kamu tau kalau aku sangat mencintaimu," lirih Andi sambil menatap Ayu dengan mata berkaca-kaca."Aku nggak bisa jelasin. Lebih baik sekarang kamu pulang. Aku doa kan kamu mendapat jodoh yang jauh lebih baik dari pada aku." Setelah mengatakan itu, Ayu langsung bangki
"Hai, Kenzi. Kamu baru pulang?" tanya seorang gadis cantik dan mungil yang kini berdiri dihadapan Kenzi.Kenzi tidak menghiraukan wanita itu dan memilih melanjutkan perjalanannya menuju kamar.Tara yang merasa kesal karena di abai lkan oleh Kenzi pun langsung menghadang jalan pria itu."Apa-apaan ini?" tanya Kenzi dengan wajah datar. Dia benar-benar muak dengan tingkah gadis yang ada di hadapannya ini."Kenapa kamu selalu mengabaikan aku, Ken? Apa kurang dari diri aku? Kenapa kamu lebih memilih menikah dengan wanita miskin itu dari pada sma aku?" tanya Tara dengan wajah sedih."Ngomong apa sih, minggir sana. Aku mau lewat," ujar Kenzi lalu berlalu melewati Tara."Sial, apa sih hebatnya perempuan itu? Bahkan aku lebih cantik dari dia," gumam Tara dengan kesal. Lalu dia memandangi punggung Kenzi hingga Pria itu masuk kedalam kamarnya dan tidak terlihat lagi."Kamu kenapa, Sayang?" tanya Tiara saat melihat anaknya bersedih."Ma, aku tuh heran sama Kenzi. Kenapa dia nggak tertarik sama ak