Semua orang terkejut melihat respon Andi. Dia terlihat seperti orang yang sangat frustasi.
"Andi, jangan seperti ini, Nak. Ayo kita pulang!" ajak Pak Santoso sembari merangkul pundak anaknya."Nggak Pak! Aku nggak mau, pokoknya Ayu harus nikah sama aku," ujar Andi."Lebih baik kalian bawa pulang anak kalian, jangan buat keributan di sini," ujar Rido sambil menatap tajam ke arah mereka dengan tajam."Ayo kita pulang, Nak. Jangan membuat keributan. Mungkin saja kalian tidak berjodoh." Marni mencoba menasehati Andi. Dia terus mengusap punggung anaknya untuk memberi sang anak kekuatan."Benar apa yang di katakan ibu kamu, Ndi. Kamu harus ikhlas melepaskan aku," ujar Ayu dengan wajah sedih."Kenapa, Yu? Kenapa kamu lakukan ini? Kamu tau kalau aku sangat mencintaimu," lirih Andi sambil menatap Ayu dengan mata berkaca-kaca."Aku nggak bisa jelasin. Lebih baik sekarang kamu pulang. Aku doa kan kamu mendapat jodoh yang jauh lebih baik dari pada aku." Setelah mengatakan itu, Ayu langsung bangkit dan berjalan menuju kamarnya. Dia tidak sanggup harus berlama-lama dihadapan mereka."Ayo kita pulang!" ajak Santoso lagi. Kali ini Andi menuruti perkataan orang tuanya. Perlahan dia pun bangkit dan berjalan mengikuti langkah kaki ayahnya."Maaf sudah mengganggu waktu kalian, kalau begitu kami pamit dulu," ujar Marni sebelum meninggalkan rumah Lisa.Retno pun mengantar kepergian mereka sampai di depan pintu.Setelah Andi dan kedua orang tuanya tidak terlihat lagi, Retno pun masuk dan menutup pintu rumahnya."Nggak seharusnya kamu menghina mereka seperti itu, Mas!" ujar Retno begitu dia duduk di sebelah suaminya.Mendengar suara sang istri, membuat Rido menoleh ke arahnya."Mereka memang pantas mendapatkan itu," ujar Rido sambil tersenyum miring."Mas, Ayu sama Andi itu saling mencintai. Kenapa kita harus memisahkan mereka," ujar Retno sambil memegang lengan suaminya.Rido langsung menatap tajam ke arah Retno. Lalu dia pun langsung menepis tangan Retno dengan kasar."Maksud kamu, aku harus membatalkan pernikahan Ayu dengan Tuan Kenzi, begitu?" tanya Rido dengan lantang."Bu-bukan begitu ma-maksud a-aku, Mas. Kita bisa bayar hutang kamu dengan Tuan Kenzi," ujar Retno dengan gugup. Tubuhnya bergetar mendengar teriakan suaminya."Mau bayar pakai apa?" tanya Rido."Kita bisa jual rumah ini, Mas. Uangnya bisa kamu pakai buat melunasi hutang kamu sama Tuan Kenzi. Dengan begitu ...,"Plak!Belum sempat Retno menyelesaikan perkataannya, Rido sudah lebih dulu menampar pipi Retno dengan keras.Retno pun tersungkur akibat dari tamparan Rido. Pipinya terasa perih dan panas, karena tamparan Rido begitu kuat."Apa kamu sudah gila? Kalau rumah ini dijual, kita mau tinggal di mana?" teriak Rido sambil menarik rambut Retno sampai kepala Retno mendongak kebelakang."Aduh, Mas. Sa-sakit ..., am-ampun ...," lirih Retno menahankan sakitnya.Ayu yang mendengar suara gaduh dari luar kamar, langsung keluar kamar."Ayah ..., apa yang Ayah lakukan?" teriak Ayu saat melihat sang Ayah menjambak rambut ibunya.Ayu pun langsung berlari menghampiri mereka.Rido langsung melepaskan tangannya dari rambut sang istri."Kalau lain kali kamu mengatakan hal ini lagi, akan ku pastikan nyawa kamu melayang," ujar Rido, lalu dia meninggalkan mereka."Ibu ...," gumam Ayu sambil menangis. Dia tidak tega melihat keadaan sang ibu."Maafin ibu, Yu. Ibu nggak bisa melepaskan kamu dari perjodohan ini," gumam Retno dengan suara pelan."Ibu, sudah Ayu bilang. Ayu sudah menerima perjodohan ini. Ibu nggak perlu khawatir," ujar Ayu. Air matanya masih terus mengalir membasahi pipinya.Retno tidak menjawab lagi perkataan Ayu, tubuhnya benar-benar sangat lelah, ditambah lagi kepalanya rasanya sangat sakit."Ayo, Ayu bantu ke kamar, Bu!" ajak Ayu.Lalu dia memapah tubuh ibunya dan berjalan perlahan kekamar.Setelah membaringkan tubuh Retno di ranjang, Ayu pun langsung ke luar menuju kamarnya."Ayah sungguh keterlaluan, kalau terus-terusan begini, ibu nggak akan bisa tahan dengan sikap tempramen Ayah," gumam Ayu.Saat dia masih terus memikirkan tentang kondisi sang ibu, tiba-tiba saja ponselnya berdering."Siapa ya?" gumam Ayu. Karena yang menelfonnya nomor baru.Ayu tidak berniat mengangkat panggilan tersebut sampai deringan ponsel tersebut terhenti.Namun beberapa saat kemudian, ponselnya berdering lagi dan masih nomor yang tadi menghubunginya.Perlahan Ayu pun mengangkat ponselnya dan menerima panggilan tersebut."Halo," ucap Ayu, namun untuk beberapa detik tidak ada suara dari seberang telfon. Hal itu membuat Ayu sangat bingung."Ini siapa? Kalau nggak mau bicara, panggilannya saya tutup," ujar Ayu.Saat Ayu ingin mematikan ponselnya, tiba-tiba ada suara dari seberang telfon."Halo." Terdengar suara datar dari seberang telfon.Ayu terdiam beberapa saat, dia merasa pernah mendengar suara datar tersebut."Mungkinkah?" batin Ayu masih terus memperhatikan ponselnyaMiko mendekati meja Sari, sekretaris di kantor Kenzi, dengan langkah tergesa. "Sari, Bos ada di ruangannya?" tanya Miko, pandangannya langsung terarah mencari tahu suasana kantor yang terasa berbeda hari itu. Sari menatapnya, lalu mengangguk. "Ada, Pak. Tapi, sepertinya ada yang tidak biasa," ujar Sari, suaranya terdengar penasaran. Miko mengerutkan kening, heran. "Maksudmu?" tanya dia, raut wajahnya memperlihatkan kebingungan. Sari mendekat, menurunkan suaranya seolah-olah berbagi rahasia. "Itu loh, Pak Kenzi. Tadi saya lihat beliau terus-terusan tersenyum dan bahkan membalas sapaan beberapa karyawan yang lewat," jelasnya dengan mata berbinar. "Apa? Yang benar saja, Sari," kata Miko, tidak percaya. Sari mengangguk dengan sangat yakin, menyunggingkan senyum tipis. "Iya, Pak. Padahal biasanya Pak Kenzi itu dikenal sangat dingin, bahkan jarang sekali tersenyum pada siapa pun di sini." Miko terdiam sejenak, mencerna informasi baru ini. Kenzi memang dikenal sebagai pria y
"Aku harap kamu mau memaafkan aku, Retno," ujar Rido. Saat ini dia sedang meyakinkan istrinya untuk memaafkan kesalahannya selama ini."Aku janji, nggak akan mengulangi hal itu lagi," sambungnya lagi."Mas, aku percaya sama kamu. Tapi, aku masih ragu dengan pernikahan Ayu dan Tuan Kenzi, aku takut Ayu disiksa," lirih Retno."Kamu jangan khawatir, percaya sama aku. Ayu akan hidup bahagia bersama Tuan Kenzi," ujar Rido meyakinkan sang istri."Aku menikahkan Ayu dengannya bukan semata-mata karena hutang saja, tapi aku yakin dia akan menjaga anak kita dengan baik," ujar Rido dengan lembut.Retno merasa sangat bahagia dengan perubahan sang suami. Suaminya kembali seperti dulu lagi, hangat dan sangat menyayanginya."Mas, kenapa tiba-tiba kamu berubah?" tanya Retno dengan hati-hati. Rasa penasaran yang ada di hatinya membuat mulutnya bertanya hal demikian."Aku sadar kalau aku sudah sangat menyakiti kalian, terutama kamu. Aku sering menyiksa batin bahkan fisik kamu, aku minta maaf dengan sik
Mereka sampai di suatu desa yang sangat indah dan masih terlihat asri. Kemudian Kenzi menghentikan mobilnya di sebuah lapangan yang cukup luas."Kita sudah sampai," ujar Kenzi. Lalu dia turun dari mobil dan diikuti oleh Ayu."Ayo, kita masih harus berjalan sampai beberapa meter kedepan," ujar Kenzi."Baik Tu ..., eh, Mas," ujar Ayu.Lalu Kenzi mulai berjalan dan Ayu ikut berjalan di samping Kenzi.Selang beberapa menit, mereka pun sampai di sebuah pemakaman umum. Lalu Kenzi menghentikan langkah kakinya di sebuah batu nisan."Ini makan orang tuaku, kita kesini karena ingin meminta restu," ujar Kenzi.Ayu mulai paham maksud tujuan Kenzi mengajaknya ke makam orang tuanya. Perlahan Ayu pun berjongkok dan membersihkan beberapa rumput yang tumbuh di area makam tersebut.Setelah selesai, mereka pun membaca doa untuk kedua orang tua Kenzi yang telah berpulang.Kenzi terlihat sangat fokus dalam berdoa, Ayu pun masih setia duduk sebelah Kenzi."Orang tuaku meninggal saat usiaku berusia 10 tahun
"Tu-tuan ...," lirih Ayu."Tadi bukannya sudah ku katakan jangan panggil aku dengan 'Tuan', bukan?" tanya Kenzi dengan sedikit kesal."Eh, ma-maaf, Mas," ujar Ayu."Bagus. Besok kamu harus ikut dengan ku," ujar Kenzi."Kemana?" tanya Ayu."Kita harus pergi ke suatu tempat," ujar Kenzi."Ba-baik." Hanya kata-kata itu yang keluar dari mulut Ayu, karena dia sendiri bingung harus mengatakan apa lagi."Baiklah. Selamat malam." Setelah mengatakan itu, Kenzi pun langsung menutup panggilan tersebut secara sepihak.Ayu menatap ponselnya yang telah menghitam."Ya Allah, sebenarnya aku nggak mau nikah sama orang itu. Tapi, kalau aku membatalkannya, nyawa ibu dalam bahaya. Rencana apa yang sudah kau siapkan untukku ya Allah." Ayu bergumam dengan air mata mengalir.Dia percaya apapun yang terjadi dengannya adalah sebuah takdir yang sudah di tentukan oleh Allah."Ayu, makan malam dulu," terdengar suara sang ibu memanggilnya dari luar.Perlahan Atu pun bangkit dari ranjangnya dana melangkah ke arah p
Semua orang terkejut melihat respon Andi. Dia terlihat seperti orang yang sangat frustasi."Andi, jangan seperti ini, Nak. Ayo kita pulang!" ajak Pak Santoso sembari merangkul pundak anaknya."Nggak Pak! Aku nggak mau, pokoknya Ayu harus nikah sama aku," ujar Andi."Lebih baik kalian bawa pulang anak kalian, jangan buat keributan di sini," ujar Rido sambil menatap tajam ke arah mereka dengan tajam."Ayo kita pulang, Nak. Jangan membuat keributan. Mungkin saja kalian tidak berjodoh." Marni mencoba menasehati Andi. Dia terus mengusap punggung anaknya untuk memberi sang anak kekuatan."Benar apa yang di katakan ibu kamu, Ndi. Kamu harus ikhlas melepaskan aku," ujar Ayu dengan wajah sedih."Kenapa, Yu? Kenapa kamu lakukan ini? Kamu tau kalau aku sangat mencintaimu," lirih Andi sambil menatap Ayu dengan mata berkaca-kaca."Aku nggak bisa jelasin. Lebih baik sekarang kamu pulang. Aku doa kan kamu mendapat jodoh yang jauh lebih baik dari pada aku." Setelah mengatakan itu, Ayu langsung bangki
"Hai, Kenzi. Kamu baru pulang?" tanya seorang gadis cantik dan mungil yang kini berdiri dihadapan Kenzi.Kenzi tidak menghiraukan wanita itu dan memilih melanjutkan perjalanannya menuju kamar.Tara yang merasa kesal karena di abai lkan oleh Kenzi pun langsung menghadang jalan pria itu."Apa-apaan ini?" tanya Kenzi dengan wajah datar. Dia benar-benar muak dengan tingkah gadis yang ada di hadapannya ini."Kenapa kamu selalu mengabaikan aku, Ken? Apa kurang dari diri aku? Kenapa kamu lebih memilih menikah dengan wanita miskin itu dari pada sma aku?" tanya Tara dengan wajah sedih."Ngomong apa sih, minggir sana. Aku mau lewat," ujar Kenzi lalu berlalu melewati Tara."Sial, apa sih hebatnya perempuan itu? Bahkan aku lebih cantik dari dia," gumam Tara dengan kesal. Lalu dia memandangi punggung Kenzi hingga Pria itu masuk kedalam kamarnya dan tidak terlihat lagi."Kamu kenapa, Sayang?" tanya Tiara saat melihat anaknya bersedih."Ma, aku tuh heran sama Kenzi. Kenapa dia nggak tertarik sama ak