Share

Bab 1

Setelah acara pernikahan sederhana selesai di gelar Gara harus pindah ke rumah Bella. Saat ini keduanya ada di dalam kamar yang sama.

"Gara... Aku mau ngomong sama kamu."

Gara melihat Bella dengan tatapan marah.

"Kenapa harus aku?" Tanya Gara dengan nada sinis.

"Maksudnya?" Bella mengerutkan keningnya.

"Jika kau ingin menjebak laki-laki masuk ke dalam permainanmu kenapa harus aku yang kau pilih Bella? Laki-laki lain masih banyak. Kau menghancurkan segala impianku tentang sekolah, tentang prestasi dan segalanya."

Bella ternganga tak percaya pada ucapan Gara.

"Gara, kau pikir aku sedang menjebakmu? Gara, sadarlah. Disini aku pun dijebak. Jika kau mencurigai aku sebagai dalang dibalik semua kejadian ini, kau jelas salah."

Gara mendengus sebal. Ia sepertinya tidak ingin berdebat dengan Bella.

"Kau bilang saja sebenarnya hamil dengan siapa?"

"Hamil? Gara, jadi kau percaya dengan fitnah itu? Gara, aku bahkan masih perawan asal kau tahu saja."

"Oh, ya?" Gara meragukan.

Bella terlihat tidak terima.

"Kau ingin membuktikannya atau bagaimana?"

"Haruskah dibuktikan? Bukankah teman-temanmu bilang kau putri mafia? Kehidupanmu seperti apa aku bisa membayangkannya."

"Kau ini... Jangan membuatku kesal Gara. Kalau kau ragu kau bisa membuktikannya. Sekarang kau berani tidak membuktikannya?" Bella menantang.

Ddrrrttt... Drrrtttt...

Tiba-tiba gawai Gara bergetar. Sebuah panggilan muncul di layar. Gara buru-buru pergi ke balkon untuk menerima telepon itu.

"Ya, halo Sabia." Tiba-tiba suara Gara berubah menjadi lembut. Berbeda sekali dengan saat berbicara dengan Bella.

"Halo Gara, bagaimana kabarmu? Kenapa kau seharian ini tidak mengabariku?" 

Bella mendekat ke balkon untuk menguping pembicaraan Gara di telepon.

"Aku sibuk Sabia. Maaf, bukan bermaksud mengabaikanmu. Hanya saja hari ini aku benar-benar tidak sempat memegang handphone."

"Hmmm... Oke deh Ra, nggak apa-apa. Lagi apa kamu sekarang? Video call yok." 

Gara menjauhkan gawainya dari telinga. Sejenak ia tampak ragu untuk menerima ajakan Sabia untuk melakukan panggilan video.

"Ra? Kok diem aja?"

"Maaf Nona, aku tidak tahu siapa kau. Mungkin kau pacarnya Sagara atau siapapun itu aku tidak perduli. Tapi asal kau tahu saja. Sagara itu sekarang suamiku. Aku tidak akan membiarkan wanita manapun mengganggu suamiku." Bella bermonolog di dalam hati.

Tut... Tut... Tut...

Tiba-tiba Sabia sudah melakukan panggilan video. Gara sedikit ragu untuk mengangkatnya. Entah karena ia merasa tidak enak sedang berada di rumah mertuanya atau karena sekarang ia sudah menikah tidak tahu pasti.

"Sagara angkat dong panggilannya," suara Sabia terdengar mendayu dan manja. Jijik sekali Bella mendengarnya.

"I-iya sebentar." Karena merasa tak enak hati Gara pun mengangkat panggilan video dari Sabia.

"Hai, Gara. Lagi dimana?" Sabia melambaikan tangan untuk menyapa Sagara. Ia terlihat tersenyum manis.

Tiba-tiba Bella datang tanpa diduga-duga. Secara mengejutkan ia memeluk Sagara dari belakang lalu...

Cup!

Bella mengecup pipi suaminya.

"Kok kamu disini sayang?" Bella memanas-manasi Sabia. Gara pun terkejut mendapati Bella seperti ini dan semua adegan itu tak luput dari pengelihatan Sabia.

"Gara, itu siapa?" Sabia bertanya dengan nada jengkel.

"Hai, kenalin aku pacarnya Sagara. Kamu pasti temannya ya? Maaf nih malam ini Sagara lagi kencan sama aku." Bella semakin memanas-manasi Sabia. Perempuan itu sepertinya termakan oleh omongan Bella. Buktinya sekarang ia terlihat kesal.

"Sagara, jadi kamu sibuk seharian sampai tidak sempat menghubungkan aku karena perempuan itu?" Cerca Sabia.

"Ah, Sabia. Aku minta maaf. Ini tidak seperti yang kau pikirkan. Aku akan menjelaskan semua padamu nanti."

"Loh, loh, ternyata Sagara nggak bilang ya sama kamu kalau seharian ini dia memang sibuk sama aku? Sayang kamu gimana sih kok nggak ngomong sama Sabia kalo kita lagi berduaan."

Sagara melotot ke arah Bella. Bisa-bisanya si Bella memperkeruh suasana.

"Sagara, apa semua ini maksudnya hah?" 

Sagara gelagapan. Benar-benar tidak bisa menjawab pertanyaan dari Sabia.

"Sagara!" Sabia memanggil dengan marah.

Bella mengambil gawai dari tangan Gara.

"Maaf ya Sabia tapi kami mau nyambung pacaran lagi. Kamu nggak usah telpon-telpon lagi ya. Takutnya cuma gangguin kita. Maaf, maaf nih ya jangan kesinggung. Teleponnya aku matiin dulu. Dadahh Sabia..." Bella melambaikan tangan sembari tersenyum lebar sebelum mengakhiri panggilan.

"Mampus nggak tuh cewek. Marah lah kalau mau marah sama Sagara. Bodoh amat. Enak aja main telepon-telepon suamiku."  Bella tersenyum puas. Begitu menoleh ia kaget melihat Sagara yang memasang wajah kesal kepadanya.

"Kenapa suamiku?" Tanya Bella sambil menahan tawa.

"Kembalikan gawaiku!" Sagara mengatungkan tangannya.

"Nih." Bella mengembalikan gawai Sagara.

"Dan sekarang lepaskan pelukanmu. Tolong menjauh dariku." Sambil merengut Bella pun menjauh.

Sagara langsung meninggalkan Bella sendirian di balkon. Bella cekikikan sendiri. Rasanya puas sekali ia bisa mengerjain Sabia.

Tak berapa lama Bella menyusul masuk. Ia menutup pintu di belakangnya.

"Bella..." Sagara memanggil tapi dalam posisi membelakangi Bella.

"Ya, ada apa?"

"Kenapa kau bilang pada Sabia jika kita pacaran?"

"Karena terlalu tidak realistis jika aku bilang kita sudah menikah. Orang lain mungkin hanya akan tertawa saat mendengarnya. Lalu aku akan dicap halu dan aneh."

Sagara menoleh, ia memandang Bella dari balik bahunya.

"Kau tahu siapa Sabia?"

"Hahh... Siapa? Pacarmu kan?" Tebak Bella.

"Kalau tidak tahu jangan ikut campur lagi. Sebaiknya kau jaga sikap. Tahu sampai mana batasan-batasanmu. Ingat, aku menikahimu bukan karena aku menginginkanmu. Tapi karena kita difitnah."

Gara pikir dengan berkata demikian Bella akan merasa tersakiti dengan ucapannya. Tapi Gara salah.

"Heh, terserah dirimu saja Gara." Bella menarik selimut. Ia naik ke ranjang bersiap untuk tidur.

"Aku tidur dulu Ra. Oyasuminasai... Hoaammmm..."

Bella memiringkan badannya.

"Hari ini benar-benar melelahkan," gumam Bella pelan. Ia baru akan memejamkan mata saat tiba-tiba merasakan selimutnya disibak. Bella refleks menoleh. Ia melihat Sagara berbaring di sebelahnya.

"Heh? Ngapain kamu Ra?"

"Ngapain? Tidurlah?"

Bella bangun.

"Tidur disini?"

"Kamu pikir aku bakal tidur di sofa seperti di film-film? Males banget. Kamu aja sana yang tidur di sofa kalau tidak mau tidur denganku."

"Enak aja ngusir-ngusir. Ini rumahku."

"Yasudah kalau tidak mau tidur saja disini berdua. Apa susahnya?"

"Kok aku ngeri ya Ra. Takut kamu grepe-grepe pas tidur."

"Mulut dijaga ya Bel. Aku nggak semesum itu."

"Ya, lagian..."

"Lagian apa? Kamu kan tadi yang nantangin suruh membuktikan perawan atau tidak. Giliran orang mau tidur bareng aja sudah parno kemana-mana."

"Ya, tetap aja Ra ngeri."

"Apanya sih yang ngeri?" Gara jengkel. "Heh, nggak usah berpikiran kotor. Cepet tidur!"

Sagara berbalik memunggungi Bella.

"Yaudah sih." Bella juga berbalik memunggungi Gara. Dua-duanya sekarang saling memunggungi.

Bella merasa hari ini benar-benar melelahkan sekali. Ia jatuh terlelap tanpa sadar begitu cepat. Tapi malam itu Bella bermimpi aneh sekali. Ia seperti merasakan seseorang menciumnya di dalam mimpi. Bahkan rasa ciuman itu terlalu nyata bagi Bella. Apa yang sebenarnya Bella alami ketika ia tengah tertidur?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status