Share

Terpaksa Menikahi Sang Jawara
Terpaksa Menikahi Sang Jawara
Author: Junatha Rome

Chapture 1

Author: Junatha Rome
last update Last Updated: 2024-01-20 03:46:46

Tes… Tes… Tes…

“Deeeek! Hujan Deeek!” seru Zuzu pada adik-adiknya sambil mengadahkan telapak tangan menampung air hujan. Bibirnya merekah tersenyum, matanya menatap langit hitam yang sudah menurunkan bala tentaranya.

Adik-adik Zuzu pun berlari menuju depan rumah gubuk mereka yang hampir roboh itu. Meski rumah mereka akan segera bocor dengan air hujan, tapi Zuzu dan adik-adiknya sangat gembira saat hujan datang.

“Ambil panci dan baskomnya Dek,” perintah ZuU pada adik bungsunya yang bernama Didin.

“Ini Teh,” kata Didin memberikan apa yang diperintah Zuzu tadi.

“Kali ini tidak ada petir Teh. Apa kita boleh hujan-hujanan?” tanya si bungsu dengan mata yang penuh harap.

“Bilang ibu dulu, boleh atau tidak,” kata Zuzu sambil berharap juga.

“Buuu… Buuu…” Didin gegas berlari memanggil ibu.

“Boleh hujan-hujanan tidak Bu? Tidak ada petir ko,” terdengar Didin bermanja merayu ibu yang sedang menadahi atap-atap rumah mereka dengan ember.

“Dih jangan, sebentar lagi maghrib,” kata ibu mereka. Zuzu pun ikut kecewa mendengar larangan ibunya.

“Nanti ada Wewe loh,” kata kakak perempuan mereka yang juga sedang membantu ibunya di dalam.

“Teh. Tidak boleh Teh,” kata Disin sambil mengerucutkan bibirnya.

“Yasudah kita tunguin baskomnya penuh aja yuk, habis itu kita ganti lagi kalau baskomnya sudah penuh,” ajak Zuzu sebagai penghibur adiknya.

Zuzu dan ketiga adiknya pun menunggu air penuh sambil bercanda saling mencipratkan air hujan di wajah mereka.

Hari sudah mulai malam. Hujanpun tak kunjung berhenti hingga membuat abah mereka yang baru saja pulang dari pekerjaannya sebagai petani dan kuli serabutan itupun basah kuyup terguyur hujan.

“Ayo pada tidur semua, sudah hampir tengah malam ini,” kata Aman, bapak mereka berseru.

“Iya Bah,” sahut anak-anak.

Tetesan air dari atap kamar membuat Zuzu sulit untuk tidur, tubuhnya menggigil kedinginan, ia lihat abah dan ibu beserta kakak dan ketiga adiknya pun merasakan yang sama. Akhirnya Zuzu mengubah posisi tidurnya, ia membuat kasur kapuk yang ia tiduri itu menjadi selimut untuk menghindari tetesan air yang bocor di atas tubuhnya, akhirnya iapun merasa nyaman dan tertidur pulas.

Pagi pun tiba. Zuzu terbangun dari tidurnya, namun, hujan masih turun membasahi rumahnya.

Krukuk

“Laper,” lirih Zuzu memegangi perutnya.

Ia sangat lapar, sama seperti saudara-saudaranya yang juga sudah bangun sedari tadi. Tidak ada makanan di rumah itu. Terpaksa mereka harus menahan rasa lapar mereka sampai nanti siang jika sudah dapat beras.

“Iya Teh, sama,” kata Didin menimpali.

Zuzu melihat anak-anak di sebelah rumahnya sedang menyantap nasi goreng masakan ibu mereka yang aromanya tercium sampai kerumah mereka, Zuzu dan keempat saudaranya hanya bisa terdiam membisu.

“Teh, pengen,” kata Didin pada Mirah. Kakak sulung mereka.

“Nanti dulu ya, Ibu lagi masak buat kita,” kata Mirah menenangkan adik-adiknya.

Zuzu memutuskan untuk pergi ke dapur menemui ibunya. Sangat pilu saat ia melihat pemandangan di hadapannya. Ia mendapati sang ibu sedang mencuci nasi kemarin yang sudah mengering dan menguning.

“Bu? Bikin apa?” tanya Zuzu dengan suara bergetar menahan tangis.

“Mau goreng nasi,” jawab sang ibu sambil mencari sesuatu.

 Bu Ariah terlihat kebingungan karena bahan masakan pun ternyata sudah habis tak bersisa.

“Bumbunya pada habis,” ucap bu Ariah pada dirinya sendiri.

Lalu bu Ariah menuangkan nasi kering tersebut keatas wajan, tanpa menggunakan minyak, bu Ariah mengaduk-aduk nasi tersebut dan hanya mencampurinya dengan garam.

 Aroma nasi goreng mulai tercium dan siap untuk dihidangkan.

Zuzu pun berlari dengan bahagia mengatakan pada saudara-saudaranya bahwa pagi ini, mereka akan makan nasi goreng.

"Ibu masak nasi goreng," bisik Zuzu pada Didin yang terdengar oleh saudara-saudaranya yang lain.

"Maantap!" Seru Didin bersemangat.

"Ayo kita sarapan," kata bu Ariah sambil meembawa sepiring nasi ke hadapan mereka.

Akhirnya, dengan nasi yang hanya sedikit itu, mereka santap dengan lahap meski itu sama sekali tidak mengenyangkan. Setidaknya, hanya bisa mendiamkan perut mereka yang keroncongan terus menerus.

"Bu. Ibu tidak makan?"" Tanya Zuzu melihat ibunya yang hanya menatap mereka.

Netranya berkaca-kaca. Bahkan sepertinya sebentar lagi air mata di pelupuknya akan segera jatuh.

***

Siang pukul satu.

“Idah, Didin. Kita cari ikan yah di sawah habis ini,” ajak bu Ariah pada Zuzu dan Didin.

“Ayo Bu,” mereka bersemangat.

JDERRR!!!

Tiba-tiba dengan sangat kencang suara petir menggelegar memekakkan telinga.

"Buuu..." Mereka berteriak melihat ke arah bu Ariah

"Takut Buuu," Didin hampir menangis.

"Tidak apa-apa. Itu petir penutup hujan," kata bu Ariah menenangkan kami.

Selagi langit mulai cerah, bu Ariah bersama dua anaknya berangkat ke sawah. Sampainya mereka di sawah, bu Ariah mulai mencari ikan di bawah tanah sawah yang sudah dipanen. Sedangkan Zuzu dan Didin asyik bermain tanah liat di jalanan. Sesekali hujan turun membasahi mereka, namun mereka tetap tidak berteduh demi mendapatkan ikan untuk mereka bawa pulang.

“Tong, sini embernya Tong,” pinta bu Ariah pada Didin.

“Iya Bu,” sahut Didin bersemangat melihat ibunya telah mendapatkan ikan di tangannya.

Beberapa menit kemudian, rintik gerimis masih berjatuhan, perut mereka pun mulai terasa lapar, tapi harus mereka tahan sampai ibu mereka mendapatkan ikan yang cukup untuk satu keluarga.

“Pe… Tape…” seorang pedagang tapai bersepeda melewati mereka.

“Hmmm… Harum ya Dek?” kata Zuzu.

“Iya Teh, harum banget,” timpal Didin.

Mereka pun hanya bisa memandangi pedagang tapai tersebut sampai hilang dari pandangan mereka.

Matahari pun mulai memerah, menunjukkan malam akan segera tiba. Akhirnya mereka pun pulang membawa ikan hasil pencarian mereka seharian.

“Assalamu’alaikum,” ucap Didin pada kakak-kakaknya yang menunggu di rumah.

“Wa’alaikumussalam,” jawab kakak-kakaknya yang sudah sangat kelaparan.

“A ini A, Ibu dapet ikan banyak,” katanya sumringah sambil menunjukkan ember kecil berisikan ikan-ikan.

“Wah… Alhamdulillah,” ucap mereka senang.

“Rah, Sudah masak belum?” tanya bu Ariah pada Mirah.

“Belum Bu. Tidak ada berasnya,” jawab Mirah.

“Coba pinjem dulu ke tetangga atau ke tukang beras,”

“Iya Bu,” Mirah pun bergegas mencari pinjaman beras.

Beberapa menit kemudian. Mirah kembali tanpa membawa apapun.

“Bu, tidak ada yang punya Bu,” kata Mirah dengan raut wajah sedih.

Bu Ariah diam.

“Yasudah, masak saja ikan-ikan ini,” kata bu Ariah.

“Tapi bumbunya juga tidak ada Bu,”

Bu Ariah kembali tersiam menahan sesuatu di hatinya.

“Direbus saja kalau gitu,” titahnya.

“Iya Bu.”

Akhirnya Mirah pun segera memasak ikan-ikan tersebut dengan cara merebusnya dan hanya ditambahkan garam satu satunya bumbu dapur yang tersisa.

Rebusan ikan pun sudah matang. Mirah pun membawanya pada ibu dan adik-nya. Setelah ikan itu diletakkan di karpet, mereka semua bersiap berjongkok mengelilingi ikan rebus masakan kakak sulung mereka.

“Yasudah, kita makan saja ikan ini tanpa nasi ya,” kata bu Ariah.

“Bismillahirrahmanirrahim,” ucap mereka berbarengan.

Mereka pun mulai mencubiti ikan-ikan tersebut dan memakannya dengan lahap.              

***

Musim hujan berganti cerah. Biasanya, akan ada banyak buah durian dan rambutan setelah musim hujan.

Zuzu melihat ayah tetangganya pulang memikul keranjang buah-buahan setelah berjualan buah durian dan rambutan di kota. Zuzu melirik kearah keranjang tersebut dan melihat beberapa ikat rambutan dan durian di dalamnya. Ia hanya memandanginya dengan penuh harap agar bisa memakannya Bersama saudara-saudaranya, namun, abah dan ibu mereka tidak mampu untuk membelinya.

"Abah bawa rambutan!" Seru seorang anak tetangga Zuzu yang terdengar ke telinganya.  Ia hanya bisa menelan saliva menahan keinginannya pada buah-buah itu.

Beberapa saat kemudian, tetangga mereka membuang kulit-kulit rambutan dan durian itu di halaman samping rumah mereka. Dan Zuzu pun bergegas untuk memunguti kulit-kulit itu dan menggondolnya menggunakan bajunya lalu pergi ke dalam rumah.

“Deeek… Ada rambutan niiih,” kata Zuzu pada keempat saudaranya yang berada di dalam rumah.

Keempat saudaranya pun berkumpul membentuk lingkaran. Zuzu mulai membuka sebongkah kulit rambutan dan durian di tengah-tengah mereka. Mereka begitu sangat senang bisa menikmati rambutan dan durian meski hanya sisa-sisa yang menempel di kulit buah tersebut.

***

Hari telah berganti. Kini saatnya Aman mendapat Borongan kerja sebagai petani. Beberapa sawah milik orang-orang kaya telah siap untuk dipanen oleh Aman dan kawan-kawannya.

Rasanya senang sekali jika musim panen padi tiba. Mereka sekeluarga bisa memakan nasi sepuasnya.

“Abah… Abah bawa apa Bah?” sambut Didin melihat abah pulang membawa plastik hitam di tangannya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terpaksa Menikahi Sang Jawara   Chapture 16

    Zuzu hanya diam di sepanjang perjalanan.“Zu?” suara Rasyid terdengar terhalang oleh helm.“Ya Pak?”“Loh ko masih Pak manggilnya?”“Aku harus panggil apa dong?”“Mas saja,”“Oke,”“Kita cari perumahan di daerah sini ya?”“Terserah Mas saja,”“Oke kalau gitu,”Motor yang mereka tumpangi itu berbelok membawa mereka ke sebuah perumahan elit yang katanya tak jauh dari kantor Rasyid.“Villa Mas Garden,” Zuzu membaca tulisan tersebut yang tertulis di sebuah batu besar yang menyambut kedatangan sepasang pengantin baru itu.Rasyid pun berhenti di sebuah pos, bukan untuk bertanya pada security, melainkan untuk menelpon seseorang.“Halo Pak Raka?” ucap Rasyid di samping Zuzu.“Saya sudah ada di Villa ni Pak. Saya akan mengambil satu rumah untuk istri baru saya,”“Wahaha. Mantap sekali Pak Rasyid ini. Oke-oke. Pilih saja mana yang mau. Nanti karyawan saya yang kesana untuk mengurus kontraknya,”“Baik Pak Raka. Terimakasih banyak,”Sambungan itu terputus.Mereka kembali menaiki motor dan melihat

  • Terpaksa Menikahi Sang Jawara   Chapture 15

    Pukul sebelas siang, Rasyid Dan Zuzu sudah berada di kediaman Zuzu. Semua mata tertuju pada siapa yang datang bersama Zuzu. Tak jarang para tetanga bertanya-tanya tentang siapa pria gagah bersih yang singgah di rumah Zuzu, si kembang desa itu.“Assalamu’alaikum Bah, Ibu?” ucap Zuzu di depan pintu.“Wa’alaikumussalam, Zu? Ada apa ko tiba-tiba pulang?” jawab Bu Ariah terkejut. Matanya memperhatikan pria tampan di belakang Zuzu.“Ini Bu. Pria yang mau menikahi Zuzu katanya,” celetuk Zuzu dengan polosnya.Benar saja, kepolosan Zuzu itu mendapat reaksi terkejut di wajah bu Ariah.“Maksudnya bagaimana Zu?” tanya bu Ariah terheran. “Masuk dulu sini, masuk Tong,” bu Ariah mempersilahkan terlebih dahulu.“Tunggu dulu disini ya, Ibu mau manggil Abah,” bergegas bu Ariah memanggil putranya untuk memanggil pak Aman.Beberapa menit kemudian, abah sudah datang dan duduk di hadapan Rasyid.Dengan percaya diri Rasyid menyampaikan maksud kedatangannya ke kampung halaman Zuzu.“Begini Pak. Saya sudah la

  • Terpaksa Menikahi Sang Jawara   Chapture 14

    Malam pun tiba, Zuzu telah selesai merapikan warung selepas maghrib tadi. Pakaian bagus telah ia kenakan dengan sempurna, rambut Panjang tergerai sampai bawah punggung, membuat parasnya terpancar begitu indah.Suara motor terdengar begitu gagah, berhenti di depan rumah.TIN…Suara klakson dibunyikan tanda pria itu sudah siap akan membawanya ke tempat yang belum pernah sama sekali ia pijak.Zuzu segera keluar menemui pria itu. Seketika waktu melambat, pandangan Rasyid begitu intens memandangi pesona Zuzu yang bak orang Belanda.“Ayo Pak,” Zuzu menegur.“Ayo,”Mereka segera berlalu dengan kecepatan tinggi. Tak ada obrolan selama diperjalanan, Rasyid dengan sangat fokus menyetir hingga mereka sampai pada tujuan hanya dengan waktu lima belas menit.Rasyid melangkah begitu saja menuju pintu utama mall, diikuti dengan Zuzu dibelakangnya.“Pak Rasyid?” seseorang tiba-tiba menyapa Rasyid dari belakang.“Eh Pak,” sahut Rasyid membalikkan tubuh menyalami pria berjaz yang ditemuinya itu.“Gimana

  • Terpaksa Menikahi Sang Jawara   Chapture 13

    Zuzu melihat isi harves yang ia terima. Ada sebuah kain berwarna cream didalamnya.“Anggap saja ini permintaan maaf saya karena tidak menepati janji saya untuk mengantarkan kamu,” kata Rasyid.“Tidak usah seperti ini Pak. Saya tidak mau Pak,” tolak Zuzu.“Tidak apa-apa. Ini sebagai awal kita mengenal oke?” Rasyid memaksa.Zuzu hanya terdiam, kemudian ia berlalu meninggalkan Rasyid dan masuk kedalam rumah.Senyum Rasyid merekah saat Zuzu menerima hadiah darinya. Sungguh ia ingin sekali mengenal lebih dekat dengan gadis cantik itu.‘aku harus bisa mendapatkannya’ Rasyid menetapkan dalam hati.Tak lama kemudian bi Jumroh keluar dari rumah membawa panci kecil.“Mpok,” panggil Rasyid dengan semangat membara.“Apa?” sahut bi Jumroh.“Saya ingin menikahi Zuzu Pok,” katanya tanpa basa basi.“Istrimu kan sudah banyak,” sergah bi Jumroh.“Tapi saya cinta sama dia Pok. Tolong sampaikan pada Zuzu. Saya ingin serius sama dia,” katanya bersikeras memohon pada bi Jumroh.“Iya nanti tak sampein,” kat

  • Terpaksa Menikahi Sang Jawara   Chapture 12

    “Adara sakit Mas sudah tiga hari. Pihak pondok mengizinkan Adara pulang untuk mendapat perawatan dirumah,” beber Arum.“Mas besok ada perlu di perbatasan kota. Nanti biar Bima yang menjemput Adara ya?” ujar Rasyid seraya mengeluarkan ponsel di sakunya, segera menghubungi Bima, keponakannya.“Halo Bim?” ucapnya.“Iya Om?” sahut Bima dari balik saluran.“Besok bisa jemput Adara jam 9 pagi di pondok?”“Bisa Om bisa,”“Tidak kuliah besok?”“Kebetulan masuk siang Om,”“Oke kalau begitu, terimakasih ya?”“Iya Om aman,”Ia taruh benda pipih itu di meja, ia kembali bersantai menikmati cemilan yang disuguhkan Arum.“Besok langsung saja dibawa kerumah sakit, siang kalau Mas sudah beres urusan, Mas antar,” katanya sambil mengeluarkan dompet tebal miliknya.“Ni jaga-jaga kalau ada keperluan lain,” Rasyid memberikan lima lembar uang merah untuk Arum.“Baik Mas kalau begitu,”Tililit... Tililit..Sekar. Nama yang terpampang di layar ponsel. Membuat Arum seketika malas dengan suasana itu, Sekar sela

  • Terpaksa Menikahi Sang Jawara   Chapture 11

    Tililit...Ponsel Rasyid kembali berdering.‘feelingnya kuat sekali istri pertamaku ini’ gumamnya membaca sebuah nama di layar ponselnya.“Halo?” sapanya.“Mas dimana sekarang?” tanya wanita itu tanpa bas abasi.“Ini mau bertemu dengan ketua perhubungan, ada apa?” jawab Rasyid.“Setelah itu bisa pulang tidak Mas? Penting sekali,” rengek wanita itu.“Oke Mas akan segera pulang,”**“Rasyid, Mall Indah Cipinang yang sedang dibangun itu masuk perbatasan Jakarta. Dilaporkan pada saya bahwa pagar Pembangunan akan melewati batas tersebut. Tolong amankan dan bereskan pada atasannya,” ujar ketua perhubungan.“Sebelumnya saya sudah mewanti-wanti pada bosnya Pak, bahwa luas Pembangunan tidak semestinya keluar dari perbatasan. Mungkin ada sistem yang lalai dari mereka,” jelas Rasyid.“Tangani ini secepat mungkin sebelum terlanjur Pembangunan!” perintah sang ketua.“Baik Pak, saya akan bertemu atasannya,” kata Rasyid kemudian berpamitan pada sang ketua.‘ada-ada saja masalah proyek ini’ umpatnya

  • Terpaksa Menikahi Sang Jawara   Chapture 10

    “Itu mau dibangun kantor Neng, gak tahu tapi kantor apa,” kata bi Jumroh menjelaskan.Pemandangan baru yang belum pernah ia dapati di desa. Melihat para pegawai memakai seragam kerja dan helm proyek, ada yang mengangkut bata menggunakan grobak besi, serta ada yang bergelayut tinggi di atas Gedung mengerjakan pekerjaannya masing-masing.‘ini benar-benar kota’ gumamnya dalam hati mengembangkan senyum dibibir manisnya.Di sisi lain Gedung, ada tiga orang Tengah berbincang, sepertinya mereka adalah orang-orang dibalik Pembangunan Gedung ini. Terlihat dari penampilannya yang berbeda dari pekerja di sekelilingnya.“Neng, sebentar lagi mereka masuk jam istirahat. Pasti mereka pada kesini untuk istirahat,” kata bi Jumroh memecah perhatiannya pada tiga orang tersebut.Zuzu segera menyiapkan apa saja yang diperintah oleh bi Jumroh.“Bi, kopi itemnya satu ya,” kata seseorang yang Zuzu lihat tadi.Pria tegap berperawakan tinggi sekal berpakaian seragam dinas berwarna khaki.‘diantara tiga pria ke

  • Terpaksa Menikahi Sang Jawara   Chapture 9

    Sesuatu telah menembus jantungnya, dan menghancurkannya secara berkeping-keping.“Sampai sini saja Pelajaran kita, ada yang ingin ditanyakan?” kata Riza menyudahi jam pelajarannya.“Masih lima belas menit lagi Gus,” sahut santriwati yang ingin berlama-lama diajar oleh Riza.“Maaf saya harus segerapergi, ada urusan mendadak yang tidak bisa ditinggalkan,” katanya beralasan.Tanpa lama, akhirnya Riza pun kembali ke Ndalem dengan keresahan atas kepergian gadis impiannya.“Bu?” panggil Riza pada sang Ibu yang sedang membaca kita fiqih di meja belajarnya.“Hm?” sahut bu nyai Azah yang masih focus pada bacaannya.“Kemari nada santri yang pamit pulang kah Bu?”“Iya ada dua santri,” bu nyai masih tetap tak menoleh pada Riza.“Siapa?”“Ujang sama Zuzu,”Riza langsung membawa dirinya ke kamar, tak menghiraukan ibunya lagi setelah ia mendapatkan informasi jelas tentang gadis itu. Bu nyai pun menoleh dengan keanehan putranya setelah ia menyebut nama itu.“Assalamu’alaikum?” ucap kyai Agil yang bar

  • Terpaksa Menikahi Sang Jawara   Chapture 8

    DEGGadis putih seperti keju itu ternyata duduk tepat di depan pintu, membuat matanya dengan mata Riza intens saling beradu pandang.“Sampeyan dulu maju,” seru santriwati saling mendorong.“Gak mau ah, sampeyan lah sana yang sudah lulus Al-Fatihah,” timpal yang lain.Kegiatan mengaji malam itu berjalan dengan lancer, Riza mampu mengatasi rasa gugupnya menghadapi santriwati dalam jarak dekat.**Tiga bulan sudah Zuzu menahan perih kesulitan finansialnya dipondok, akhirnya Zuzu memutuskan untuk berpamit kembali ke kampung halaman. Berat melangkah izin ke rumah pengasuh, membawa sebongkah baju-baju yang ia gendong di pundak.“Zu,” panggil Imah yang sudah berderaian air mata.“Kalian harus semangat ya ngajinya,” pesan Zuzu pada Imah dan Titi yang sudah sembab menangis sejak menemaninya mengemas barang-barang.Mereka menangis sejadi-jadinya, saling berpelukan menumpahkan segala asa dan romansa yang pernah terjadi dalam persahabatan mereka dipondok ini.“Maafin aku ya Mah, Ti, kalau banyak

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status