Terpaksa Menjadi Wanita Malam
"Ini bayaran untukmu. Terima kasih sudah mau menemaniku," ucap pria yang baru saja menyewa jasaku.
"Oke, terima kasih juga buat tipsnya malam ini."
Aku menghitung lembaran uang merah yang ia tinggalkan di nakas samping tempat tidur. Laki-laki itu pergi setelah mendapat apa yang ia inginkan. Aku juga mendapat apa yang kubutuhkan. Uang.
Ya, uang. Siapa yang tidak suka dengan benda yang namanya uang. Dia begitu mengoda siapa saja yang tengah menggenggamnya. Bahkan bisa khilaf bila tak bisa menahan diri karena memilikinya.
Aku merapikan baju kembali. Memoles wajah yang make up yang sudah tak karuan. Segera kutelepon ojek langganan yang biasa mengantar jemput ketika aku pergi.
**
"Matur suwun, Pak. Ini upah Bapak hari ini," ucapku pada lelaki sepantaran bapakku. Ia menerimanya dengan suka cita.
"Nanti malam jemput di jam seperti biasa ya, Pak!" ucapku mengingatkan.
"Nggeh, Mbak Ayu."
Begitulah dia memanggilku, Mbak Ayu. Kata beliau aku sangat cantik karena itulah ia memanggilku Mbak Ayu. Lelaki tua, yang hingga saat ini masih setia dengan sang istri walau ia tak bisa memberikannya seorang anak. Kadang itu membuatku iri pada istrinya, karena mempunyai suami yang baik seperti Pak Saman.
**
"Ibu ...."
Terdengar suara lengkingan kecil gadis mungilku. Naina.
"Halo Cah Ayu. Sudah mau berangkat sekolah ya anak Ibu?" tanyaku padanya. Ia sudah terlihat rapi dengan seragam taman kanak-kanak.
"Sudah dong, bentar lagi Naina mau berangkat sama Mbah Nur," ucapnya riang. Bulek Nur adalah adik dari mendiang bapak, yang sejak kecil sudah merawatku saat ditinggal kerja oleh bapak.
Di mana ibuku? Sampai saat ini aku tak tau dimana dia berada. Ibu yang seharusnya mendekapku hangat. Tapi malah lebih memilih pergi bersama lelaki yang telah merebut ibu dari bapak, dia seorang pria kaya. Entah masih hidup atau m*ti. Aku sudah tak peduli.
"Ayo, Nduk Naina! Kita berangkat. Nanti telat lho," ajak Bulek Nur pada Naina.
"Hani, itu Bulek sudah siapkan sarapan buat kamu. Setelah itu baru boleh istirahat. Jangan sampe nggak sarapan, nanti sakit," tambah Bulek Nur lagi.
"Iya Bulek, nanti Hani makan. Titip Naina ya. Terima kasih, selalu ada buat kami." Aku mengusap punggung tangan Bulek Nur.
"Sudah ah, pagi-pagi jangan bikin mewek. Lah wong udah tau bulekmu ini cengeng kok," timpal Bulek Nur, mencairkan suasana yang sedikit haru.
**
Aku bergegas mandi membersihkan diri. Ingin rasanya keluar dari kubangan dosa ini. Tapi ....
Lagi dan lagi, uang membuat aku enggan meninggalkannya. Kerasnya hidup membuat aku buta akan apapun. Tak ada cinta di hatiku selain pada Naina dan Bulek Nur. Dua wanita yang selalu ada bersamaku.
Untuk cinta pada seorang lelaki? Aku sudah tak percaya. Mereka hanya ingin kesenangan sesaat, sama seperti lelaki yang sering memakai jasaku saat ini. Hanya ingin menikmati tub*uhku.
"Bulek, Naina. Aku berjanji akan membuat kalian hidup bahagia. Bagaimanpun caranya," gumamku dalam hati.
Bulek Nur sendiri tak tau jika aku seorang wanita penyedia jasa untuk lekaki kesepian, yang ia tau aku hanyalah seorang karyawan club yang mendapatkan jatah kerja sif malam. Jadi ia tak pernah memberondongku dengan pertanyaan aneh-aneh saat pulang pagi seperti ini.
Awalnya banyak cibiran yang datang padaku. Tapi balik lagi, kerasnya hidup membuatku kebal akan semua hal seperti itu.
Masih teringat jelas di ingatkan.
"Heh, Hani. Sebaiknya kamu pindah dari kampung ini. Jangan kotori kampung dengan kelakuan bej*tmu itu."
"Apa kamu tidak kasihan memberi anakmu itu makan dengan uang har*m?"
Masih banyak lagi cibiran yang hinggap padaku. Aku tak menyalahkan mereka, karena semua itu benar. Padahal saat itu aku memang hanya seseorang yang bekerja di sebuah club malam. Belum terjerumus pada dunia malam yang sebenarnya.
Tapi lama-lama godaan datang terus menerus. Hingga aku bisa merasakan bekerja tanpa harus bersusah payah, bisa menghasilkan uang yang banyak.
Bermodalkan wajah ayu. Aku bisa menarik pengunjung yang ada di club itu. Hingga para bos besar tak segan membayarku mahal walau hanya sekedar menemaninya minum saja.
Aku masih bisa menjaga diri walau bekerja di dunia malam. Hingga akhirnya malam itu ....
Seorang pria mencekokiku banyak minuman beralkohol hingga aku tak bisa mengontrol apapun yang kulakukan. Tapi ia cukup baik, karena meninggalkanku dengan segepok uang. Dari sanalah aku mulai merasakan manisnya uang.
Hari berganti hari, bulan berganti bulan. Aku sudah memiliki cukup uang untuk membeli rumah secara kredit. Uang tabungan selama ini kukira cukup jika dipakai untuk DP. Sudah mu*k jika harus tinggal di kampung yang orang-orangnya selalu mencemoohku.
Kini rumah yang aku impikan sudah kudapat walaupun hanya rumah kecil. Tapi cukup untuk kami bertiga.
*
Malam harinya.
Aku bersiap untuk berangkat ke tempat bekerja. Di sana aku akan menemui para pengguna jasaku.
"Hai, Hani," sapa seorang teman, ia juga sama sepertiku. Bahkan ia yang mengajariku bagaimana bermain di dunia malam ini.
"Hai Maria," sahutku.
"Ada bos besar, kamu mau nggak?" Tawar Maria padaku.
"Kenapa bukan kamu saja yang ambil?" sahutku. Di sini aku hanya minum orange jus. Jujur sebenarnya tak begitu suka alkohol, kalo bukan karena pekerjaan aku juga tak akan mau. Lagi-lagi semua ini terpaksa kulakukan demi uang. Demi uang kurela menjadi wanita malam.
Akhirnya aku menemui bos yang di ceritakan oleh Maria. Ia sedang menunggu di sebuah private room.
"Selamat malam, Tuan," sapaku ramah. Karena lampu temaram aku tak terlalu melihat wajahnya.
Ia bangkit dan mendekatiku. Saat kami berhadapan nampak jelas wajah seorang yang amat aku kenal.
"Kamu ...?" Aku terperanjat melihat sosok yang ada di depanku.
Terpaksa Menjadi Wanita Malam 2"Ngapain kamu disini? Oh, jadi ternyata kamu sekarang jadi pelac*r?" ucapnya dengan sinis. "Bukan urusanmu." Aku berusaha pergi dari ruangan ini. Tapi tanganku dicekal. "Lalu kenapa kamu sendiri juga di sini? Bukankah kamu sudah menikah dengan anak orang kaya? Oh, ya. Pasti di sini kamu hanya ingin menghamburkan uang milik istrimu bukan?" Cibirku tak mau kalah. Kutatap matanya dengan penuh amarah. Ternyata bos yang dikatakan oleh Maria adalah Aldo. Laki-laki yang sudah menghancurkan semua impianku juga almarhum bapak.Aku hendak melangkah meninggalkan ruangan itu. Malas rasanya jika harus menemani orang sepertinya."Tunggu, Hani! Aku sudah membayarmu mahal pada Maria. Jadi kamu harus tetap di sini." Tanganku masih ditahan agar tak bisa pergi."Tak sudi aku makan dari uangmu," tekanku lagi padanya."Jangan jual mahal! Dulu kamu mau melakukan itu dengan suka rela. Kini aku membayarmu mahal. Tapi kau tolak. Sombong sekali." Aldo terus memojokkan aku."D
Terpaksa Menjadi Wanita Malam 3Aku memutuskan pulang lebih awal. Moodku hari ini begitu jelek. Aku menelepon Pak Saman juga tak di angkat. Mungkin ia sedang terlelap, jarena jarum jam sudah menunjukkan pukul dua dini hari.Berjalan sendiri menunggu taksi yang lewat. Tak lupa kupakai jaket tebal yang biasa kubawa setiap hari. Walaupun aku seorang wanita malam penyedia jasa. Tapi aku masih memakai pakaian yang sopan saat di luar club. Beda halnya jika di dalam club. Mungkin orang akan tercengang melihat menampilkan saat di sana.Dini hari sepertinya akan susah mendapatkan taksi atau ojek, karena lelah, aku duduk di halte tak jauh dari club.Tiba-tiba. Ada sebuah sepeda motor berhenti di depanku."Maaf, Mbak. Sedang apa dini hari seperti ini duduk di situ?" tanya pria yang duduk di atas motor. Ia menyandarkan motornya lalu turun mendekatiku.Ada rasa takut jika laki-laki itu akan berbuat jahat padaku. Akan kuhajar dia jika berani macam-macam. Untung saja dulu aku pernah belajar bela dir
Terpaksa Menjadi Wanita Malam 4"Tumben sudah pulang, Nduk? Biasanya pagi," tanya Bulek Nur. Ia masih memakai mukenanya. Mungkin baru saja sholat malam.Salat. Kapan terakhir aku melakukannya? Aku sendiri sudah lupa. Orang sepertiku ini apa masih pantas menjalankan ibadah? Apa akan di terima oleh Tuhan?"Iya Bulek. Aku sedang tak enak badan. Jadi ijin pulang," ucapku berbohong pada Bulek Nur. Sebenarnya bukan tak enak badan, tapi tak enak hati saat bertemu dengan Aldo.Kuharap suatu saat aku akan meninggalkan dunia ini. Hidup normal dan bahagia bersama Naina dan bulek Nur.Pasangan hidup, mungkin aku tak membutuhkannya. Aku sudah bisa mencari uang sendiri. Lagipula pernikahan hanya akan mengikatku.Aku sudah tak percaya akan cinta. Cinta saat ini bisa digadai dengan uang dan materi.Aldo saja pergi meninggalkanku demi menikah dengan wanita kaya, bahkan ia tak mau mengakui adanya Naina. Sedangkan ibu. Ia juga hanyut dengan bujuk rayu lelaki kaya.Kadang aku berharap jika kelak bisa men
Terpaksa Menjadi Wanita Malam 5"Duduklah ....!" Lelaki itu menyuruhku duduk."Oke," sahutku kemudian."Siapa namamu, tadi?" Ia mulai meminum minuman yang ia pegang. Orange jus? Tumben sekali ada lelaki hidung belang yang tidak memesan minuman beralkohol."Hani, Tuan," jawabku lagi."Kita bisa keluar?" Laki-laki ini terlihat dingin. Bicara saja singkat sekali."Oke, tapi nanti KTP tuan difoto dan di kirim ke Maria. Itu sudah menjadi peraturan di sini," jelasku padanya.Ia langsung mengambil KTPnya. Lalu meminta ponselku."Sini ponselmu. Foto saja, lalu kirim ke Maria," ucapnya masih dingin.Tidak bisa membayangkan jika malam ini aku akan menghabiskan waktu bersama pria dingin ini.Aku memotret KTP miliknya. Lalu kukirim pada Maria. Ini semua di lakukan untuk berjaga-jaga. Jika ada hal-hal yang tak di inginkan terjadi padaku atau pekerja lainnya.Maria adalah salah satu orang kepercayaan pemilik club ini, kami yang bekerja ada di bawah kendalinya. Semua pekerja jasa dibawa keluar jika
Terpaksa Menjadi Wanita Malam. 6Aku memperbaiki posisi duduk. Mendengarkan setiap perkataan tuan Alex dengan seksama."Lalu apa yang harus saya lakukan, Tuan?" tanyaku penasaran."Kamu cukup menemaniku ngobrol. Aku masih setia pada satu wanita. Tak mungkin aku menyentuh perempuan lain yang bukan milikku?" Apa maksudnya? Jadi buat apa ia membayarku mahal jika tidak untuk melayaninya?"Lalu, kenapa Tuan memberiku yang dua puluh juta?" Aku masih bingung dengan tamuku malam ini."Seperti yang sudah aku katakan tadi. Apapun yang kita lakukan malam ini harus menjadi rahasia kita berdua. Tidak ada yang boleh tau," papar Tuan Alex sambil meneguk minuman soda yang baru ia ambil di lemari pendingin."Saya mengerti, Tuan. Semua identitas tamu saya, bisa dirahasiakan," ucapku menyakinkan.Tuan Alex kembali duduk, kini ia ada di hadapanku, hanya ada meja yang membatasi kami. Lalu ia pun mulai bercerita."Aku adalah seorang pengusaha sukses di kota ini. Apapun bisa kubeli. Uang tak jadi masalah.
Terpaksa Menjadi Wanita Malam 7Aku bergegas mengambil tas dan segera pergi untuk melihat keadaan Naina."Tunggu ...." Tuan Alex mencegahku untuk pergi."Ada apa lagi, Tuan?" tanyaku buru-buru."Di bawah ada mobil yang sedang menunggu. Mobil itu akan mengantarkanmu pulang. Lagipula akan lebih cepat sampai di rumah daripada kamu harus menunggu taksi yang lewat," ucapnya perhatian.Baru kali ini ada laki-laki yang memperlakukanku layaknya wanita terhormat. Ia tak sedikitpun menyentuhku, bahkan kini ia menyediakan mobil untuk mengantarkan aku pulang. "Terima kasih, Tuan. Anda terlalu baik. Aku tak akan pernah lupa kebaikanmu." Aku berjalan keluar meninggalkan kamar Tuan Alex yang begitu mewah.Benar saja, di bawah sudah ada mobil yang sedang menunggu. "Mbak Hani?" tanya sopir itu memastikan."Iya, Pak," sahutku cepat."Silakan masuk, saya supir Tuan Alex. Beliau meminta saya mengantar Anda untuk pulang kerumah." Sopir itu dengan santun membukakan pintu untukku. Seolah aku seorang putr
Terpaksa Menjadi Wanita Malam 8"Sudah kubilang, siapa dia dan apapun yang kulakukan itu semua bukan urusanmu," ucapku tegas. Aku melangkah pergi meninggalkan lelaki pengec*t itu.Namun tanganku di cekal olehnya."Apa dia anakku?" tanya Aldo kembali.Kini dia bertanya tentang anak. Kemana saja saat dulu aku meminta ia untuk bertanggung jawab atas perbuatannya? Ia malah pergi menghilang dan memilih menikah dengan anak orang kaya. Tapi aku senang. Naina tak tau jika ayahnya adalah seorang pengec*t. Bahkan tak mengakui keberadaan Naina kala itu. Kini ia bertanya tentang anak. "Kalo aku jawab bukan, kamu mau apa?""Aku tau kamu tak menggugurkan kandunganmu. Menurut orang kampung kalian pindah rumah setelah warga tahu kamu hamil di luar nikah," ucapnya seolah tak bersalah atas semua yang telah menimpaku juga keluargaku."Oh, jadi kamu punya mata-mata untuk mengintai kami," ucapku menyindir."Tinggal jawab iya atau tidak, susah banget sih kamu, Han," ucapnya dengan nada mulai tinggi."Ini
Terpaksa Menjadi Wanita MalamPart 9POV tiga."Mas, aku punya kabar kurang baik." Terlihat wajah istri Aldo yang sedikit murung dan sedih."Kabar apa, Sayang?" tanya Aldo. Ia mengajak sang istri untuk duduk disalah satu kursi tunggu di koridor rumah sakit.Tak menjawab, tapi isak tangis terdengar dari bibir istri Aldo."Sebenarnya ada apa? Kenapa kamu malah menangis?" Aldo makin cemas pada istrinya. Walaupun mereka menikah karena perjodohan tapi Aldo sayang pada istrinya, hanya sekedar sayang bukan cinta. Cinta Aldo masih tersimpan utuh pada seorang gadis yang telah ia sakiti. Hani Hapsari."Ada masalah dengan rahimku, dan--." Istri Aldo makin terisak."Aku akan sulit punya anak, Mas," imbuhnya lagi. Aldo bergeming. Benarkah ini karma untuknya."Mas, kamu masih mau tetap hidup bersamaku bukan? Kamu nggak akan pergi meninggalkanku cuma gara-gara aku nggak bisa memberimu anak," kata sang istri sambil menggenggam tangan Aldo yang kelihatan masih tak percaya bahwa seumur hidupnya ia tak