Share

Terpaksa Menjadi Wanita Malam
Terpaksa Menjadi Wanita Malam
Penulis: Yusiriana90

Club Malam

Terpaksa Menjadi Wanita Malam

"Ini bayaran untukmu. Terima kasih sudah mau menemaniku," ucap pria yang baru saja menyewa jasaku.

"Oke, terima kasih juga buat tipsnya malam ini."

Aku menghitung lembaran uang merah yang ia tinggalkan di nakas samping tempat tidur. Laki-laki itu pergi setelah mendapat apa yang ia inginkan. Aku juga mendapat apa yang kubutuhkan. Uang. 

Ya, uang. Siapa yang tidak suka dengan benda yang namanya uang. Dia begitu mengoda siapa saja yang tengah menggenggamnya. Bahkan bisa khilaf bila tak bisa menahan diri karena memilikinya.

Aku merapikan baju kembali. Memoles wajah yang make up yang sudah tak karuan. Segera kutelepon ojek langganan yang biasa mengantar jemput ketika aku pergi.

**

"Matur suwun, Pak. Ini upah Bapak hari ini," ucapku pada lelaki sepantaran bapakku. Ia menerimanya dengan suka cita.

"Nanti malam jemput di jam seperti biasa ya, Pak!" ucapku mengingatkan.

"Nggeh, Mbak Ayu."

 Begitulah dia memanggilku, Mbak Ayu. Kata beliau aku sangat cantik karena itulah ia memanggilku Mbak Ayu. Lelaki tua, yang hingga saat ini masih setia dengan sang istri walau ia tak bisa memberikannya seorang anak. Kadang itu membuatku iri pada istrinya, karena mempunyai suami yang baik seperti Pak Saman.

**

"Ibu ...." 

Terdengar suara lengkingan kecil gadis mungilku. Naina.

"Halo Cah Ayu. Sudah mau berangkat sekolah ya anak Ibu?" tanyaku padanya. Ia sudah terlihat rapi dengan seragam taman kanak-kanak.

"Sudah dong, bentar lagi Naina mau berangkat sama Mbah Nur," ucapnya riang. Bulek Nur adalah adik dari mendiang bapak, yang sejak kecil sudah merawatku saat ditinggal kerja oleh bapak. 

Di mana ibuku? Sampai saat ini aku tak tau dimana dia berada. Ibu yang seharusnya mendekapku hangat. Tapi malah lebih memilih pergi bersama lelaki yang telah merebut ibu dari bapak, dia seorang pria kaya. Entah masih hidup atau m*ti. Aku sudah tak peduli.

"Ayo, Nduk Naina! Kita berangkat. Nanti telat lho," ajak Bulek Nur pada Naina.

"Hani, itu Bulek sudah siapkan sarapan buat kamu. Setelah itu baru boleh istirahat. Jangan sampe nggak sarapan, nanti sakit," tambah Bulek Nur lagi.

"Iya Bulek, nanti Hani makan. Titip Naina ya. Terima kasih, selalu ada buat kami." Aku mengusap punggung tangan Bulek Nur.

"Sudah ah, pagi-pagi jangan bikin mewek. Lah wong udah tau bulekmu ini cengeng kok," timpal Bulek Nur, mencairkan suasana yang sedikit haru.

**

Aku bergegas mandi membersihkan diri. Ingin rasanya keluar dari kubangan dosa ini. Tapi ....

Lagi dan lagi, uang membuat aku enggan meninggalkannya. Kerasnya hidup membuat aku buta akan apapun. Tak ada cinta di hatiku selain pada Naina dan Bulek Nur. Dua wanita yang selalu ada bersamaku.

Untuk cinta pada seorang lelaki? Aku sudah tak percaya. Mereka hanya ingin kesenangan sesaat, sama seperti lelaki yang sering memakai jasaku saat ini. Hanya ingin menikmati tub*uhku.

"Bulek, Naina. Aku berjanji akan membuat kalian hidup bahagia. Bagaimanpun caranya," gumamku dalam hati.

Bulek Nur sendiri tak tau jika aku seorang wanita penyedia jasa untuk lekaki kesepian, yang ia tau aku hanyalah seorang karyawan club yang mendapatkan jatah kerja sif malam. Jadi ia tak pernah memberondongku dengan pertanyaan aneh-aneh saat pulang pagi seperti ini.

Awalnya banyak cibiran yang datang padaku. Tapi balik lagi, kerasnya hidup membuatku kebal akan semua hal seperti itu. 

Masih teringat jelas di ingatkan.

"Heh, Hani. Sebaiknya kamu pindah dari kampung ini. Jangan kotori kampung dengan kelakuan bej*tmu itu."

"Apa kamu tidak kasihan memberi anakmu itu makan dengan uang har*m?"

Masih banyak lagi cibiran yang hinggap padaku. Aku tak menyalahkan mereka, karena semua itu benar. Padahal saat itu aku memang hanya seseorang yang bekerja di sebuah club malam. Belum terjerumus pada dunia malam yang sebenarnya.

Tapi lama-lama godaan datang terus menerus. Hingga aku bisa merasakan bekerja tanpa harus bersusah payah, bisa menghasilkan uang yang banyak. 

Bermodalkan wajah ayu. Aku bisa menarik pengunjung yang ada di club itu. Hingga para bos besar tak segan membayarku mahal walau hanya sekedar menemaninya minum saja.

Aku masih bisa menjaga diri walau bekerja di dunia malam. Hingga akhirnya malam itu ....

Seorang pria mencekokiku banyak minuman beralkohol hingga aku tak bisa mengontrol apapun yang kulakukan. Tapi ia cukup baik, karena meninggalkanku dengan segepok uang. Dari sanalah aku mulai merasakan manisnya uang.

Hari berganti hari, bulan berganti bulan. Aku sudah memiliki cukup uang untuk membeli rumah secara kredit. Uang tabungan selama ini kukira cukup jika dipakai untuk DP. Sudah mu*k jika harus tinggal di kampung yang orang-orangnya selalu mencemoohku.

Kini rumah yang aku impikan sudah kudapat walaupun hanya rumah kecil. Tapi cukup untuk kami bertiga. 

*

Malam harinya. 

Aku bersiap untuk berangkat ke tempat bekerja. Di sana aku akan menemui para pengguna jasaku.

"Hai, Hani," sapa seorang teman, ia juga sama sepertiku. Bahkan ia yang mengajariku bagaimana bermain di dunia malam ini.

"Hai Maria," sahutku. 

"Ada bos besar, kamu mau nggak?" Tawar Maria padaku.

"Kenapa bukan kamu saja yang ambil?" sahutku. Di sini aku hanya minum orange jus. Jujur sebenarnya tak begitu suka alkohol, kalo bukan karena pekerjaan aku juga tak akan mau. Lagi-lagi semua ini terpaksa kulakukan demi uang. Demi uang kurela menjadi wanita malam.

Akhirnya aku menemui bos yang di ceritakan oleh Maria. Ia sedang menunggu di sebuah private room.

"Selamat malam, Tuan," sapaku ramah. Karena lampu temaram aku tak terlalu melihat wajahnya.

Ia bangkit dan mendekatiku. Saat kami berhadapan nampak jelas wajah seorang yang amat aku kenal.

"Kamu ...?" Aku terperanjat melihat sosok yang ada di depanku. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status