Share

Kabar buruk

Terpaksa Menjadi Wanita Malam 8

"Sudah kubilang, siapa dia dan apapun yang kulakukan itu semua bukan urusanmu," ucapku tegas. Aku melangkah pergi meninggalkan lelaki pengec*t itu.

Namun tanganku di cekal olehnya.

"Apa dia anakku?" tanya Aldo kembali.

Kini dia bertanya tentang anak. Kemana saja saat dulu aku meminta ia untuk bertanggung jawab atas perbuatannya? Ia malah pergi menghilang dan memilih menikah dengan anak orang kaya.

Tapi aku senang. Naina tak tau jika ayahnya adalah seorang pengec*t. Bahkan tak mengakui keberadaan Naina kala itu. Kini ia bertanya tentang anak.

"Kalo aku jawab bukan, kamu mau apa?"

"Aku tau kamu tak menggugurkan kandunganmu. Menurut orang kampung kalian pindah rumah setelah warga tahu kamu hamil di luar nikah," ucapnya seolah tak bersalah atas semua yang telah menimpaku juga keluargaku.

"Oh, jadi kamu punya mata-mata untuk mengintai kami," ucapku menyindir.

"Tinggal jawab iya atau tidak, susah banget sih kamu, Han," ucapnya dengan nada mulai tinggi.

"Ini rumah sakit, aku tak mau menjadi tontonan banyak orang, karena aku masih punya malu," kataku sambil melangkah pergi.

"Oh, ternyata seorang wanita malam masih punya malu," ucapnya mulai menyindirku.

Kurang ajar sekali dia. Di saat seperti ini ia malah mengungkit tentang pekerjaan yang aku sembunyikan selama ini. Untung di sini sepi, tak ada orang yang lewat lalu lalang. Aku balik badan dan menghampiri Aldo kembali.

Plak ....

Satu tamparan berhasil mendarat sempurna di pipi Aldo.

"Itu kenang-kenangan untuk laki-laki sepertimu. Dasar pengec*t."

Akhirnya aku benar-benar pergi meninggalkan Aldo. Ia terlihat meringis kesakitan mendapat tamparan dari seorang wanita yang sudah lama memendam luka, hingga tak tahu kapan bisa sembuh?

Malas juga membuang-buang waktu hanya untuk meladeni lelaki yang tak punya nyali. Aku kembali menuju ruang rawat Naina. Aku memilih ruang VIP agar kami lebih memiliki privasi. Untung saja tadi Tuan Alex memberiku uang dua puluh juta.

Ah, hampir saja lupa. Aku punya hutang untuk menemani dan mendengarkan cerita Tuan Alex. Semoga nanti ia menghubungiku kembali.

*

POV Aldo.

Sudah hampir lima tahun aku menikah tapi tak kunjung dikaruniai anak. Istriku cantik, bahkan ia terlihat sempurna. Bagaimana tidak, semua perawatan ia lakukan hanya untuk memanjakan tubuh dan wajahnya. Namun, rumah tangga kami terasa hambar tanpa hadirnya seorang anak.

Apakah ini karma untukku?

Ini mengingatkanku pada seorang perempuan yang dulu kutinggalkan saat ia sedang hamil anakku. Iya, aku yakin dia anakku. Setahuku Hani adalah gadis yang baik, bahkan saat berpacaran dengannya kami tak pernah melakukan hal-hal yang aneh.

Tapi malam itu. Aku seperti orang yang hilang akal. Aku membuat Hani mab*k dengan obat yang sudah kucampur pada minumannya.

Malam itu aku berhasil mengambil sesuatu yang berharga darinya. Benar saja, dia masih per*w*n. Sungguh beruntung aku bisa mendapatkannya dari bunga desa.

Naasnya, ia hamil dan memintaku untuk bertanggung jawab. Dalam hati aku ingin sekali menikahinya. Tapi kedua orang tuaku tak mungkin merestui, karena aku sudah dijodohkan dengan anak dari teman papa.

Teringat dulu dengan susah payah aku mengejar Hani, tapi jahatnya aku setelah mendapatkan semua malah kurusak begitu saja, wanita cantik dan baik itu.

"Hani ...." Aku memanggilnya saat melihat sosok Hani dirumah sakit. Kebetulan aku sedang mengantarkan istri untuk konsultasi tentang program hamil.

"Kamu ... kamu ngapain disini?" tanyanya sinis.

"Kamu sendiri ngapain disini?" Aku balik bertanya.

Lalu tiba-tiba ada seorang suster yang memotong pembicaraan kami dan yang meminta tanda tangan Hani untuk persetujuan tranfusi anaknya.

Rasa ingin tahuku makin besar.

"Apa itu anakmu?"

"Bukan urusanmu." Ia berusaha pergi meninggalkanku.

"Apa dia anakku?" Aku berhasil mencekal lengannya.

Ia tetap tak mau menjawab. Itu membuatku makin penasaran. Seperti apa anakku sekarang? Aku sudah menjadi ayah sejak dulu. Tapi kenapa baru sekarang aku tergerak ingin mencari tahu tentang anak itu? Siapa tadi namanya, Naina?

Perdebatan tak bisa dihindari, hingga aku tak sadar menyebutnya sebagai wanita malam. Pertemuan kami setelah sekian tahun harus bertemu ditempat yang tak semestinya. Di saat aku ingin mencari hiburan tapi malah melihat perempuan masa laluku yang menjadi wanita pengh*b*r di sana.

Plak ....

Satu tamparan berhasil ia layangkan ke pipiku. Perih pasti, tapi kuyakin tak seperih apa yang ia rasakan saat hamil tak ada aku di sampingnya.

Hani meninggalkan aku mematung sendiri.

"Mas, kamu kenapa?" Istriku sudah kembali dari toilet. Beruntung ia tak melihatku bersama Hani.

"Itu pipi kamu merah? Ada apa?" tanyanya lagi cemas.

"Bukan apa-apa, Sayang. Tadi aku jalan nggak lihat-lihat terus nabrak ibu-ibu galak. Aku digampar," elakku padanya. Tak mungkin berterus terang bahwa aku ditampar oleh Hani, ibu dari anakku. Ia hanya menjawab dengan ber'oh' ria.

"Mas, aku ada kabar kurang baik." Kulihat wajah murung pada istri cantikku.

"Kabar apa?"

"Aku ...."

___________

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status