Share

Mempertanyakan anak

Terpaksa Menjadi Wanita Malam 7

Aku bergegas mengambil tas dan segera pergi untuk melihat keadaan Naina.

"Tunggu ...." Tuan Alex mencegahku untuk pergi.

"Ada apa lagi, Tuan?" tanyaku buru-buru.

"Di bawah ada mobil yang sedang menunggu. Mobil itu akan mengantarkanmu pulang. Lagipula akan lebih cepat sampai di rumah daripada kamu harus menunggu taksi yang lewat," ucapnya perhatian.

Baru kali ini ada laki-laki yang memperlakukanku layaknya wanita terhormat. Ia tak sedikitpun menyentuhku, bahkan kini ia menyediakan mobil untuk mengantarkan aku pulang.

"Terima kasih, Tuan. Anda terlalu baik. Aku tak akan pernah lupa kebaikanmu." Aku berjalan keluar meninggalkan kamar Tuan Alex yang begitu mewah.

Benar saja, di bawah sudah ada mobil yang sedang menunggu.

"Mbak Hani?" tanya sopir itu memastikan.

"Iya, Pak," sahutku cepat.

"Silakan masuk, saya supir Tuan Alex. Beliau meminta saya mengantar Anda untuk pulang kerumah." Sopir itu dengan santun membukakan pintu untukku. Seolah aku seorang putri raja, diperlakukan dengan baik dan istimewa.

Selama perjalanan aku berulang kali menghubungi btulek Nur untuk menanyakan keadaan Naina sekarang. Kalo bisa menghilang sudah pasti akan kulakukan.

Jalankan kota nampak begitu lengang. Jarum jam sudah menunjukkan pukul 23.00 membuatku sampai di rumah dengan lebih cepat tanpa harus bermacet-macetan.

"Mbak Hani, saya di minta Tuan Alex menunggu. Siapa tau keberadaan saya nanti dibutuhkan," ucap supir tuan Alex. Lagi-lagi Tuan Alex sudah memikirkan keadaan kedepannya.

"Baik, Pak. Bapak tunggu saja di dalam mobil. Nanti jika saya butuh bantuan, akan memanggil Bapak," kataku cepat. Lalu masuk ke dalam rumah.

*

"Nduk Naina. Anak ibu yang cantik. Kamu kenapa sayang?" Langsung kupeluk tubuh kecilnya. Benar saja demamnya cukup tinggi.

"Bulek, sejak kapan Naina sakit? Tadi pas aku berangkat Naina masih sehat," tanyaku pada Bulek Nur.

"Sudah dari tadi sore. Tapi dia nggak mau ngomong sama bulek. Terus pas mau makan malam, Naina kelihatan lemas. Bulek cek suhu badannya, ternyata sudah demam tinggi. Tadi juga sudah bulek kasih penurun panas, belum terlihat reaksinya," jelas Bulek Nur tak kalah cemas dariku.

"Kita bawa Naina kerumah sakit ya, aku nggak mau kalo terjadi sesuatu sama dia." Bulek Nur mengangguk setuju. Aku keluar rumah, supir Tuan Alex masih menunggu di luar.

"Pak, bisa antarkan kami ke rumah sakit Welas Asih? Anak saya sakit, butuh pertolongan secepatnya," kataku panik.

Entah mengapa, aku bisa santai jika menghadapi masalah yang selalu menghampiriku. Namun tidak pada Naina, ia jantung hatiku. Aku akan panik dan semua jadi kacau karena pikiran yang tak karuan.

Kami menaiki mobil itu menuju rumah sakit. Tubuh Naina masih lemas. Mata Naina sedari tadi hanya terpejam dan tak mau terbuka.

"Haus, Buk," ucap Naina tiba-tiba.

"Kamu mau minum, Nduk?" tanyaku lirih. Ia mengangguk.

Bulek Nur mengambil botol minum yang sudah disediakan olehnya. Naina meminumnya cukup banyak.

"Naina anak kuat, harus sembuh ya!" kataku menghibur.

"Naina nggak apa, Buk. Ibu nggak usah cemas. Naina cuma capek, mau tidur dulu," ucap Naina makin lirih. Tak terasa buliran bening meluncur begitu saja.

"Sedari kecil kamu sudah menjadi anak yang kuat. Sekarang Naina juga harus kuat ya sayang," gumamku seorang diri.

Mobil memasuki area parkiran rumah sakit. Pak supir memarkirkannya tepat di depan pintu UGD.

"Sus, tolong. Anak saya sakit, demamnya tinggi. Tubuhnya juga sangat lemas." Aku menggendong Naina. Lalu datang perawat membawakan brangkar untuk tempat ia berbaring.

"Baik Bu, tunggu di sini ya! Kami akan melakukan pemeriksaan terlebih dahulu," ujar suster yang membantu Naina saat pertama datang. Aku mengangguk paham. Kubiarkan tenaga medis melakukan tugasnya.

*

"Keluarga dari pasien Naina?" kata dokter yang baru saja keluar dari ruang periksa.

"Saya, Dok."

"Begini, Bu. Anak ibu diagnosa sementara adalah gejala DBD. Tapi untuk lebih akurat akan melakukan uji lab darah. Apa ibu setuju?" papar dokter itu.

"Lakukan saja yang terbaik, dok," kataku yakin.

"Baik, silahkan lengkapi administrasi di ruang pendaftaran. Kami akan segera melakukan pemeriksaan lebih lanjut." Dokter itu kembali masuk ruangan.

*

Sudah satu jam kami di ruang UGD. Akhirnya dokter kembali dengan membawa hasil lab darah milik Naina.

"Bu, Naina benar saja mengalami DBD dan harus di lakukan rawat inap. Menurut hasil dari uji serologi IgM-IgG, Naina positif DBD," jelas dokter lagi. Lemas rasanya mendengar itu.

"Saya akan bayar berapapun asal anak saya kembali sehat, Dok," ucapku pasrah.

"Kita akan melakukan tranfusi karena uji lab darah menunjukkan trombosit < 20 ribu dan harus tranfusi," tambah dokter lagi. Apapun itu aku menurut saja demi kebaikan Naina, jantung hati ibu.

Sopir Tuan Alex sudah kuminta untuk pulang. Aku berterima kasih karena sudah diantarkan ke rumah sakit. Sedang Bulek Nur menemani Naina yang sudah dipindahkan ke ruang perawatan. Aku masih sibuk mengurus biaya untuk rawat inap dan biaya tranfusi.

"Hani ..." Aku menoleh untuk melihat siapa yang menyapaku.

"Kamu, ngapain kamu di sini?" ucapku sinis pada lelaki yang mematahkan hatiku. Siapa lagi kalo bukan Aldo.

"Kamu sendiri ngapain disini?"

"Bukan urusanmu," sahutku cuek.

Tiba-tiba suster datang.

"Ibu dari Naina," panggil suster tadi.

"Iya."

"Kami butuh tanda tangannya untuk tindakan tranfusi."

"Baik." Akupun menandatangani apa yang diminta oleh suster.

"Siapa Naina? Apa dia anakmu?" tanya Aldo ingin tahu.

"Sudah kubilang, apapun yang aku lakukan bukan lagi urusanmu," ucapku tegas dan meninggalkan laki-laki pengec*t itu.

Tapi tangganku dicekal kembali.

"Apa dia anakku?"

_________

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status