Share

BAB 4

Bleb bleb bleb

Sylvi meronta sekuat tenaga saat kepalanya dibenamkan ke dalam bak mandi berukuran besar. Namun dua wanita begundal yang memegang lengannya dengan kuat tak membiarkannya begitu saja.

Saat dia hampir kehabisan nafas dan hampir lemas, seorang penjaga tahanan meneriaki mereka dari kejauhan.

"Apa yang kalian lakukan?" teriaknya.

Laki-laki bertubuh lebar yang memakai seragam petugas itu menghampiri mereka. Pintu kamar mandi memang tidak tertutup sehingga memungkinkan penjaga dan para narapidana lainnya bisa melihat kejadian itu dengan jelas.

Sutiwe dan rekan-rekannya segera keluar dari kamar mandi dan meninggalkan Sylvi yang hampir mati lemas.

Sylvi terduduk di lantai kamar mandi yang licin. Dia berusaha memuntahkan air bak mandi yang masuk ke tubuhnya melalui mulut dan hidungnya tadi. Namun karena lemas dan tak bertenaga, dia hanya bisa terbatuk.

"Apa yang terjadi?" bentak penjaga tahanan ke arah Sylvi.

Sylvi yang hampir kehabisan nafas tak bisa menjawabnya dan hanya menunjuk ke arah komplotan wanita begundal yang berada tak jauh dari kamar mandi.

Penjaga tak mengerti apa maksudnya dan mengabaikan kejadian tadi.

"Kamu bersihkan kamar mandi sekarang juga. Sikat yang bersih," ujar penjaga tahanan sambil berlalu meninggalkan kamar mandi.

Sylvi tercengang tanpa kata. Apa dia tidak bisa lihat aku hampir mati lemas? Kenapa malah disuruh membersihkan kamar mandi? Aakkhhh sialan, gerutunya dalam hati.

Setelah berhasil mengatur nafasnya, barulah dia perlahan menyikat lantai kamar mandi yang licin dan kotor. Tak seorang pun narapidana yang membantunya.

Tak jauh dari kamar mandi, Sylvi bisa mendengar gelak tawa tujuh wanita begundal yang telah berhasil mengerjainya.

Mereka itu manusia atau setan, sih? Kok bisa-bisanya tak punya hati begitu? Apa saat lahir dulu hati mereka tertinggal di dalam rahim ibunya masing-masing? pikirnya kesal.

Dua jam kemudian Sylvi baru menyelesaikan pekerjaannya. Dengan perut kosong dan tubuh penuh lebam, perlahan dia berjalan keluar dari kamar mandi.

Langkah kakinya terseok-seok karena kaki sebelah kanannya di injak oleh si gimbal di ruang tahanan kemarin.

Sudah jam 11 siang, 1 jam lagi makan siang. Bertahanlah Sylvi, ujarnya dalam hati saat melihat jam dinding yang tergantung di tembok ruangan penjaga.

Saat itu suasana di aula terlihat sepi. Semua tahanan wanita sudah kembali ke selnya masing-masing.

Sylvi tak ingin kembali ke sel, tapi melihat tatapan dingin penjaga yang tadi menyuruhnya membersihkan kamar mandi, membuatnya melanjutkan langkahnya menuju kamar selnya di ujung koridor penjara.

Ada beberapa sel yang harus dilewatinya sebelum sampai di selnya sendiri di ujung sana.

Saat berjalan di depan sebuah sel, dia melihat tiga orang wanita berwajah seram sedang melotot ke arahnya.

Sylvi membuang wajahnya karena takut bertatapan langsung dengan mereka dan menjadi sasaran mereka suatu saat.

Melewati sel berikutnya, dia mendengar seorang tahanan wanita sedang menangis.

"Ayah, Ibu, aku ingin mati saja dan bertemu dengan kalian. Aku tidak sanggup berada disini."

Keluhan itu berubah menjadi teriakan histeris setelah terdengar suara pukulan.

Buggg

"Diam kau, berisik," ujar seorang wanita dengan galak.

Sepertinya ada seorang tahanan yang bernasib sama denganku di sel ini. Dia juga mengalami penyiksaan yang sama sepertiku, batin Sylvi.

Sylvi benar-benar tak habis fikir, kenapa para tahanan lama suka menyiksa tahanan lainnya? Apa itu sebuah hiburan buat mereka yang sudah terlalu lama berada di tahanan?

Dia terus menyusuri koridor dengan langkah kaki diseret ke lantai. Sekujur tubuhnya terasa sakit karena penyiksaan tujuh wanita begundal. Ditambah lagi karena jarang makan dan disuruh membersihkan kamar mandi hari ini.

"Aku tidak bersalah. Aku tidak punya uang untuk membayar pengacara. Aku tidak bisa membela diriku sendiri," Suara lirih seorang tahanan terdengar memilukan. Sylvi melihat seorang wanita sedang berlutut di depan tahanan lainnya sambil memohon agar tak di pukuli.

Tampak banyak bekas luka di wajahnya dengan rambut berantakan.

"Eh dasar maling. Mana ada maling ngaku, hah? Udah ketahuan nyolong masih aja banyak alasan. Bodoh," ujar tahanan wanita yang berdiri di depannya dan menendang wanita itu hingga terpental ke lantai.

Lagi, seorang tahanan bernasib sama denganku, gumamnya dalam hati.

Jika di persidangan semua orang menghadapi hukum negara, maka di penjara hampir semua orang berhadapan dengan hukum rimba.

Mengapa dunia bisa sekejam ini? Orang-orang yang berbuat jahat bisa bertindak seenaknya, sedangkan orang yang tidak melakukan kejahatan tidak bisa mendapatkan keadilan melainkan hanya siksaan seperti sedang berada di neraka kw lima.

Ah, aku tidak mau masuk neraka. Disini saja sudah menderita, bagaimana kalau di neraka nanti? pikirnya ngeri sambil bergidik.

Saat Sylvi berjalan di depan sel berikutnya, dia melihat semua tahanan wanita sedang menatapnya dengan tatapan kosong. Sel itu tepat berada di samping selnya sendiri, dimana tujuh wanita begundal telah menantinya dengan tatapan sadis.

Sylvi terdiam menatap ke arah sel itu. Lima orang wanita yang berada di dalam sel tengah menatapnya dalam diam.

Sylvi tak mengerti arti dari tatapan mereka. Sedih, marah, kesal, atau iba padanya yang selalu mendapat siksaan dari tujuh wanita begundal tak punya hati itu.

Sylvi berniat menghampiri mereka dan bertanya, namun teriakan wanita berambut gimbal membuatnya terkejut.

"Woiii kerempeng. Sini lu!!!" ujar si gimbal sambil berkacak pinggang.

Sylvi mengurungkan niatnya menghampiri mereka. Meski takut, Sylvi tetap berjalan ke arah selnya yang memang belum dikunci oleh penjaga karena dia masih berada di luar sel.

Sementara beberapa penjaga sedang memantaunya dari ujung koridor lainnya untuk memastikan dia masuk ke dalam sel dan tidak ada orang yang keluar dari sel tersebut.

Saat Sylvi memasuki sel, wanita gimbal langsung menjambak rambutnya dengan kencang.

"Apa yang lu bilang sama penjaga tadi?" Tanya si gimbal geram sambil mendorong tubuh Sylvi hingga terhempas ke tembok penjara.

Tembok tinggi yang mengelilingi rumah tahanan itu tidak memungkinkan siapapun untuk melarikan diri dari sana. Melalui layar pemantau CCTV, para penjaga bisa mengetahui apapun yang terjadi. Ditambah lagi dengan penjaga yang berjaga di setiap ujung koridor, tak satupun tahanan yang bisa memanipulasi pergerakan mereka setiap ssst. Mereka pasti tahu apa yang aku alami setiap hari, tapi kenapa mereka membiarkan wanita-wanita begundal itu menyiksa ku? Apa karena ada yang menyuruh? batinnya.

"Gak, aku gak bilang apa-apa," sahut Sylvi yang meringis kesakitan sambil memegang rambutnya yang ditarik si gimbal.

"Ah jangan bohong lu. Lu bilang kami menyiksa lu kan?" Sutiwe maju beberapa langkah dan langsung mencengkeram dagu Sylvi dengan kasar.

"Enggak. Penjaga gak nanya apa-apa. Aku juga gak bilang apa-apa," sahut Sylvi lagi menahan sakit.

Si gimbal dan Sutiwe saling pandang dan akhirnya mereka berdua melepaskan tangannya dari rambut dan dagu Sylvi.

"Awas aja lu ngomong macem-macem. Gua garuk muka lu."

Kali ini Mukijem yang berbicara. Tatapan bengisnya membuat Sylvi bergidik.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status