Share

Bab 2

Dimana Robin? mengapa ia tak kunjung datang?, batin Karen yang sedari tadi menunggu kedatangan Robin.

Sudah hampir jam sepuluh malam, namun Robin tak kunjung datang. Telponnya pun tidak aktif.

"Besok aku akan datang ke apartemennya, mungkin hari ini dia sangat sibuk. Tapi besok tidak mungkin Robin sibuk, besok adalah hari Minggu bukan?" tanya Karen pada dirinya sendiri seraya meyakinkan dirinya.

****

"Apa kau tidak lihat bagaimana tunangan mu itu? Beraninya dia Menghusir ku," terdengar manja suara seorang gadis dari kamar apartemen Robin.

"Maafkan aku sayang, aku tidak tahu jika dia akan datang," jawab Robin seraya mengelus paha mulus gadis itu.

"Apa kau tahu, aku lebih mengharapkan kedatangan mu kepangkuan ku daripada kedatangannya," hibur Robin.

"Aku tahu, karena aku bisa memuaskan mu dengan goyangan tubuh ku," ujar gadis itu sambil mencondongkan tubuhnya pada Robin.

"Kau benar sayang, selama tiga tahun bersamanya aku merasa tidak bergairah. Dia terlalu munafik," jawab Robin sambil mengelus kepala gadis dipangkuannya, "namun berbeda setelah kau datang. Kau membuat ku sangat bernafsu, Sampai-sampai tak mau lepas dari mu."

"Aku tahu itu, tapi kenapa kau masih mau bertahan pada Karen?"

Mendengar pertanyaan itu Karen yang sedari tadi ada di sana mengurungkan niatnya untuk langsung menangkap basah mereka berdua. Ia ingin mendengar alasan jawaban dari Robin.

"Aku kasihan padanya, selain aku tak akan ada yang mau padanya," suara tawa memenuhi kamar Robin.

"Sudahlah, jangan membahas wanita itu lagi! Aku sudah tidak tahan lagi ingin melahap habis tubuh mu."

Sesaat kemudian, terdengar suara erangan dua sejoli yang sedang memadu kasih. Suara itu sangat jelas di telinga Karen.

"Kau bilang kasihan? Tak ada yang mau padaku? Kau melupakan sesuatu Robin!" gumam Karen, ia kesal mendengar alasan Robin.

Robin tidak tahu jika Karen masuk ke apartemennya, ia tidak ingat jika Karen juga mengetahui pin apartemen miliknya.

Karen menghapus buliran bening di pipinya. Kemudian, melangkahkan kakinya masuk ke kamar Robin.

Brak... Karen menendang pintu kamar Robin.

"Jadi ini alasan mu tidak menemui ku?"

Robin terkejut melihat Karen ada di apartemennya,  dengan panik ia menarik selimut untuk menutupi tubuhnya dan Natalia yang tidak ditutupi sehelai benang pun.

"K-Karen... kau-" belum selesai ia berbicara Karen langsung mendekat padanya, dan menarik selimut ditubuhnya.

"Untuk apa kau tutupi tubuh kotor mu itu?"

Plak...

Karen menampar pipi mulus Robin.

"Ini yang kau bilang sibuk? Karena wanita murahan ini." Karen menunjuk ke arah wanita yang sedang bercinta dengan kekasihnya itu.

"Jaga ucapan mu Karen, Natalia bukan wanita murahan," Robin membela Natalia sekretarisnya dikantor dan wanitanya di ranjang.

"Kau membela wanita ini, Robin?" Karen menatap Robin dengan tidak percaya, "aku dari awal sudah menaruh curiga, ketika kau menatapnya hari itu, dan ternyata benar kau memiliki hubungan dengannya." Suara Karen terdengar gemetar Karen emosi.

"Karen, dengarkan aku... ini bukan seperti yang kau pikir kan,"

"Apa yang akan kau jelaskan Robin? kau akan bilang ini salah paham? Kau sangat menikmatinya tadi." Suara Karen semakin bergetar, "ku harap aku tidak akan bertemu dan memiliki hubungan apapun dengan manusia jalang seperti kalian." Robin tidak berkata apa-apa.

Sejenak Karen terdiam, kemudian menatap dua sejoli dihadapannya, "kau brengsek Robin! Aku sangat membenci mu." Karen tidak mampu lagi membendung air matanya. 

"Ini, ku kembalikan cincin mu! Aku tidak mau punya hubungan dengan lelaki brengsek seperti mu." Karen melepas cincin yang diberi Robin, kemudian melemparkan cincin itu pada Robin.

Karen berjalan menyusuri gelapnya malam, ia menangis sepanjang jalan. Hatinya sangat hancur. Mata Karen memerah dan sembab. 

Karen tidak pernah menyangka, kesetiaan yang selama ini ia berikan ternyata tidak cukup untuk Robin.

"Berikan aku minuman lagi!" titah Karen pada bartender yang ada disana.

"Tidak nona, kau sudah meminum sepuluh gelas," tolak bartender itu.

"Kau mau aku memanggil manager mu, dan menyuruhnya memecat mu, hah?" ancam Karen.

Dasar, mengapa wanita selalu menyulitkan ku, batin bartender itu. Ia menuangkan minuman ke gelas Karen.

"Robin... Kau sungguh kurang ajar, kau jalang, brengsek, sialan!" Karen berteriak menumpahkan kekesalannya.

Sementara itu, dari kejauhan terlihat sepasang mata yang mengawasi Karen. Pria itu tersenyum sinis melihat kondisi Karen seperti itu.

"Nona berhentilah minum, anda bahkan tidak punya teman untuk menolong anda berjalan nanti," bartender itu kembali mengingatkan Karen.

Karen yang sudah mabuk berat tidak dapat mendengarnya. Karen justru tertawa setelah itu ia menangis, membuat orang disekitarnya sedikit bingung.

"Tuan, apa anda teman nona ini?" tanya bartender itu pada seorang pria yang mendekati Karen.

"Ya, aku akan membayar minuman wanita ini," ujarnya sambil mengeluarkan beberapa lembar uang, kemudian ia membawa Karen keluar dari bar itu.

"Dasar wanita bodoh! Untuk apa kau menangisi pria yang tidak berguna," gumam pria itu.

Oek...oek... Karen muntah di pakaian pria itu

"Sial... aku tidak akan menolong mu jika aku tahu kalau kau akan muntah di bajuku." Pria itu membuka jaketnya yang terkena muntahan Karen.

****

"Astaga... Apa aku mabuk semalam?" gumam Karen setelah ia terbangun.

Drtt..drtt..

"Karen kau ada dimana? Semalam aku kerumah mu tapi kau tidak ada di rumah," ujar Risa yang baru saja menelpon Karen.

"Aku..." Karen menatap dengan bingung, ia tidak tahu ada dimana sekarang.

"Aku sedang ada urusan, aku akan menemui mu nanti," ujar Karen sambil mematikan telpon nya.

Karen mencoba mengingat kembali apa yang dialaminya semalam. Namun yang Karen ingat, ia melihat Robin sedang bercumbu dengan asistennya, Natalia.

Karen bergegas keluar dari kamar yang ia tempati, ia mencari siapa pemilik rumah yang sedang ditumpanginya.

Betapa terkejutnya ia, ketika melihat seorang pria yang sedang tertidur diatas sofa. Karen mendekat untuk mengamati pria itu, ia melihat sosok yang sangat sempurna. Raut wajah yang begitu tenang ketika terlelap, tubuh atletis serta sedikit bulu-bulu halus yang tumbuh merata di wajahnya. Karen mencoba mendekatkan wajahnya pada pria itu.

"Hei...apa yang kau lakukan? apa kau ingin mengambil keuntungan dariku?" terdengar suara berat dari pria yang sedang berada dibawah Karen. Karen terkejut, dengan terburu-buru mengangkat badannya, namun kakinya tidak memiliki keseimbangan sehingga Karen jatuh tepat diatas tubuh pria itu.

"Tuan... maafkan aku, aku tidak bermaksud seperti itu," ujar Karen setelah membenarkan posisinya.

"Apa aku bisa percaya padamu? kau bahkan memeluk ku dengan sangat erat semalam."

"Memeluk? tuan aku benar-benar tidak sengaja tuan, semalam mungkin aku terlalu banyak minum."

"Karena lelaki bernama Robin?"

"Bagaimana tuan bisa tahu? apa semalam aku banyak bicara pada tuan?"

"Panggil aku James! Kau semalam menangis dan memaki Robin."

Sejenak Karen termenung mengingat apa yang dilakukan Robin padanya. Suara Robin dan Natalia masih membekas di ingatannya.

Karen kambali merasa sedih, ia sakit hati melihat Robin yang ia cintai meninggalkan dirinya, hanya karena Karen tidak mau memuaskan nafsu Robin.

"Aku tidak kenal siapa Robin, tapi yang aku tahu dia pasti mematahkan hatimu."

James menatap Karen, "ku ingatkan padamu, jika aku tidak ada di bar itu semalam, mungkin kau akan dibawa oleh para lelaki berhidung belang."

"I-iya tuan, saya berhutang budi pada tuan, ini nomor telepon saya." Karen meninggalkan nomornya yang selalu dicatat nya pada sebuah kertas.

"Jika tuan butuh bantuan, tuan bisa menelpon saya. Saya akan membantu tuan sebisa saya." James hanya menatap Karen, kemudian Karen berpamitan untuk pulang.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status