Share

Gilang yang gila

"Malam ini Amira mau tidur di pelukan Bunda sampai pagi." Amira memainkan rambut Risa sambil sesekali menoleh ke arah Gilang. Gadis kecil itu bicara dengan nada lirih karena takut ayahnya akan marah.

"Ehem, tapi Bunda lelah." Gilang menyahut.

"Dulu sebelum tenggelam, Bunda menemani Amira tidur sampai pagi, kok. Bunda juga tidak pernah masuk ke dalam kamar ayah." Amira sedikit bersikeras pada Gilang.

"Tidak pernah masuk kamar Kak Gilang?" Risa menatap Gilang yang tengah menengadah kepalanya. "Seperti apa hubungan Kak Gilang dan istrinya sebenarnya?" batin Risa lagi.

"Baiklah." Gilang mempersilahkan Risa membawa Amira masuk ke dalam kamar Amira.

Amira berbaring di pelukan Risa dan meminta berdongeng seperti kemarin. Gadis kecil itu mendengarkan Risa berdongeng sampai tertidur.

"Bik Ijum?" Risa terkejut saat Bik Ijum tiba-tiba masuk ke dalam kamar Amira.

Bik Ijum Risa. Dia tersenyum dan berkata. "Terima kasih telah kembali." 

Risa menatap ke arah Bik Jum. Perempuan itu tampak menyimpan sebuah luka dari sorot matanya. Hal itu membuat Risa heran.

Bik ijum lalu duduk di samping Risa. Dia meraih tangan Risa dan menggenggamnya erat-erat. Air mata Bik Ijum menetes di pelupuk matanya membuat Risa semakin bertanya tentang apa yang terjadi pada Bik Ijum.

"Bibik kenapa?" Risa hendak menghapus air mata Bik Ijum, tapi perempuan itu berlalu begitu saja.

***

Risa menoleh ke arah jendela kamar yang bertutup kan tirai putih yang menjulang setinggi tiga meter. 

Di atas langit sana, bintang-bintang bertaburan ditemani rembulan pucat yang bergelayut manja di bawah awan rendah. 

"Bagaimana pernikahan ini akan berlanjut sedangkan hingga saat ini aku dan kak Gilang tak banyak saling bicara." Risa merasa hatinya begitu sunyi dan sepi.

Gilang tidak pernah meminta Risa melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh seorang istri. Dia tidak pernah meminta Risa menyiapkan makan siangnya ataupun menyiapkan pakaiannya. Padahal mereka sudah menikah lebih dari satu minggu.

"Hatinya tak dapat kuraih. Jangankan untuk meraihnya untuk melihatnya saja aku tidak bisa. Hati Kak Gilang seakan ditutupi oleh sebuah tembok kokoh yang menjulang begitu tinggi sehingga aku tidak bisa menggapainya dan tidak bisa menghancurkan kokohnya dinding pembatas." Risa masih mematung di dekat jendela.

Terkadang Risa berpikir apakah arti sebuah pernikahan jika seorang suami istri tidak pernah saling menyapa atau jika seorang suami istri tidak pernah saling menyentuh.

Selama mereka menikah, Gilang tidur di sofa atau di ruang kerjanya dengan alasan dia memiliki banyak pekerjaan yang harus diselesaikan hingga tengah malam. Dia baru akan naik ke atas ranjang saat Risa sudah tertidur dengan nyenyak dan akan kembali ke ruang kerja sebelum azan subuh berkumandang. Sehingga Risa tidak pernah mendapati Gilang tidur di sampingnya.

"Kak, apakah Kakak tidak lelah bekerja?" Risa akhirnya bertanya pada Gilang di ruang kerjanya.

Gilang menghentikan pekerjaannya, dan menatap Risa lekat-lekat. "Ada yang salah?" tanya Gilang.

"Tidak, Kak."

Gilang menghela napas panjang saat melihat gestur tubuh Risa yang terlihat gelisah. Lelaki itu pun bangkit dan membawa laptopnya ke dalam kamar.

Risa mendengar langkah kaki Gilang mendekati pintu kamar. Jantungnya berdebar tidak karuan. Dia takut kalau tiba-tiba Kak Gilang meminta haknya karena di awal pertama kali menikah, Gilang mengatakan bahwa tidak ada drama pembagian tempat tidur. 

"Bodoh, ngapain juga aku harus bertanya seperti itu tadi." Risa memukul kepalanya sendiri.

Gilang melangkah masuk ke dalam kamar. Lalu duduk di sofa dengan laptop dihadapannya. Alisnya saling berkerut memperlihatkan dia sangat sibuk mengurusi perusahaannya.

Seperdetik berikutnya, Gilang menatap Risa yang masih duduk di meja rias dengan kikuk.

"Tidurlah, aku masih banyak pekerjaan." ujar Gilang.

"Iya, Kak."

Risa melangkah menuju ranjang. Lalu berbaring di belakang punggung Gilang karena dia masih fokus dengan laptopnya. Saat Risa hendak memejamkan mata, tiba-tiba gadis itu merasakan pergerakan di belakangnya.

 Ternyata Gilang juga naik ke atas ranjang dan duduk berselonjor di kepala ranjang tersebut dengan laptop yang masih berada di atas kedua pahanya.

Risa menoleh ke arah Gilang yang keningnya berkerut. Risa membatin. "Apa pekerjaan sebagai seorang pengusaha amatlah berat sehingga ia begitu sibuk bahkan sampai lupa pada jam istirahatnya?"

Risa tertidur dengan nyenyak hingga tidak sadar sampai jam 02.00 WIB dini hari. Perempuan itu menggeliat kecil dan sedikit menoleh ke belakang. 

"Kak?" Risa terkejut karena Gilang masih sibuk mengetik sesuatu di laptopnya. Gadis itu mensejajarkan kepalanya dengan Gilang demi melihat kerutan di kening suaminya yang semakin banyak.

"Ada apa?" Gilang bertanya.

"Apa Kakak tidak mengantuk?" Risa balik bertanya padanya.

 Gilang meletakkan laptop di samping Risa, lalu meregangkan otot-ototnya sehingga terdengar bunyi bergemeretak. Lelaki itu lalu mendesah perlahan seraya menatap Risa yang masih menatapnya meminta jawaban.

"Memangnya mengapa kalau aku tidak mengantuk? Apa kamu ingin melayani ku?" Gilang mendekatkan wajahnya di hadapan Risa.

Refleks, Risa beringsut mundur dari hadapan Gilang, lalu kembali memunggunginya dan menarik selimut hingga ke dada.

"Kirain mau ngasih pelayanan." Gilang terkekeh disamping Risa. Ia kemudian turun dari ranjang dan meletakkan laptop di atas meja.

Risa sedikit menajamkan telinganya untuk Mendengar langkah Gilang. Dia merasa nyalinya menciut saat Gilang kembali melangkah mendekati ranjang.

"Mati aku, Kak Gilang pasti meminta haknya." Risa mengutuk dirinya sendiri yang tadi malah menyapa Gilang ketika terbangun dari tidur.

Tak berapa lama kemudian, Gilang merebahkan tubuhnya di samping Risa. Dia menarik selimut dan menutupi tubuhnya. 

"Apakah sepasang suami istri yang sah menikah tidurnya dengan cara seperti ini?" Gilang bertanya.

Risa terdiam. Dia tidak ingin menjawab pertanyaan Gilang karena dia sendiri tidak tahu harus menjawab apa.

"Aku tahu kamu tidak tidur." Gilang berbisik di telinga Risa membuat bulu-bulu yang menempel di kulitnya meremang. Ini adalah kali pertama Risa dibisikkan oleh seorang lelaki tepat di telinganya. 

Gilang menyentuh bahu Risa dengan lembut, lalu berbisik. "Bisakah kamu tidur tidak munggungiku?"  

Hening 

"Risa, aku suamimu." Intonasi suara bariton Gilang menyadarkan Risa kalau dia harus menuruti perkataan seorang suami. 

Risa segera membalikkan badan dan berhadapan dengan Gilang yang sedang berbantal lengan.

"Tidurlah. Ini sudah malam." Satu tangan Gilang membelai wajah Risa dengan lembut. 

Gilang kemudian menaikkan selimut kami sampai ke dada. 

"Good Night," ujarnya tersenyum sebelum memejamkan mata.

Risa menepuk-nepuk pipinya dengan kuat untuk meyakinkan ini hanya sebuah mimpi atau tidak.

Jantung Risa semakin terasa hendak melompat dari tubuh saat tiba-tiba tangan Gilang melingkar di pinggangnya.

"Kak, tolong lepaskan." Risa berusaha melepaskan tangan Gilang, tapi tangan itu semakin melilit dengan erat, bahkan tubuh besar Gilang pun mulai menindih Risa membuat Risa semakin ketakutan.

Althafunnisa

Hai pembaca semua. Terima kasih mau ikuti kisah ini. Untuk bab berikutnya akan lebih seru dan jika kalian tidak punya koin, kalian bisa baca pakai iklan kok. Secepatnya Nisa akan kasih visual tokoh Gilang, Risa, dan Amira. Terima kasih Salam sayang Althafunnisa

| 2
Комментарии (13)
goodnovel comment avatar
Dian Ibrahim
eeeeaaaa eeeaaaa Gilang mulai berani pegang2 n peluk2 Risa...
goodnovel comment avatar
Dwi Handhayanii
hemmm.. sebenarnya kak gilang udah tergoda sama risa dari pertama kali mungkin ya atau dia cuma ingin risa karna risa mirip mamanya amira?
goodnovel comment avatar
Diajheng Widia
risss... siap siap risss.. besok malam bisa2 gilang mintaa jataaah nganuuu............
ПРОСМОТР ВСЕХ КОММЕНТАРИЕВ

Related chapter

Latest chapter

DMCA.com Protection Status