Share

3. Si Dingin Yang Kejam

Pada akhirnya Juni tertidur dan terbangun sendirian. Tak ada yang datang dan melakukan apa pun padanya. 

Alih-alih sedih atau kecewa, ia malah bernapas selega-leganya. Sepanjang malam ia menunggu dengan penuh kekhawatiran, berharap ada keajaian yang tidak akan membuat lelaki itu memasuki kamarnya. 

Ia tidak ingin melihat mata dingin yang dalam itu. Seolah dirinya akan dilumat habis-habisan jika bernapas tanpa izin dan bergerak tanpa perintahnya.

Membuatnya gentar. Walau di mata orang lain, lelaki bermarga Atlanta itu teramat berbahaya dan sangat menyeramkan seperti yang sering dia dengar, tapi bagi Juni—yang terbiasa menghadapi manusia-manusia angkuh berhati dingin—dia hanya sedikit mengerikan.

"Nyonya sudah bangun? Saya akan menyiapkan air mandi untuk Anda." Pelayan bertubuh kecil yang ia tahu bernama Sarah itu berlari kecil ke kamar mandi. 

Seperti semalam, dia akan mandi dan berendam di bath up dalam genangan air sabun beraroma mawar yang pekat.

Kali ini ia dipakaikan gaun pagi yang menyegarkan mata dengan warna pastel berbahan sutra yang akan beterbangan dengan indah saat ia mengayun langkahnya.

Dua orang pelayan yang berbeda mengantarnya menuju ruang makan bahkan membukakan pintu untuknya. Ini terlalu spesial.

Ia membelalak saat pertama kali kakinya menginjak lantai ruang makan itu.

Di ujung meja yang panjang itu, suaminya sedang berdiri di antara kedua paha seorang wanita yang duduk di atas meja dengan kaki terbuka lebar. Gaun kuning wanita itu acak-acakan dengan banyak noda. Juni bisa melihat tanda-tanda merah di punggung dan lehernya.

Saga mencium dan mencumbu wanita itu seolah tak ada lagi hari esok. Brutal dan dingin.

Juni menunduk menyembunyikan wajahnya yang memerah dan memanas. Ia memaki dalam hati. Mengapa ia harus melihat hal menjijikkan seperti itu di pagi hari?

Saat ia mengangkat wajah, mata Saga sudah menghunusnya dengan tajam tapi bibir lelaki itu masih setia menjelajahi wajah wanita yang sedang direngkuhnya.

Ia merasakan hawa di sekitarnya dingin seketika seolah ia baru saja di lempar ke gurun es yang membeku. 

Saga menjauhkan tubuhnya dari sang wanita. Saat itulah Juni mendengar kesiap kecewa dari perempuan bergaun kuning cerah itu. 

Hanya dengan gerakan kepala, ia mengusir wanita itu pergi tanpa memberi kesempatan untuk protes atau pun mendesah tidak setuju.

Juni duduk setelah seorang pelayan menarik kursi untuknya begitu pun dengan Saga. Gerakannya begitu elegan dan bermartabat. Juni mendengus. Ke mana lelaki buas yang bercumbu dengan tidak tahu malu tadi?

Mereka berhadapan tapi berjauhan. Keduanya duduk di ujung meja dan menyantap makanan masing-masing dalam diam. Hanya terdengar suara kunyahan dan gesekan garpu dengan piring.

"Apa yang kau butuhkan?"

Juni mengangkat wajah dari piringnya. Saga Atlanta menatapnya penuh dan tajam, seolah berkata. 'Jawab cepat, jangan pakai lama!'

"Saya tidak membutuhkan apa-apa." Juni menjawab santai, tak terpengaruh dengan sikap dingin lelaki itu.

Lagipula dia memang tidak membutuhkan apa-apa. Semua fasilitas dan pelayanan di mansion ini sudah sangat cukup untuknya.

"Jangan berlagak menjadi istri dari pria miskin. Katakan apa saja yang kau butuhkan. Aku tidak mau orang-orang gila di luar sana bergosip tentang kehidupan rumah tanggaku."

Ia mencibir dalam hati. Ayolah, orang bodoh mana yang memilih menggosipi dirinya yang tak butuh apa-apa ketimbang si tuan besar yang bercumbu dengan wanita lain di meja makan di depan istrinya sendiri. 

"Saya benar tidak butuh—"

"Kau tahu apa yang paling kubenci?" 

Juni memusatkan perhatian sepenuhnya saat suara rendah dan berat itu mencoba menakutinya.

"Saat ada orang yang mengerutkan kening di hadapanku, apalagi menolak setiap perkataanku."

Alih-alih menurut, Juni malah semakin mengerutkan kening. Dia tidak habis pikir dengan sikap gila pria ini.

Pandangan Saga semakin tajam menghunusnya. "Kau tipe yang pembangkang rupanya." Lalu menyeringai kejam. 

"Kali ini akan kubiarkan karena kau istriku dan ini hari pertamamu di sini. Tapi aku tidak bermurah hati lagi setelah ini. Belajarlah dengan cepat."

Juni menatap lurus. Setelah semua kalimat bernada perintah mutlak itu berakhir, Juni kembali menunduk menekuni isi piringnya tanpa memberi anggukan atau suara persetujuan.

Meja digebrak begitu saja. Juni terkesiap dan menatap Saga kaget. 

"Aku bilang setelah ini aku tidak akan bermurah hati lagi. 'Setelah ini' artinya bukan nanti siang atau besok, tapi setelah aku memperingatimu."

Juni memutar bola mata. Dia dinikahkan bukan untik dijadikan budak ataupun diperintah seenaknya. Dia juga bukan pelacur yang dipungut dari rumah bordil atau dari jalanan.

Saga bangkit dan mengayun langkahnya dengan tatapan misterius, mendekatinya seperti seekor harimau yang mengintai mangsa.

"Terlalu membangkang juga akan berbahaya untukmu, Juni Aulia."

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Aisyah Latief
harus bayar
goodnovel comment avatar
Aisyah Latief
sangat tidak menyenangkan
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status