Hari yang ditunggu akhirnya tiba, Yuliani sudah tidak sabar menyambut Anton bersama dengan keluarganya. Setelah mendapatkan pesan yang membahagiakan, wanita itu semakin semangat untuk menjalani hari. Membayangkan hidup berbahagia dengan pria yang dicintai.
"Kamu terlihat cantik sekali, Yuliani." Dina memuji Yuliani setelah merias diri."Terima kasih, Bu. Aku bahagia karena tidak menyangka kalau keluarga Anton merestui dan meminta untuk melangsungkan pernikahan sekarang juga," ujar Yuliani terharu. Pesan yang diterima kemarin selalu diingat, tidak dihapus bahkan semalam dibaca berulang-ulang ketika sulit memejamkan mata."Semoga kebahagiaan selalu menyertaimu," kata Dina memeluk tubuh Yuliani."Aamiin, terima kasih do'anya Bu." Yuliani membalas pelukan Dina.Melihat sinar kebahagiaan yang terpancar dari netra Yuliani membuat Dina juga merasakan kebahagiaan yang sama. Akhirnya, putri kesayangannya menikah juga dan akan menjalani bahtera rumah tangga.Semua sudah dipersiapkan dengan sebaik mungkin. Meskipun acaranya dilaksanakan secara mendadak, tidak membuat Yuliani dan Dina menggelar acara asal-asalan. Memang, acaranya begitu sederhana. Namun, bukan berarti tidak bisa terlihat wah. Dekorasi ruangan dalam rumah mereka menghiasnya sendiri dengan bantuan keluarga yang lain. Keluarga yang ikut senang dengan kabar bahagia tersebut. Untuk rias pengantin juga tidak kalah bagus, justru terlihat seperti riasan seorang mua profesional."Oya, terima kasih ya Sarah. Sudah membantu Tante hingga Yuliani secantik ini." Dina memeluk tubuh Sarah yang merupakan saudara sepupu Yuliani.Sarah memang kursus kecantikan, jadi wajar kalau bisa merias wajah dengan bagus. Dia juga sudah terbiasa merias wajah pengantin yang ingin melangsungkan pernikahan."Sama-sama, Tante." Sarah juga terlihat bahagia."Ya sudah, kita ke depan yuk!" ajak Sarah kemudian."Jangan dulu, Sarah. Biarkan Yuliani di kamar dulu, nanti kalau mempelai prianya datang baru dia keluar. Kamu sama Tante ke dapur dulu yuk, kamu 'kan juga belum makan. Kamu makan dulu ya," ajak Dina merangkul Sarah."Iya, Tante." Hanya itu yang keluar dari mulut Sarah."Makan yang banyak ya, jangan sungkan." Yuliani ikut berbicara."Sudah pasti, Yuliani. Kamu jangan khawatir, ingat satu hal. Jangan grogi," bisik Sarah sembari melirik ke arah Yuliani.Rahasia kehamilan Yuliani masih menjadi rahasia, tidak ada keluarga yang tahu. Mereka beralasan pernikahan dilakukan secara mendadak karena tidak ingin hubungan asmara antara Anton dan Yuliani kandas di tengah jalan. Tidak hanya itu, Mark dan Dina mengatakan kalau putrinya sudah lamaran secara virtual dari dulu. Beruntung tidak ada keluarga yang curiga, semua terlihat baik-baik saja karena alasan yang diberikan memang masuk akal.Kini tinggal menunggu mempelai pria yang belum datang juga, padahal jam sudah menunjukkan pukul 08.30 wib. Seharusnya mereka sudah sampai sesuai dengan kesepakatan dari awal."Kenapa mempelai prianya belum datang, Bu. Apa jangan-jangan pria itu berbohong?" bisik Mark kepada Dina dengan wajah gelisah."Sabar saja, Ayah. Mungkin masih ada di jalan dan terjebak macet," sahut Dina dengan berbisik juga."Bukan Ayah tidak sabar, Bu. Tidak enak sama tamu undangan dan juga keluarga, mereka sudah menunggu." Mark menjelaskan situasi dan kondisi yang seharusnya tidak perlu dikatakan."Ibu tahu, Ayah. Kita tunggu saja," kata Dina masih berpikir positif.Tamu undangan hanya terdiri dari keluarga dekat dan juga tetangga dekat. Tidak banyak yang hadir di acara pernikahan kecil-kecilan itu. Namun, jika sampai pernikahan gagal. Tetap saja Mark dan Dina harus menanggung malu. Apalagi dengan omongan tetangga nantinya.Dengan sabar Mark mengikuti saran dari Dina, meskipun bisik-bisik sudah terdengar jelas. Para tamu undangan sudah menanyakan perihal keberadaan mempelai pria. Pun Herman yang merupakan penghulu yang akan membantu pernikahan Yuliani dengan Anton.Sudah setengah jam berlalu, tapi Anton tak kunjung datang juga. Yuliani yang ada di kamar juga merasakan gelisah karena tidak kunjung ditemui untuk keluar kamar."Lebih baik Ibu sekarang ke kamar Yuliani, tanyakan sama dia kapan pria itu datang. Kenapa sampai detik ini batang hidungnya belum kelihatan juga," bisik Mark setelah merasa gak enak hati."Baik, Ayah." Dina langsung berdiri untuk melangkahkan kaki ke arah kamar Yuliani.Tanpa mengetuk pintu terlebih dulu, Dina pun masuk dan menemui putrinya."Bagaimana, Bu? Apakah aku sudah boleh keluar sekarang?" tanya Yuliani dengan wajah berseri-seri."Kamu harus hubungi Anton itu sekarang juga, Yuliani. Dia ada di mana? Kenapa sampai sekarang belum datang juga?" cecar Dina gelisah."Aku kira dia sudah datang, Bu. Soalnya dia bilang masih ada di jalan." Yuliani menjawab sesuai dengan pesan yang diterima terakhir kali."Ya sudah, kamu coba hubungi lagi." Dina memerintah.Yuliani segera menghubungi, tapi naasnya nomor yang dituju tidak dapat dihubungi. Bagaimana nasib Yuliani selanjutnya?"Kamu ke mana sih, Anton. Kenapa nomornya tidak aktif?" pikir Yuliani masih berusaha untuk menghubungi Anton. "Bagaimana? Apa sudah ada jawaban darinya?" tanya Dina tampak gelisah. Firasatnya sudah mengatakan yang tidak-tidak. Akan tetapi, dia masih terus berusaha untuk berpikir positif."Nomornya sudah tidak aktif, Bu." Yuliani berbicara terbata-bata."Ibu sudah menduga dari awal, pria itu pasti gak mau bertanggung jawab." Dina mulai meyakini firasatnya."Gak mungkin, Bu. Dia sendiri yang sudah berjanji untuk menikahi ku. Mungkin saja kehabisan baterai, atau kehilangan signal. Bisa saja seperti itu 'kan, Bu?" cetus Yuliani berusaha meyakinkan diri sendiri juga."Sudah, Yuliani. Jangan berharap lagi sama pria itu, dia mungkin tidak akan datang. Jangan buang-buang waktu lagi. Di luar para tamu sudah menunggu. Alasan apa yang akan kita katakan pada mereka? Ibu malu, Yuliani!" hardik Dina. Wanita yang semula selalu sabar, kini tidak tahan juga dengan permasalahan yang terjadi.Yuliani m
Dengan langkah sempoyongan Mark berlari menemui Dina, sedangkan para tamu dan juga keluarga mulai kebingungan dengan apa yang terjadi sebenarnya. "Ada apa, Bu?" tanya Mark memegang pundak Dina."Yuliani, Ayah. Dia tdiak ada di dalam kamarnya." Dina menyahut sembari menunjuk kamar Yuliani yang sudah kosong. Jendela kamarnya juga terbuka, wanita itu sudah pergi melarikan diri lewat sana.Mark langsung masuk untuk mengecek keadaan lebih lanjut, ternyata memang benar puteri kesayangannya tidak ada. "Ibu tenang dulu di sini ya, Ayah coba mengejarnya. Mungkin saja dia tidak jauh dari sini." Mark membantu Dina untuk duduk di tepi ranjang kamar Yuliani. Pria itu tidak peduli dengan sorot mata semua orang, yang ada dalam benaknya saat ini hanya satu. Yuliani harus segera ditemukan sebelum calon mempelai pria pilihan Mark kecewa dengan peristiwa ini."Apa aku bilang, Jeng. Calon mempelai pria tidak datang, makanya sekarang Yuliani tidak ada di kamarnya." Mawar dengan bangga berpendapat setel
"Ayah gak salah memilih calon suami untukku?" tanya Yuliani melihat pria yang ada di hadapannya. Wajah yang dimiliki sudah tidak lagi muda, bagaimana mungkin Mark tega memilihkan calon suami seperti itu?"Kamu gak punya pilihan lain, Yuliani. Sudah beruntung Pak Bandit mau menerimamu dengan kondisimu saat ini." Mark berbicara tegas agar Yuliani menyadari dengan kondisinya sekarang yang bukan lagi seorang wanita perawan."Sampai kapan pun, Yuliani tidak mau menikah dengan pria yang sudah tua seperti dia, Ayah." Yuliani tetap pada pendiriannya. Meskipun Mark sudah mengingatkan akan aib yang saat ini sedang ditanggungnya.Wanita mana yang akan mau menikah dengan pria yang memiliki umur terpaut jauh, bisa dibilang pria itu lebih pantas menjadi kakek Yuliani. Jika dibandingkan dengan Anton, lebih baik pria yang sudah menghamilinya dibandingkan dengan pria yang tulus menerima apa adanya. Padahal, kalau dipikir-pikir lagi, wanita yang masih mengenakan gaun pengantin itu harus tahu diri juga
Tak hanya Yuliani saja yang diusir, seluruh anggota keluarga juga diusir agar pulang ke rumah masing-masing. Mark benar-benar marah dan berlalu pergi ke kamar setelah keadaan rumah benar-benar sepi. Dina menyusul ke kamar dan melampiaskan seluruh amarah pada suaminya."Ayah tega! Kenapa Yuliani diusir, Ayah. Selain kita, siapa lagi yang mau membantu masalahnya? Lagian dia tidak salah, Ibu juga tidak akan mau jika dijodohkan dengan pria yang sudah tua," kata Dina menggebu-gebu. Wanita itu tidak tega melihat anaknya dimarahi, terlebih kondisinya saat ini tengah mengandung cucunya. Di saat terpuruk begini, Yuliani pasti membutuhkan dukungan dari keluarga. Mark duduk di ujung ranjang, menundukkan kepala tanpa berbicara apa pun. Hanya mendengarkan setiap omelan yang dilontarkan oleh Dina."Ayah lihat sekarang, kita sudah kehilangan puteri kita satu-satunya. Bahkan Ibu sudah berusaha untuk mencegahnya pergi, tapi Yuliani sudah tidak peduli. Bicara, Ayah! Kenapa diam saja!" hardik Dina kesa
Rumah sederhana akan menjadi tempat tinggal Yuliani untuk sementara waktu. Anita yang bukan termasuk orang kaya, tapi sudah berbaik hati memberikan tempat tinggal pada ponakan yang terbilang memiliki keluarga mapan."Maaf, Yuliani. Tante cuma bisa memberikan tempat tinggal seperti ini. Sangat jauh berbeda dengan rumah yang ditinggali olehmu," kata Anita gak enak hati."Justru Yuliani senang, Bi. Karena Bibi masih ingat sama aku, dan mau membantu." Yuliani sedikit sungkan, sebab Bibi yang selama ini tidak begitu dihiraukan ternyata dia yang paling peduli padanya. Bahkan saudara yang lain boro-boro membantu, pura-pura bertanya justru tidak ada. Diberikan tempat tinggal saja wanita itu sudah bersyukur, gratis pula. Anita menunjukkan kamar yang akan ditempati Yuliani."Kamarnya kecil, karena di rumah ini cuma bisa membuat dua kamar dengan ukuran 3x4. Rencananya kamar ini nanti untuk anak Bibi." Anita menjelaskan dengan netra berkaca-kaca. Sudah lama sekali wanita itu menginginkan anak ya
Dia berjalan mengikuti Anita dari belakang, hingga sampai di ruang makan yang terlihat sederhana. Ruangan yang dibagi dua dengan ruang tamu. Jadi tidak heran kalau tempatnya sempit.Yuliani duduk dengan ragu, pandangannya terus awas pada Farhan. Ternyata pria itu tetap asik makan tanpa menghiraukan kedatangannya bersama Anita."Kenapa paman diam saja? Aku pikir akan bertengkar dengan Bibi. Syukurlah kalau begini," gumam Yuliani. Ada perasaan lega dalam hatinya, ternyata apa yang dikhawatirkan tidak terjadi dan tidak sesuai ekspektasinya."Kamu makan yang banyak ya, jangan sampai nutrisinya kurang," kata Anita menuangkan nasi dan ayam goreng yang sudah dimasak. Tidak lupa juga dengan sayuran bergizi khusus untuk Yuliani."Terima kasih, Bi. Seharusnya Bibi gak usah repot-repot," kata Yuliani memberikan senyuman."Bibi gak repot kok. Ayo, makan!" Anita mempersilakan.Tidak ada lagi obrolan di ruang makan, hanya ada bunyi sendok. Yuliani tampak menikmati makanan yang sudah disediakan oleh
Yuliani tidur nyenyak semalam ditemani Anita. Beruntung sekali sang Bibi mau menemani karena tidak ingin ponakannya pergi.Usai subuh, wanita yang sedang hamil itu membantu Anita memasak di dapur. "Sarapan pagi ini cuma ada tahu, tempe dan sayur kelor. Apakah kamu mau?" tanya Anita memastikan. Dia tahu betul kalau ponakannya manja serta pilih-pilih soal makanan."Iya, Bi. Yuliani akan tetap makan apa pun yang ada. Aku bukan Yuliani yang dulu lagi, Bi." Yuliani menjawab karena tahu maksud Anita.Dengan lahap Yuliani menyantap semua makanan yang sudah dihidangkan oleh sang Bibi. Sudah bukan waktunya lagi wanita itu manja, atau memilih makanan enak. Perutnya tidak lapar saja harus dia syukuri. Dari pada kosong karena tidak ada satu pun makanan masuk. Apalagi di dalam ada janin yang harus dijaga sepenuh hati."Kamu jadi pergi hari ini?" tanya Anita memastikan lagi, berharap Yuliani mengurungkan niatnya serta bisa tinggal lebih lama."Iya, Bi. Aku harus mencari Anton secepatnya, Bi." Yuli
Di saat Yuliani mulai berputus asa, sebuah tangan memegang pundaknya."Kamu baik-baik saja?" Suara yang tidak asing terdengar di telinga Yuliani.Wanita berpakaian warna hitam dengan motif bunga-bunga melihat ke arah sumber suara. Tatapan mata yang semula bersedih, kini terlihat bahagia. Yuliani langsung memeluk pria yang saat ini ada di hadapannya."Ternyata kamu datang, Anton. Aku kira kamu akan meninggalkanku selamanya karena telat datang," ujar Yuliani dengan tangis sesenggukan.Anton membelai rambut panjang Yuliani, berusaha menenangkan hati wanita yang tengah hamil anaknya."Tenangkan dirimu, Sayang. Aku tidak mungkin meninggalkanmu, apalagi dalam janin mu ada darah dagingku." Anton berbicara sangat manis, hingga membuat hati Yuliani tenang."Hapus air matamu, tidak enak sama orang yang melihat kita. Aku tidak ingin mereka mengira yang tidak-tidak tentang kita," lanjut pria yang memakai pakaian warna biru itu. Kulit putihnya membuat Anton pantas mengenakan baju warna apa pun.Yul