"Sekali lagi!!"
Teriakan Jonah menggelegar, membuat jantung Gemma berdegup tidak karuan. Gemma baru sepuluh tahun, tapi Jonah memperlakukannya seakan-akan ia adalah prajurit Archturian.
"Jika kau ingin menjadi Archturian, kau harus berlatih seperti Archturian sejati!!"
Gemma berusaha meraih pisau kecil yang terlempar beberapa meter dari tempatnya berdiri. Tangan dan kakinya gemetaran menahan sakit. Gemma menggigit bibir sebagai usaha mencegah air matanya keuar. Saat tangannya berhasil meraih gagang pisau, Jonah mulai berteriak lagi.
"Jonathan, serang dia!!"
"Tapi, Ayah—"
Jonah melotot, wajahnya mengerikan. "Kau berani membantah??"
Jo mengurungkan niat untuk membalas kata-kata ayahnya, lalu dia segera menyerang Gemma dengan pisau. Gemma hanya mampu menghindar dan menghindar. Tubuhnya terlalu kaku dan takut untuk melakukan serangan balik.
Hingga akhirnya, Jo berhasil menjatuhkan Gemma sekali lagi. Pisau Jo menempel di leher
Hari yang dinantikan tiba, hari dimana Gemma akan menerima pengumuman bahwa ia harus meninggalkan kota ini dan menjalani hidup penuh kebanggaan sebagai Archturian.Gemma melakukan semua tes seleksi tanpa cela. Bahkan sampai di hari terakhirnya, ia mendapatkan begitu banyak pujian karena cara bertarungnya yang luwes dan gerakannya yang tegas.Gemma membuka kotak surat, menahan diri untuk tidak memekik kegirangan saat melihat sebuah amplop putih dengan lambang The Arc terpampang di situ.Gemma mengambilnya, tidak cukup sabar untuk membukanya di dalam rumah. Ia duduk di tangga di depan pintu, menyobek amplopnya dengan buru-buru dan mulai membaca isinya.Gemma membaca dengan cepat kalimat-kalimat pembuka di awal dan langsung melihat pada tabel nilai. Semua nilainya nyaris sempurna, dan ia menjadi peraih peringkat ketiga dalam sejarah seleksi Archturian. Gemma tak bisa menyembunyikan seringainya saat membaca itu. Ia hanya satu peringkat di bawah Jo.Gem
"Tidak buruk untuk satu jam pelatihan." Gemma melengkungkan bibirnya ke bawah dan mengangguk-angguk, mencoba menirukan gaya Paman Jonah saat dulu menjadi mentornya. Kelihatan angkuh tapi juga kagum di saat bersamaan. Moonla dan Fro, nama si anak perempuan dan laki-laki, memandang tak percaya ke arah pisau lempar yang tertancap kuat ke pancang kayu. Fro bolak balik menolehkan k
Nero, Sarah, dan Jonah menodong Heros dengan Alfhild, sedangkan Jo menjaga pintu keluar. Tanpa ba-bi-bu Gemma langsung melayangkan tendangan terbaiknya menyasar wajah Heros. Gemma memang sudah lama ingin melakukannya.Gemma tidak menyangka bahwa Heros dapat menghindar dari serangannya yang begitu cepat. Heros menunduk dan menjegal kaki Gemma, membuat Gemma nyaris jatuh terduduk. Tapi Gemma tidak kalah semudah itu.Terdengar suara tembakan. Alfhild milik Sarah hampir mengenai lengan Heros, tapi lagi-lagi Heros dapat menghindar. Selama ini Gemma selalu menilai Heros sebagai orang yang tidak bisa berkelahi, tetapi ternyata anggapannya salah.Heros melompat melewati pagar tangga, lalu ia berteriak, "Tunggu dulu! Tunggu dulu!!"Tapi siapa yang mau menunggu?Jo menaiki anak tangga dalam satu langkah besar lalu melayangkan tendangan dengan kedua tangan di pegangan tangga sebagai tumpuannya. Heros melompat dan ia kembali terjun ke lantai bawah.Hero
Satu pria paruh baya, satu pria super tua dengan penuaan tertunda, dua wanita petarung, dua lelaki muda berpredikat prajurit yang tampan, dan satu buronan yang kebetulan juga tampan, walau dengan pipi yang lebam dan beberapa gigi patah serta tanggal.Mereka duduk mengelilingi meja makan di rumah Michael yang sempit. Siku dan lutut mereka berdekatan, kadang sampai harus bergesekan. Kaki-kaki mereka yang jenjang, kecuali kaki Gemma, saling beradu dengan tidak sengaja di bawah meja.Setelah masalah Pelayan tadi bisa diselesaikan, untuk sementara, kini mereka beranjak membahas masalah yang lebih penting: soal rentetan kejadian di Elenio.Dari pembicaraan awal, Gemma mengambil kesimpulan bahwa tragedi di King's Door dan ledakan di Fiend semalam adalah satu rangkaian terencana.Kesimpulan itu membuat pertanyaan muncul di benak Gemma. Sebenarnya Jonah, Nero, dan Sarah, berasal dari divisi apa?"Sebelum kita melanjutkan. Ada satu hal yang harus diperjelas
Menunggu dan bersabar adalah dua hal yang membuat Gemma gatal-gatal. Mungkin dia alergi pada dua tindakan itu. Lalu Pelayan muncul dan menawarkan sebuah ide menarik.Gemma tengah merebahkan diri di kasur sempit di kamarnya. Dia masih tidak bisa untuk menghadapi ayahnya tanpa emosi yang meluap-luap. Jadi setelah acara makan pagi yang sunyi tadi, Gemma segera membereskan piringnya sendiri lalu bergegas ke kamar.Tak berapa lama kemudian, Pelayan mengetuk pintu dan masuk. Gemma masih belum terbiasa dengan wujud Pelayan ini. Berkali-kali Gemma rasanya kena serangan jantung karena melihat Heros di hadapannya."Berdasarkan pancaran energimu, aku dapat merasakan kau adalah petarung yang hebat. Akan lebih luar biasa jika kau bisa menggabungkan kekuatanmu dengan Tuan Putri Lanaya."Tanpa basa-basi, Pelayan langsung menjabarkan sebuah teori yang membuat Gemma bangkit dari kasur."Caranya?" Antusiasme Gemma mulai merambat dari pertanyaannya. Atau mungkin itu
Pelayan mencoba mengacuhkan apa yang dilakukan Gemma. Dia merasa ngilu hanya dengan melihat betapa lenturnya tubuh mungil yang menyimpan jiwa majikannya itu."Berdasarkan pertempuran kami yang terakhir, ada cukup banyak manusia yang ikut bertarung melawan kami. Dan walaupun aku diperbolehkan melukai manusia, Tuan Putri tidak diperkenankan melakukannya. Jadi, sebagai antisipasi apabila hal itu terulang lagi, alangkah baiknya jika kedua jiwa dalam kondisi siap bertempur."
Jika bukan karena jam malam yang akan segera datang, Gemma tak ingin berhenti. Ia sudah lama tidak berlatih seberat tadi, dan sensasinya menimbulkan candu yang sudah lama tak ia rasakan.Gemma bukan saja hanya menderita luka fisik, tetapi juga isi di dalam kepalanya rasanya seperti diaduk-aduk hingga membuat Gemma nyaris tak sanggup berjalan. Pelayan sampai harus memapahnya untuk bisa tiba di rumah.
Saat atasannya memberi tugas ini, Jo tahu bahwa ada campur tangan dari ayahnya. Jo tak mungkin menggerutu di hadapan siapapun. Ia hanya bisa melampiaskannya di sepanjang perjalanan menuju ke tempat pertemuan yang telah ditentukan.Seragam Archturiannya sedikit basah di bagian pundak karena sore ini gerimis ringan membasahi tanah Meubena. Dua garis berwarna merah di setiap sisi lengan seragam Jo menunjukkan pangkatnya yang cukup tinggi di Archturian.Jo mendongak untuk memastikan bahwa ia sudah sampai di tujuan. Sebuah kedai tua yang tak seorangpun akan sudi untuk mampir karena tampilannya yang kotor. Penduduk Meubena punya banyak pilihan kemewahan, dan tempat ini bukan salah satunya.Tulisan 'Old Cap' terpahat asal-asalan di papan kayu yang berayun karena angin. Fasad bangunannya terdiri dari kayu-kayu kusam yang dimakan usia dan cuaca. Hanya ada dua jendela di masing-masing tembok yang menghadap ke jalan, penuh dengan debu dan berkaca gelap.Jo mendorong