Share

2. Kamar 1101

Penulis: DF Handayani
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-24 05:13:23

"Sial! Mengapa aku bisa sebodoh ini!" Ia mengumpati dirinya sendiri yang begitu ceroboh. Mungkin ini akan menjadi kesalahan terbesar di sepanjang hidupnya.

Ia berlari tergesa keluar dari lift sambil mengamati sekeliling sudut basement. Mengambil jalan blind spot yang tak terekam CCTV, seakan ia sudah hapal seluruh sudut hotel ini.

Sunrise White, siapa yang tak mengenal sosok wanita berambut pirang dengan mata jernih sebiru laut. Dia adalah ekspatriat muda yang terkenal cerdas, ambisius, independen, dan visioner. Layak ia dinobatkan sebagai karyawan berprestasi di perusahaan raksasa paling elite di kota Zurich, dan wajahnya sering kali muncul di media sosial dunia korporat.

Ketika Sunrise sampai di motor sport hitam kebanggaanya, segera ia mengeluarkan kunci kontak dari saku celananya. Jarinya yang masih bergetar mencoba memasukkan kunci dengan tepat.

"Ini semua gara-gara kau, Summer!" Kembali ia mengumpat. Menyebut nama adiknya yang selalu saja melibatkannya dalam situasi sulit. Muak, tapi ini salah satu bentuk tanggungjawab dan rasa terima kasihnya pada keluarga yang telah membesarkannya dengan baik.

Mesin menyala, ia menunggangi motor dengan gagah bak lelaki sambil mengenakan helm di kepalanya. Segera ia melesat pergi meninggalkan tempat yang akan menjadi sejarah panjang baginya.

Sementara itu, masih di kamar 1101.

Sambil mengobati luka di wajahnya, Khairen mengecek tablet dengan rasa tak sabar dan penuh penasaran. Berharap segera mendapatkan jawaban, siapa wanita misterius yang berani mengobrak-abrik malam pertamanya di Zurich.

Jauh-jauh ia datang dari Rusia hanya untuk menghadiri acara seremonial perusahaan. Serah terima jabatan serta pemberian reward bagi para karyawan terbaik yang sudah memberikan banyak dedikasi. Ia terpaksa melakukannya, untuk menggantikan ayahnya yang sudah tak lagi sehat.

"Ada harga setiap jengkal luka yang kau tinggalkan di tubuhku!" geramnya kesal sambil menekan kompres di sudut bibirnya yang robek. Meringis perih, merasakan nyeri yang menusuk ke dalam kulitnya. Namun, ada senyum tipis yang mengembang di sana.

Khairen memejamkan matanya sejenak untuk meredakan rasa kesalnya. Tetapi bukannya mereda, justru bayangan kejadian tadi bergelut kembali di dalam ingatannya. Sentuhan kasar, suara lantang, dan aroma feminim yang manis dari wanita bermata biru semakin mengganggu pikirannya.

Aneh, bukankah seharusnya ia melaporkan kejadian brutal barusan pada petugas keamanan hotel, bisa saja ia melakukannya. Sebagai orang yang cukup berpengaruh di negaranya, mudah baginya untuk menjebloskan seseorang pada jeruji besi.

Tapi, apa yang terjadi pada dirinya saat ini? Ia sama sekali tak memiliki niat untuk melakukannya. Ia justru menikmati setiap detail kejadian tadi. Bagai sebuah hipnotis yang membingungkan.

Atau mungkinkah ini efek karena dirinya sama sekali belum pernah disentuh wanita asing? Sebagai pemimpin perusahaan raksasa, Khairen memang tak pernah peduli dengan urusan yang melibatkan wanita, percintaan adalah hal yang tak pernah terlintas di pikirannya. Hidupnya hanya untuk dunia bisnis.

Belum ada pesan masuk di tabletnya, membuat Khairen menjadi gusar. Tak pernah ia segelisah ini menunggu pesan.

"Aku tak akan pernah melepaskanmu rambut pirang!" tandasnya bersumpah pada dirinya sendiri.

---

Keesokan harinya.

Tower CNC, Crown's Nexus Companion.

Gedung pencakar langit ikonik berdiri angkuh di tengah kota Zurich seolah menunjukkan kekuasaannya. Perusahaan raksasa yang bergerak di bidang real estate futuristik, mengedepankan kecanggihan teknologi dan smart infrastruktur. Di sanalah Sunrise bekerja.

Tak sembarang orang bisa bekerja di sana. Perusahaan CNC memiliki standard tinggi untuk karyawannya. Dengan seleksi yang super ketat, tentu hanya orang-orang pilihan berkompeten handal yang dapat bergabung di dalam perusahaan CNC.

Seharusnya hari ini menjadi hari bahagia bagi Sunrise. Sudah bertahun-tahun ia menantikan hari ini. Hari dimana tujuannya hampir tercapai. Ia bekerja keras untuk sampai di titik ini. Kepala Divisi Teknologi adalah jabatan yang dipromosikan untuknya.

Sunrise bersiap-siap dengan pakaian terbaiknya. Ia bahkan rela membeli setelan pakaian mahal untuk acara istimewanya. Ia tak pernah gagal dalam berpakaian, selalu terlihat rapi dan profesional.

Langkahnya tak setegas biasanya, senyum di bibirnya pun redup. Ini semua karena kejadian semalam. Rasa bersalah sungguh mengusik ketenangannya. Merusak suasana hatinya. Ada perasaan tidak enak menyiksa, hingga membuatnya tak tidur semalaman. Kacau!

"Sunrise!" teriak seseorang yang tak asing di telinganya. Ia berlari kecil tak sabar untuk memberikan ucapan selamat. Dia adalah Carmen teman satu divisi juga sahabatnya.

"Hei, ada apa dengan wajahmu?" Niatnya mengucapkan selamat pun terlupakan. Carmen menatap tak biasa pada wajah cemas Sunrise. Ekspresi yang hampir tak pernah ia lihat pada diri sahabatnya.

Seperti biasa, jawaban Sunrise tak pernah panjang. "Sedikit gugup." jawabnya singkat.

Tentu jawaban yang membuat Carmen mengernyit tak percaya. Seorang Sunrise gugup? Itu bahkan sesuatu yang lebih konyol dari teori evolusi.

"Diamlah!" titah Sunrise dengan mata menajam. Kode keras yang tak bisa dibantah. Dan seketika berhasil membuat Carmen kicep.

Sunrise berjalan pergi menuju ballroom di mana acara seremonial diadakan. Sedang Carmen membuntut di belakangnya seperti anak itik.

Mereka tiba di ballroom, banyak orang yang sudah hadir di sana. Kursi-kursi telah penuh dengan undangan. Hanya kursi para komisaris yang belum terisi.

Kabarnya, Presiden Direktur perusahaan itu juga sudah hadir, tapi Sunrise tidak begitu peduli dengan berita tersebut. Ia pun berjalan menuju kursi yang sudah tertera namanya di sana.

Sunrise tersenyum bangga saat melihat namanya tersemat di papan meja dengan jabatan baru yang akan diterimanya sebentar lagi. Ia duduk dengan dengan anggun, penuh wibawa seperti biasa. Tak sedikit yang menyapanya untuk memberikan selamat atau hanya sekedar mencari muka.

Tak berselang lama, rombongan komisaris telah tiba di tempat. Semua mata tertuju pada mereka, serempak semua orang berdiri menyambut hormat kedatangan Tuan Crown, komisaris utama sekaligus pendiri perusahaan CNC. Pria tua yang hampir seluruh rambutnya memutih, tetapi tak memudarkan wibawanya.

Tetapi kali ini bukan Tuan Crown yang menjadi pusat perhatian, melainkan sosok pria asing dengan tubuh gagah nan menawan yang berdiri tepat di belakang Tuan Crown. Sosok itu hampir menggemparkan seisi ballroom karena wajah tampannya. Ya siapa lagi, dialah satu-satunya pewaris tunggal CNC yang baru pertama kali menunjukkan wajahnya di hadapan publik.

Tidak terkecuali Sunrise, ia pun antusias untuk melihat bagaimana sosok yang selama ini bersembunyi di balik suksesnya CNC.

Meskipun, tak begitu jelas tapi mata biru Sunrise bisa menangkap nyata siapa sosok pria itu. Dengan keyakinan dan kesadaran penuh.

"Di...dia..." batin Sunrise syok.

Seketika, Sunrise merasa seperti tersengat listrik. Sekujur tubuhnya menegang hebat, mematung, dan membisu.

Benar, pria itu adalah, Khairen Crown. Pria yang sama yang telah dia hajar di kamar hotel semalam.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Juhaina R
wkwkwk.. takut gak tuihhh ternyta bos baru dikantor ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • The CEO'S Forbidden Bride    54. Salahkah Aku Mencintainya

    Wajah Paula memucat, seketika. Nafasnya tercekat di tenggorokan. Seolah-olah jantungnya mendadak berhenti berdetak dan digantikan oleh gumpalan ketakutan yang membesar, menggulung dirinya dalam gejolak yang tak bisa ia kendalikan.“Lucas, jangan ulangi kalimat itu. Tarik kembali ucapan itu, Nak.” bisiknya lirih, nyaris tak terdengar. Namun tatapan matanya menusuk tajam, penuh kengerian dan penyangkalan.Tapi Lucas tak berpaling. Ia menatap ibunya lurus dengan mantap, meski matanya berkabut, hatinya berdarah, dan nadanya penuh dengan rasa bersalah yang tidak bisa ia hindari.“Aku tahu ini salah di mata Ibu,” suaranya parau, bergetar di antara emosi yang menyesakkan. “Tapi aku lelah terus berpura-pura. Aku lelah menyimpan semuanya sendirian selama bertahun-tahun."Paula terhuyung, punggungnya membentur sandaran kursi. Seolah Lucas telah menamparnya dengan kenyataan paling kejam. Ia memejamkan mata sejenak, berharap semua ini hanyalah mimpi buruk. Bahwa Lucas, tidak ben

  • The CEO'S Forbidden Bride    53. Sunrise yang Ingin Kunikahi

    Di sisi lain Swiss, Yayasan Kasih Ibu. Lampu-lampu bilik kamar mulai padam. Lorong-lorong yang biasa terisi suara riuh tawa riang telah sunyi oleh gelapnya malam.Mata dari anak-anak yang memiliki sejuta impian telah terpejam lelap di bawah hangatnya selimut. Napas tenang dan damai mengisi ruang.Langkah pelan menuju taman, dari wanita yang sudah puluhan tahun mengabdikan hidupnya, untuk anak-anak yang tak memiliki orang tua dan tempat tinggal. Ia Paula White, guru seni yang kini menjadi pemilik yayasan. Malaikat pelindung dan penyelamat bagi mereka.Seorang berdiri di ujung taman, menanti dengan senyum hangat. Tatapan penuh cinta dari seorang anak lelaki yang begitu menyayangi ibu dan keluarganya, Lucas Anderson."Kau sudah pulang?" ucap Paula dengan senyumnya yang damai."Ibu..." Lucas merentangkan tangannya untuk menyambut hangat sang ibu.Paula berjalan mendekat dan menerima pelukan sang putra sulung dengan penuh kasih. Lucas mengecup pucuk kepala sang ibu yang rambutnya sudah mul

  • The CEO'S Forbidden Bride    52. Bayar Seumur Hidupmu

    “Nick, berikan kuncinya!” perintah Khairen tegas.Tanpa banyak bicara, Nick mengangguk dan menyerahkan kunci mobil berwarna hitam, lengkap dengan seluruh dokumen kendaraan kepada Sunrise.“Semuanya sudah atas nama Nyonya,” ucapnya sopan.Sunrise menatap buku kecil kepemilikan kendaraan itu. Namanya tertera jelas di halaman pertama. Meski hatinya berat, ia akhirnya menerima pemberian itu dengan sorot mata tak percaya.“Aku akan menerimanya, tapi aku tetap ingin mengangsurnya. Setiap bulan, setelah menerima gaji, aku akan membayar,” ucap Sunrise mantap, menyampaikan syaratnya.Tawa ringan lolos dari bibir Khairen. “Mengangsurnya?” Ia nyaris tak percaya kalimat itu keluar dari mulut Sunrise.Sunrise mengangguk. “Ya. Aku tidak ingin menerimanya secara cuma-cuma. Bagaimanapun, kecelakaan itu bukan sepenuhnya salahmu. Aku juga kurang fokus saat mengemudi. Jadi, aku akan terima mobil ini, jika kau setuju aku mencicilnya. Jika tidak, maka maaf, aku tak bisa menerimanya.”Ia hendak menyerahkan

  • The CEO'S Forbidden Bride    51. Makan Malam dan Kejutan Kecil

    Di ruangannya, Sunrise membuka laptop dan mulai merapikan berkas presentasi untuk rapat Kepala Divisi pagi ini. Tangannya cekatan menyusun laporan kinerja tim teknologi bulan ini, lengkap dengan grafik progres, kendala teknis, dan rekomendasi pengembangan berikutnya.Tak lupa ia menyelipkan juga berkas-berkas penting yang harus ditandatangani CEO. Semua ia persiapkan dengan teliti.Ia menatap bayangan dirinya di layar laptop yang memantul samar. Wajah itu masih menyimpan rona kemerahan dari kejadian semalam. Tidur bersama CEO-nya, dalam satu ranjang. Dalam pelukan di bawah selimut yang sama.Ia mendesah. “Fokus, Sunrise. Fokus!”Sepuluh menit kemudian, ia sudah duduk di ruang rapat Divisi. Semua Kepala Divisi sudah hadir, menyapanya ramah.“Pagi, Sunrise. Aku datang lebih dulu darimu" canda Kepala Divisi Keuangan yang tak pernah datang tepat waktu.“Pagi,” ia membalas pelan, mencoba tersenyum walau gugupnya tak kunjung reda.Tak lama kemudian, pintu terbuka. Langkah sepatu hitam yang

  • The CEO'S Forbidden Bride    50. Salah Tingkah

    Pagi masih petang, menyisakan jejak salju tipis di atas jendela apartemen Sunrise. Di dalam kamar yang hangat, detik-detik pagi mengalir pelan di antara napas sepasang suami istri kontrak yang tertidur dalam satu ranjang, dalam satu dekap sunyi yang tak pernah direncanakan.Khairen perlahan membuka mata. Butuh waktu beberapa detik baginya untuk menyadari di mana ia berada. Bau lavender yang samar, hembusan napas hangat di dada kirinya. Berat tubuh mungil yang masih bersandar erat padanya."Sunrise." Khairen menunduk sedikit, dan mendapati wajah Sunrise terlelap dengan tenang di pelukannya."Kukira hanya mimpi." lirihnya, rambut pirang gadis itu menjuntai menutupi sebagian pipi, membuat Khairen terdiam sejenak. Dadanya berdesir pelan, ia ingin lebih lama seperti ini.Pelan-pelan, ia menyibakkan rambut Sunrise, menyentuh dahi gadis itu dengan ujung jarinya. Demamnya sudah turun. Ia merasa lega.Sekali lagi ia menatap wajah itu lama, wajah yang keras kepala, berani, dan terlalu sering me

  • The CEO'S Forbidden Bride    49. Tidur Bersama

    "Sunrise, aku pulang duluan. Hari ini, aku ada janji makan malam bersama keluarga." pamit Carmen yang sudah menenteng tasnya."Kau tidak masalah kan pulang sendiri? Jika, ada apa-apa hubungi aku." Carmen tetap khawatir."Aku bukan anak kecil, cepat pulanglah!" Sunrise tersenyum tipis."Bye..." Carmen meninggalkan ruang divisi.Senja menuruni langit Zurich dengan warna oranye keemasan, menelusup di balik kaca-kaca lantai tempat Sunrise bekerja, suasana mulai lengang. Satu per satu meja ditinggalkan, komputer dimatikan, dan lampu-lampu kantor mulai meredup pelan. Hanya beberapa orang yang masih bertahan, mengejar tenggat.Sunrise menghela napas panjang sambil mengemasi dokumen. Wajahnya lelah, tapi matanya menyimpan semacam kedamaian aneh.Perlakuan Khairen tadi pagi, sup, minuman herbal, dan sepatu hitam yang tiba-tiba ada di mejanya, semua masih membekas hangat.Ia berdiri dan mengganti sepatu high heelsnya dengan sepatu flat yang terletak rapi di bawah mejanya. Saat kulit kakinya men

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status