Tamara duduk di salah satu sudut kafe dengan wajah lesu. Cangkir kopi di depannya masih penuh, uap panasnya tak lagi naik ke udara, menandakan sudah lama kopi itu tak tersentuh. Ia menatap kosong keluar jendela, menyaksikan orang-orang yang berlalu lalang dengan langkah pasti, seakan mereka tahu ke mana harus pergi.
Hari ini, dia baru saja mengunjungi beberapa perusahaan, mengirimkan lamaran pekerjaan yang telah ia persiapkan. Namun, semuanya berakhir dengan jawaban yang sama: penolakan.
Tamara menarik napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. "Kepalaku rasanya mau meledak. Masalah ini benar-benar membuatku bingung harus bagaimana."
Ia mengaduk kopi yang sudah dingin dengan sendok perak, tetapi tidak berniat meminumnya. Segala upayanya terasa sia-sia. Pikirannya kacau, terjebak antara kenyataan yang terasa begitu pahit.
Langit di luar kafe mulai berubah warna menjadi jingga, tanda bahwa hari sudah beranjak sore. Tamara merasa tidak ada gunanya lagi untuk berlama-lama di kafe itu. Dengan enggan, ia meraih tasnya, memasukkan dokumen-dokumen yang berserakan di meja ke dalam tas, lalu bangkit dari tempat duduknya.
Ketika Tamara melangkah keluar dari kafe, angin sore yang sejuk sedikit mengusap wajahnya yang lelah. Namun, sebelum ia sempat menikmati sejuknya angin, seorang pria tiba-tiba muncul di depannya. Pria itu tinggi, dengan jas hitam yang tampak begitu rapi.
"Apakah kau adalah Tamara?"
"Bagaimana kau bisa tahu namaku?" jawab Tamara dengan nada waspada. Ia tidak mengenal pria ini, dan hatinya mulai diliputi perasaan tidak nyaman. Namun alih-alih menjawab pertanyaannya, pria itu malah meminta Tamara untuk ikut dengannya.
Tamara melangkah mundur. Tapi belum sempat dia bereaksi, pria itu sudah lebih dulu meraih lengannya dengan kuat. Tamara tersentak, dan mencoba melepaskan diri, tetapi cengkeraman pria itu terlalu kuat.
Pria itu menarik Tamara dengan paksa menuju sebuah mobil hitam yang diparkir tak jauh dari kafe. Semua perlawanan Tamara sia-sia. Ia dilemparkan ke dalam mobil, yang kemudian mobil itu segera melaju meninggalkan tempat itu.
*
"Siapa kalian, dan apa yang sebenarnya kalian inginkan?" tanya Tamara dengan napas tersengal saat mereka akhirnya berhenti. Pria itu tidak menjawab, hanya menariknya keluar dari mobil dan memeganginya dengan tujuan agar Tamara tidak melarikan diri.
Begitu diluar, Tamara baru sadar bahwa mereka saat ini berada di sebuah gedung perhotelan yang tampak familiar. Tamara merasa jantungnya berdetak kencang. Ia tahu tempat ini. Kemarin malam, dia menghabiskan malam panasnya dengan pria asing di hotel ini.
Tanpa menunggu lama, mereka membawanya masuk ke dalam hotel. Berjalan cepat melalui koridor hotel, hingga akhirnya tiba di depan sebuah kamar. Tanpa berkata apa-apa, pria itu membuka pintu dan mendorong Tamara masuk.
Tamara berdiri di ambang pintu ketika dirinya menyadari ada orang lain selain dirinya di kamar itu. Wajahnya langsung berubah terkejut saat melihat seorang pria lain yang berdiri membelakanginya, menghadap jendela. Tubuhnya tegap, dan meski hanya melihat punggungnya, Tamara bisa langsung mengenalinya.
"K-KAU?!" Tamara bersuara, setengah tidak percaya.
Davis berbalik perlahan, menatap Tamara dengan sorot mata yang intens. "Aku minta maaf kalau caraku sedikit kasar untuk membawamu kemari. Tapi, kita perlu bicara.”
Tamara menatapnya dengan wajah bingung. Di saat yang sama, dia merasa panik karena instingnya mengatakan bahwa akibat dari kesalahannya kemarin malam baru saja timbul. Davis mendekat perlahan, wajahnya tampak serius. "Menikahlah denganku."
"Apa? Ini gila! Kita bahkan tidak saling kenal. Dengar, aku tahu bahwa kemarin malam aku membuat kesalahan dengan menggodamu ketika aku sedang mabuk, tapi… menikah denganmu…” Tamara kehabisan kata-kata. Dia tidak menyangka bahwa akibat perbuatannya kemarin, pria itu sekarang datang mencarinya meminta pertanggung jawaban atas apa yang diperbuatnya.
Awalnya Tamara sempat mengira bahwa pria yang tidur dengannya adalah seorang pria bayaran, sehingga dia meninggalkan beberapa lembar uang sisa yang ada di dompetnya. Namun, melihat dari perawakan pria itu saat ini, jelas sepertinya Tamara sudah salah sangka.
Belum lagi beberapa pria yang telah membawanya kemari. Tamara mulai dihampiri ketakutan, dia takut bahwa pria di hadapannya ini adalah ketua geng mafia atau bandar narkoba.
“Tidak… Aku tidak mau!” Tamara syok hingga terasa sulit baginya untuk berkata-kata. Melihat ada kesempatan, Tamara segera berlari dengan kencang dan melarikan diri dari sana.
Begitu melihat kebelakang dan menyadari tidak ada yang mengejarnya. Tamara baru bisa bernapas dengan lega. Semoga aku dan dia tidak akan pernah bertemu lagi…
Bellatrix menghela napas dalam-dalam. Udara malam yang begitu dingin terasa begitu menusuk hingga membuatnya tidak tahan berlama-lama di luar. Wanita paruh baya itu langsung melangkah masuk ke dalam gedung tempat dimana biasa anak-anak buahnya berkumpul. Tiba di sana, kedatangannya langsung disambut oleh Ollie yang sudah menunggunya sejak tadi.“Selamat malam, nyonya.”“Tidak perlu basa-basi. Aku tidak ingin membuang-buang waktu. Langsung antarkan saja aku pada mereka!” ucap Bellatrix tanpa menoleh sama sekali. Wanita berpakaian serba hitam itu kini berjalan dengan tergesa-gesa dengan Ollie yang mencoba mengimbangi langkahnya.“Mereka sudah menunggu di ruang biasa, nyonya. Begitu tiba, aku langsung meminta mereka berkumpul di sana sesuai dengan permintaan anda.”“Bagus! Lalu bagaimana dengan tugas lain yang aku berikan padamu?”“Saya sudah berhasil mendapatkan informasi yang anda minta. Hanya saja…, ada beberapa hal, nyonya,” gumam Ollie dengan kepala tertunduk. Bellatrix yang mendeng
“Apa yang sebenarnya ingin kau bicarakan denganku, sayang?” Bellatrix menatap wanita di hadapannya dengan raut wajah bingung. Tidak biasanya wanita di hadapannya ini memasang ekspresi serius seperti ini.“Kau sudah tahu kalau dia kembali, kan?” Hailey melontarkan pertanyaan retoris. Bellatrix sama sekali tidak bisa menyembunyikan ekspresi terkejutnya. Akan tetapi, walau terlihat begitu jelas, dia masih tetap berusaha untuk tenang seolah tidak mengerti dengan maksud dari perkataannya.“Apa maksudmu?”“Kau tahu apa maksudku. Orang yang selama ini menjadi penghalang! Kau sudah tahu dia kembali, kan? Maka dari itu, kau meneleponku kemarin, ya kan?” Hailey menatap wajah Bellatrix intens. Dugaannya tidak akan mungkin salah. Bellatrix pasti sudah bertemu dengan Serena. Itulah kenapa dia meneleponnya kemarin.“I-Itu…, darimana kau tahu? Apakah jangan-jangan kau…”“Tidak ada yang perlu ditutup-tutupi lagi. Sekarang aku mengerti alasan kenapa kau menghubungiku kemarin. Itu pasti karena kau suda
Hugh terdiam memandang Serena yang kini duduk di hadapannya sambil melahap makanan yang baru saja di sajikan di hadapan mereka. “Bagaimana? Kau menyukainya?” tanya Hugh, sambil menunggu respon darinya.Serena mengunyah makanan di mulutnya sebelum mengutarakan pendapatnya. “Ini enak. Aku menyukainya.” Serena tersenyum simpul.“Sudah aku duga kau pasti akan menyukainya!”“Darimana kau tahu ada restoran seenak ini?”“Aku tidak sengaja menemukannya ketika aku dan Shawn pergi ke taman hiburan beberapa waktu lalu. Tempat ini sangat ramai, jadi aku pikir tidak ada salahnya untuk berkunjung ke sini. Selain itu, aku juga sempat melihat review di internet tentang restoran ini, dan ternyata memang bagus.”“Oh, begitu… tapi ini sungguh enak!” Serena kembali melahap makanannya. Sekarang ini, Serena dan Hugh sedang berada di restoran. Mereka sedang menikmati waktu makan siang bersama. Saat di rumah, Hugh melihat Serena sangat kelelahan dengan pekerjaannya, dan karena sudah saatnya jam makan siang,
“Kalau begitu, saya permisi.” Aiden tersenyum lantas berlalu meninggalkan ruangan tersebut. Dia berniat untuk menemui putrinya sebelum meninggalkannya, dan membiarkan dia belajar bersama teman-teman barunya.Langkah Aiden mendadak terhenti saat dia melihat Rhys yang berdiri di koridor dengan wajah panik. Pria itu tampak kebingungan mencari sesuatu. Karena tidak melihat Loui bersamanya, Aiden bergegas menghampiri pria itu. “Rhys!”“Aiden, gawat!” Rhys mendekat dengan wajah cemas. “Loui hilang.”“Apa?” Aiden membelalakan mata begitu mendengar penuturannya barusan. “Tadi aku meninggalkan barangku di mobil, dan aku berniat untuk mengambilnya. Tapi Loui tidak mau dan bersikeras ingin menunggu di sini, jadi aku memintanya untuk duduk di sini sebentar sementara aku pergi. Begitu aku kembali, dia sudah tidak ada.”“Astaga, kau seharusnya tidak boleh lengah. Loui itu anak yang tidak bisa diam. Sekarang ayo cari dia sebelum dia melakukan sesuatu yang bisa membahayakannya!” Aiden dan Rhys lantas
“Jadi maksudmu adalah wanita jalang itu tidak sendirian?” Bellatrix mengalihkan perhatiannya pada Ollie. Lelaki itu sudah menjelaskan semuanya, dan begitu Bellatrix mengetahui cerita lengkap dari Ollie, dia segera meminta Ollie pulang.“Betul, nyonya. Dan sepertinya dia yang melindunginya selama ini.”Bellatrix termangu sambil mencerna ucapan Ollie barusan. Dia sungguh tidak menyangka kalau Serena akan memiliki seorang pelindung seperti yang diceritakan Ollie. Siapa pria yang dia maksud sebenarnya? Tidak mungkin itu Rhys, kan?“Aku ingin kau terus memantau Serena! Ikuti dia secara diam-diam dan terus pantau dia. Selain itu, coba juga untuk mengumpulkan informasi sebanyak mungkin mengenai lelaki yang kau maksud. Cari tahu siapa namanya, bagaimana latar belakangnya, dan berikan aku seluruh detail informasi tentangnya. Pokoknya aku harus tahu semua yang tentang lelaki itu, agar aku bisa menilai apakah pria ini bisa menjadi ancaman atau tidak. Jika dia tidak menjadi ancaman, maka kita aka
Ollie melirik jam di ponselnya. Sudah hampir lewat dari jam pulang kantor, dan wanita yang menjadi targetnya sama sekali belum juga terlihat. Matanya yang terus mengawasi semakin sadar bahwa pegawai kantor yang ada semakin berkurang.Ada yang aneh, sepertinya aku harus memastikannya. Ollie melangkah turun dari mobil dan bergegas masuk ke dalam. Begitu tiba di dalam, dia dapat melihat beberapa pegawai yang baru tiba di lobi dan sedang berjalan mengarah ke pintu dimana dia datang.Tepat saat matanya mengedar ke sekeliling, Ollie menangkap pemandangan tidak biasa. Matanya melihat seorang pegawai wanita yang berjalan menuju arah yang berbeda dari pegawai yang lain. Begitu diamati lebih seksama, Ollie baru sadar bahwa wanita yang dilihatnya adalah Serena. Orang yang ditunggunya sejak tadi. Sial! Sepertinya dia sudah sadar bahwa aku mengikutinya sejak tadi. Kalau sampai nyonya Bellatrix tahu, maka ini akan menjadi masalah besar. Aku harus segera mengikutinya!Ollie mempercepat langkah kakin