Share

6. Percobaan pertama gagal

-

Ide menangkap penjahat dengan mendekati hati dan memasuki sarangnya bukanlah ide buruk sama sekali, di dunia kepolisian yang penuh drama kriminal, penegak hukum harus bergerak selicin belut, mempunyai otak selicik rubah, dengan begitu mereka para kriminal yang memang pintar berkelit tidak akan bisa lolos.

Tesa sudah pernah menggunakan trik ini sebelumnya, wajah ayu dan tubuh yang aduhai jelas mampu menarik perhatian kaum adam, belum lagi kepribadian Tesa yang menarik. Goda menggoda adalah hal kecil bagi Tesa. Dan tentu, semuanya berhasil tanpa perlu diragukan.

Oke. Kegagalan mungkin ada, tetapi selama Tesa tidak menyerah, pada akhirnya ia akan tetap mencapai apa yang dimaunya.

Tesa menemui Raphael. Berbekal keberanian dan juga satu buah kotak makan sebagai umpan ia keluar rumah dan berjalan menuju rumah depan. Rambut Tesa digerai, ia juga memakai pakaian tebal berlapis jaket dan juga syal.

Tidak ada yang lebih konyol dari dirinya memakai lipstik dan berdandan tipis-tipis hanya  untuk pergi ke rumah tetangga, tetap iya, Tesa melakukannya. Demi untuk keberhasilan dan pembuktian niat di hati.

Tesa mengetuk pintu rumah Raphael karena belnya tidak berbunyi. Sudah rusak. Tak terdengar jawaban, Tesa mengetuk lagi, lebih brutal.

Ia menahan dingin cukup lama sebelum akhirnya pintu itu terbuka menampakkan seseorang yang Tesa tunggu-tunggu.

Tanpa disuruh, Tesa yang kedinginan pun menerobos masuk ke dalam rumah Raphael sebelum lelaki itu bisa mencegahnya. Tesa bisa merasakan tatap mata jengah Raphael karena tingkah lakunya yang tak tahu sopan santun. Tetapi Tesa merasa masa bodoh. Yang terpenting adalah ia berhasil masuk ke dalam sarang, belum sarang sebenarnya, ini adalah sarang kamuflase.

Tapi tidak apa-apa, permulaan yang bagus.

“Katanya kau anak tetangga yang dekat denganku waktu kecil?” tanya Tesa tiba-tiba sembari melepas slipper berwarna merah muda yang ia gunakan. Lalu kemudian gadis tinggi itu melangkah masuk seakan sedang berada di rumahnya sendiri.

Raphael mendesah, tidak begitu mengerti apa yang terjadi namun ia tidak bisa melakukan apa pun bahkan mengusir gadis ini dari dalam rumahnya. Raphael mengikuti langkah Tesa. “Tidak tahu, tidak ingat.”

Tesa berhenti melangkah. Dia berbalik dengan mata melebar tak percaya.

“Katanya dulu kau suka menciumku, begitu tidak sopannya dirimu jika sampai tidak ingat itu,” lanjut Tesa lagi.

Lucunya Tesa mengingatkan seseorang tentang kesopanan saat ini.

Raphael membalas tatap itu datar. “Dari tadi kau bilang ‘katanya dan katanya’, jelas-jelas kau juga tidak ingat berani sekali menilaiku.”

Kala itu Tesa tak menjawab. Benar juga.

“Lagi pula aku tidak peduli dengan masa lalu,” lanjut Raphael lagi, lelaki yang bernilai minus di mata Tesa itu terlihat  melengos acuh, dia menarik napas dan berjalan menuju tangga sembari berkata. “Pergi dan tutup pintunya.”

Tesa diusir.

Sungguh ini merupakan pertama kalinya.

“Hei. Tunggu dulu,” cegah Tesa buru-buru. “Kau ingat kalau aku seorang polisi, kan?”

Raphael menurut, dia berhenti melangkah. Memutar badan kembali berhadap-hadapan dengan Tesa.

Tesa mengerling pelan, salah satu tangannya terangkat dan mengibas rambut ke belakang, mata Tesa berbinar anggun dan gerak halusnya seakan hendak menggoda, lalu dengan manisnya perempuan cantik itu tersenyum.

“Kau detective di distrik mana dan devisi berapa?” tanya Tesa dengan suara selembut angin. 

Tesa jarang sekali mengeluarkan jurus ini, kalau hanya kepepet saja. Dan sudah pasti, bahkan untuk penjahat kelas kakap tidak akan lolos dari godaan titisan Aprodhite ini apa lagi cuma seorang kriminal kelas teri—

“Keberatan menjawab.”

Sialan.

Ekspresi wajah Tesa langsung mendatar. Tesa menarik napas dalam-dalam, bibirnya berkedut ingin mengumpat. “Kau—”

“Apa?” sahut Raphael enteng.

Tesa mungkin agak kesal, tetapi ia tidak melupakan dengan niatan apa ia datang kemari, buru-buru Tesa tersenyum kembali. “Mau makan malam denganku atau tidak?”

Tanpa perlu berpikir Raphael membalas. “Tidak.”

Dan setelah menjawab Raphael langsung membalikkan badan, meneruskan perjalanannya  untuk menuju lantai atas.

Harusnya Tesa lemparkan saja piring ini ke wajahnya yang songong itu!

“Jangan-jangan dia tak suka perempuan,” bisik Tesa kesal pada dirinya sendiri. Kalau memang begitu, bagaimana caranya agar bisa mendekati Raphael?

Jadi… teman?

“Akan sangat bohong kalau aku bilang bahwa aku tidak mengingatmu sebagai seorang maling bunga,” ujar Tesa cukup keras, tidak lagi berakting sok manis atau sok anggun seperti sebelumnya. Menjadi apa adanya kembali, Tesa yang ketus dan judes setengah mati.

Raphael yang sudah sampai di lantai dua itu menoleh, menatap Tesa dari kejauhan yang ada.

“Aku mengingatmu,” lanjut Tesa sembari menatap sengit Raphael. “Karena kejadiannya baru kemarin.”

Raphael tidak menjawab. Namun ia tidak juga pergi, justru terus mendengarkan perkataan Tesa dari atas sana.

“Aku tahu kau tidak mengijinkanku naik ke atas jadi tidak ada pilihan lain selain kau yang turun,” kata Tesa sembari memiringkan kepala. “Atau kau mau mengobrol begini saja? Dengan romantis seperti Romeo dan Juliet?”

“Ada pilihan lain,” sahut Raphael datar. “Kau pergi dari rumahku karena aku tidak ingin mengobrol denganmu.”

Tesa sudah menebaknya, ia tak lagi terkejut. Wajah datar dan perkataan menyelekit. Memang, yang dibutuhkannya hanyalah waktu untuk terbiasa. Saat sudah terbiasa, semua baik-baik saja.

“Aku ingin tahu ada di mana bunga itu sekarang,” kata Tesa tanpa menggubris pengusiran Raphael.

“Tentu saja di rumah kekasihku,” balas Raphael sambil tersenyum miring. “Tidak mungkin bunga itu ada di rumahmu, kan? Kecuali… kalau kau mau kuberi bunga yang sama.”

Menakutkan.

Bunga adalah sebuah objek yang indah. Tetapi  saat itu diucapkan oleh Raphael semua jadi terdengar mengerikan seolah ada makna tersembunyi dari kalimatnya.

Bohong sekali kalau Tesa bilang bahwa dirinya tidak takut.

Sebagai seorang polisi yang baru dilantik tiga bulan dan masih menjadi ‘pesuruh’ senior tanpa melakukan pekerjaan penting, tentu Tesa takut. Teka-teki, kecurigaan, dan aura mencekam dari pancaran mata datar bersama kata-kata Raphael membuatnya berdebar takut.

Tesa membuang napas, ia melengos selama beberapa detik dan kembali menatap Raphael dengan berani.

“Sejauh yang kuingat nama kakak tetangga yang kukenal dulu bernama Leo. Kenapa kau berganti nama?”

Raphael tidak langsung menjawab.

Dia diam.

Selama beberapa detik.

“Namaku Raphael dari awal, mungkin kau bermimpi atau apa aku tidak peduli tapi aku ingin kau tahu bahwa kau sudah berhasil mengganggu malamku,” balas Raphael, terdengar seperti kalimat paling serius dari semua kalimat yang pernah diucapkannya pada Tesa. 

Nyali Tesa pun menciut lagi.

Atau harusnya  Tesa mencari rekan? Seorang amatir menghadapi kriminal berpengalaman sendirian,  itu merupakan ide buruk. Haruskah Tesa meminta bantuan Mason? Atau Kemal? Tetapi apakah mereka bisa percaya dengan apa yang dikatakan Tesa? Tanpa adanya bukti?

Raphael berlalu, matanya tak putus menatap Tesa dengan tajam.

Lalu saat lelaki itu hilang ditelan pintu, Tesa merasa kakinya lemas, Tesa menarik napas dalam-dalam dan membuangnya.

Sarang  ini berbahaya. Sungguh berbahaya.

Buru-buru Tesa meletakan piring yang dibawanya ke atas meja, saat sedang meletakan piring itu matanya tanpa sengaja melihat sebuah foto asing, dua orang perempuan bersama anak laki-laki yang berusia  sekitar lima atau enam tahunan. 

Anak kecil ini Raphael, dia tak berubah begitu banyak setelah dewasa, tetapi yang aneh adalah siapa dua orang perempuan ini?

Satu perempuan di foto itu mempunyai wajah orang asia, berambut pendek dan memakai seragam polisi berwarna biru. Sedangkan yang satu lagi bersurai pirang, parasnya khas orang barat, dia juga memakai seragam polisi.

Tesa mengeluarkan ponselnya, lalu memfoto gambar dalam bingkai tersebut. Setelahnya  ia keluar dari rumah Raphael cepat-cepat.

“Dia tidak boleh tahu kalau aku sedang mencurigainya soal Elana Dey,” ujar Tesa pada dirinya sendiri sembari berjalan menuju rumahnya, ia melirik ke belakang. “Apa aku harus minta tolong ibu kiat-kiat mendekati seorang pria? Besok akan kucoba lagi.”

--

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status