Home / Romansa / The Devil's Contract / bab 2 Pintu yang tak boleh dibuka

Share

bab 2 Pintu yang tak boleh dibuka

Author: Luna
last update Huling Na-update: 2025-05-04 14:22:45

Malam ketiga setelah kontrak itu ditandatangani, Alex tak bisa tidur.

Ia duduk di sofa, map hitam yang sama tergeletak di meja kopi di depannya. Kalimat yang tertera di kertas itu terus membayanginya:

“Satu sudah dibayar. Enam lagi tersisa.”

Enam apa? Enam jiwa? Enam pengorbanan? Atau... enam bagian dari dirinya?

Pikiran Alex melayang ke Jordan, mantan rekan kerjanya yang pernah menusuk dari belakang dan menyingkir saat Nexotech hampir bangkrut. Kemarin, Jordan dikabarkan mengalami kecelakaan hebat di tol dan kini koma. Aneh, bukan? Tepat saat Alex bangkit, seseorang yang dulu menjatuhkannya kini jatuh sendiri.

Alex mencoba mengabaikan semuanya. Tapi semakin hari, “kebetulan” itu terus terulang.

Saat ia menghadiri presentasi investor di hotel bintang lima, seorang kompetitor yang juga mengincar dana investasi yang sama, tiba-tiba tersandung dan jatuh dari tangga kaca—di depan semua orang. Hasilnya? Semua investor tertarik kepada Alex, bahkan sebelum ia membuka slide pertamanya.

Ketika ia pulang malam itu, seorang remaja yang tinggal di apartemen lantai bawah menatapnya dengan ketakutan dari balik pintu. Ibunya baru saja dipecat dari perusahaan milik salah satu rival lama Alex.

Lalu pagi harinya, kabar buruk lainnya datang. Teman kuliahnya yang dulu menghina proyek pertamanya ditemukan meninggal dunia karena overdosis, padahal ia dikenal sangat bersih dari obat-obatan.

Kebetulan demi kebetulan. Semua orang yang pernah menyakitinya... menderita.

Dan semuanya terjadi setelah tanda tangan itu.

Alex mulai mengumpulkan semuanya. Ia membuka laptop, membuat daftar orang-orang dari masa lalunya. Nama demi nama ia ketik. Dan ia tak bisa menghindari kenyataan: orang pertama di daftar itu—Jordan—sudah menderita. Yang kedua—Evelyn, kompetitor saat ini—mengalami kecelakaan. Yang ketiga, dan keempat...

“Tidak mungkin,” bisiknya. “Ini bukan hanya keberuntungan. Ini... perjanjian darah.”

Tepat saat pikiran itu menyatu, sesuatu berdesis dari balik ruangan. Seolah ada suara napas, atau bisikan samar yang datang dari bayang-bayang di pojok ruangan.

Ia menoleh cepat. Kosong. Tapi udara di sana terasa... lebih dingin. Lebih berat.

Ponselnya tiba-tiba berdering. Nomor tak dikenal.

Dengan ragu, ia angkat.

“Selamat malam, Alex,” suara itu dalam, familiar—Dante. “Sudah terasa nyaman, bukan? Dunia dalam genggamanmu. Tapi jangan lupa... enam lagi.”

Alex terdiam.

“Dan kau tidak bisa memilih siapa,” lanjut Dante pelan, “kontrak sudah menandai mereka. Kau hanya bisa menunggu... sampai semuanya lunas.”

Klik.

Panggilan terputus.

Dan malam itu, Alex menyadari bahwa hidupnya bukan lagi miliknya sendiri. Keberhasilan yang ia genggam... dibangun di atas penderitaan orang lain.

Dan satu per satu... harganya akan ditagih.

Sejak malam itu, Alex tak bisa lagi melihat kesuksesannya dengan rasa bangga. Semuanya terasa hampa. Kemenangan yang dulu ia perjuangkan dengan darah dan keringat kini datang begitu mudah… terlalu mudah. Dan di balik setiap keberuntungan, ada suara bisikan... dan kehilangan.

Di tengah kekacauan pikirannya, Alex mencoba mencari jalan keluar. Ia membuka kontrak itu lagi. Namun kertas yang semalam ia simpan kini berubah—isinya bukan lagi kalimat formal seperti sebelumnya, melainkan hanya satu tulisan tangan di tengah halaman:

“Mencoba melawan hanya akan mempercepat kematianmu… dan mereka.”

Alex merobek kertas itu dengan marah. Tapi tak lama, kertas yang sama muncul kembali di mejanya. Utuh. Bersih. Dengan tulisan yang kini berubah:

“Darah tak bisa dihapus dengan kemarahan. Hanya bisa ditukar.”

Frustrasi, Alex menghubungi berbagai dukun, paranormal, bahkan pastor—semuanya tak ada yang tahu tentang "Dante" atau “The Devil Contract”. Sebagian tertawa, sebagian menyuruhnya ke psikiater. Tapi satu orang menyuruhnya pergi ke sebuah tempat di distrik tua, tempat yang bahkan tak ada di peta—Lorong Empat Puluh Tiga.

Ia mengikuti petunjuk samar itu dan menemukan sebuah toko tua bernama La Vieille Clef, dijaga oleh seorang wanita tua dengan sorot mata tajam namun dingin. Ruangan itu dipenuhi bau dupa dan tumpukan buku lusuh.

"Kontrak iblis, ya?” katanya tanpa Alex membuka suara. “Kau menandatanganinya dengan darah, bukan tinta.”

Alex mengangguk perlahan.

“Nama Dante bukan nama... itu simbol. Dia bukan satu entitas. Ia bagian dari perjanjian lama—sebuah sistem tukar antara takdir dan kehendak. Sekali kau mulai, tak ada jalan kembali.”

“Lalu... aku harus menunggu sampai semua korban jatuh?” suara Alex gemetar.

“Tidak... ada satu cara. Tapi... tak seorang pun pernah berhasil.”

“Apa?”

“Buka pintu terakhir—pintu di mana kau menandatangani kontrak itu. Tapi hati-hati... pintu itu bukan untuk manusia biasa. Dan setiap langkah di dalamnya... bisa membunuh jiwamu.”

Alex menelan ludah. Ia tahu pintu itu—di ruang putih tanpa jendela, tempat ia pertama kali bertemu Dante. Tapi saat ia kembali ke sana malam itu... ruangannya tak lagi ada.

Hanya tembok beton. Seolah ruangan itu tidak pernah eksis.

Tapi saat ia menyentuh tembok itu... terdengar suara kunci berputar.

Dan perlahan, tembok itu bergeser… membuka jalan menuju lorong gelap dengan cahaya merah samar dari ujungnya.

Satu langkah maju, Alex merasa tubuhnya lebih dingin, lebih berat.

Dan ia tahu—ini bukan lagi permainan keberuntungan.

Ini awal dari pertarungan hidup dan mati.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • The Devil's Contract   bab 32 Kata yang Tak Terucap dan Danau yang Diam

    Malam mulai tenang, tapi tidak untuk hati Sierra. Ia berdiri diam di balik tenda, jantungnya berdetak tak beraturan. Telinganya masih mengingat suara Lucien dari luar tadi—suara yang terdengar seperti rencana gelap. Tapi bagian dari hatinya menolak percaya.“Lucien gak mungkin… bukan dia… kan?” Namun sejak kejadian Nerine, liontin, dan mimpi tentang ibunya… Sierra tak bisa lagi yakin pada apa pun. --- Sierra Menghadapi Lucien Pagi menjelang. Kabut masih menggantung di antara pepohonan. Sierra menghampiri Lucien, yang sedang berdiri sendirian di dekat formasi pelindung sihir yang ia pasang malam sebelumnya. “Lucien…” Suaranya datar. Lucien menoleh. Matanya lelah, tapi tetap tenang seperti biasa.“Kamu sudah lebih baik?” tanyanya dengan nada khawatir. Sierra menatap tajam. “Aku dengar percakapanmu semalam. Kau bilang aku harus dipisahkan. Bahwa aku terlalu kuat. Bahwa aku… harus dikendalikan.” Lucien terdiam. “Jadi benar…?” desak Sierra. Lucien menunduk. Tangannya mengepal.

  • The Devil's Contract   bab 31 Bayangan Masa Lalu

    Udara malam masih dingin, tapi tidak lagi mencekam. Tenda penyembuhan tempat Sierra beristirahat terasa tenang. Di luar, para serigala berjaga dengan waspada. Para penyihir lunar mulai menyiapkan mantra pelindung untuk kemungkinan serangan balasan. Tapi di dalam tenda itu, dunia berjalan lebih lambat. Sierra masih pucat. Meski sudah sadar, tubuhnya terasa berat, seolah diselimuti beban tak kasatmata. Rambutnya menjuntai di sisi bantal, dan kulitnya sedikit lebih pucat dari biasanya. Lalu, suara langkah pelan terdengar. "Aku bawa sesuatu buat kamu..." Selene masuk perlahan, membawa mangkuk tanah liat yang mengepul hangat. Di dalamnya, sup herbal berwarna kehijauan menguarkan aroma menyegarkan—campuran akar bulan, daun pelipur lelah, dan tetesan elixir stamina dari bunga langka. “Ini bisa bantu pulihkan stamina kamu. Rasanya… mungkin agak pahit, tapi—” “—aku gak keberatan,” sela Sierra pelan, lalu tersenyum tipis. “Terima kasih, Selene.” Selene duduk di tepi tempat tidur, me

  • The Devil's Contract   bab 30 Diantara Gelap dan Kenangan

    Langit telah hening. Markas Lingkaran Hitam telah hancur. Batu-batu yang dulu menjulang tinggi kini runtuh, terbakar oleh sisa sihir dan darah. Namun di tengah kemenangan itu, tubuh sang Ratu Serigala ambruk ke tanah. “Sierra!” Alex berteriak, tangannya menangkap tubuh Sierra sebelum menyentuh tanah. Tubuhnya hangat—terlalu hangat. Napasnya berat. Mata emasnya redup, seperti bulan yang perlahan tenggelam. Aura keperakan yang tadi mengelilinginya memudar sedikit demi sedikit, menyisakan dirinya yang rapuh, lelah… dan manusia. “Tenaganya terkuras,” gumam Lucien, suaranya genting. “Dia memanggil kekuatan penuh sebelum waktunya. Tubuhnya belum siap.” Sierra pingsan. Dan dunia menjadi senyap untuknya. --- …Dalam Mimpi Sierra terjatuh ke dalam kegelapan. Tapi ini bukan kehampaan. Ini… hangat. Ada desir angin di rambutnya. Rumput di bawah kakinya. Dan sinar lembut matahari pagi. Ia berdiri di tengah padang bunga bulan—bunga langka berwarna keperakan yang hanya mekar d

  • The Devil's Contract   bab 29 Serangan Bulan Merah

    Malam itu sunyi. Langit masih diselimuti kabut merah, dan bulan menggantung besar, seperti mata raksasa yang menyaksikan segalanya dari kejauhan. Di balik pegunungan yang mengitari lembah tersembunyi, sebuah markas batu menjulang, dikelilingi reruntuhan dan pilar-pilar tua. Itulah Markas Lingkaran Hitam—tempat Sierra disekap dan sihir jahat dipelajari secara turun-temurun. Namun malam ini, markas itu takkan lagi sunyi. Barisan Serigala dan Penyihir Dari dalam hutan, Lucien, Selene, dan Elder Fenris berdiri di depan puluhan sosok tinggi berbulu perak: Kawanan Serigala Malam. Di sisi lain, para penyihir pendukung garis lunar—penjaga tradisi kuno yang setia pada darah Moonblood—membentuk barisan. Mereka mengenakan jubah kelam dengan simbol bulan sabit menyala di dada mereka. “Kita tidak hanya bertarung untuk menyelamatkan Sierra,” seru Lucien, lantang. “Kita bertarung untuk masa depan mereka yang diburu… mereka yang hidup dalam bayang-bayang!” Fenris mengaum, dan kawanan ikut mer

  • The Devil's Contract   bab 28 Perburuan Darah dan Api

    Dari balik pohon-pohon raksasa, para pemburu Lingkaran Hitam menyebar dalam formasi setengah lingkaran, perlahan mendekat. Di tangan mereka, senjata-senjata kuno yang telah dimodifikasi dengan sihir peredam aura—dibuat khusus untuk menangkap entitas seperti Sierra.Nyxira memimpin dari depan. Tatapannya tajam, tubuhnya menyala samar karena tato pusaran yang kini berkilau ungu gelap. Dia tak tampak gentar melihat kawanan serigala raksasa itu. Justru, matanya berbinar dengan ambisi:“Dia belum sempurna… kita masih bisa membawanya sebelum perubahannya selesai…”Sinyal dikirim. Dalam sekejap, peluru-peluru mantra dilemparkan ke arah gubuk. Satu demi satu meledak di udara, menciptakan gelombang kejut yang memaksa kawanan serigala mundur. Lucien segera menegakkan perisainya, tapi tidak cukup cepat—Alex terpental ke belakang, menghantam dinding dan pingsan.Sierra meraung, suara bercampur amarah dan kesakitan. “AKU PERINGATKAN… AKU BUKAN MANGSAMU.”Namun pemburu tidak peduli. Mereka hanya b

  • The Devil's Contract   bab 27 Kebangkitan Darah Bulan

    Angin malam mengoyak dedaunan dengan liar. Bulan merah menggantung di atas hutan seperti mata iblis yang terjaga, menyaksikan segala yang terjadi dengan diam penuh ancaman. Kilasan cahaya merah dari langit turun perlahan, seperti kabut yang membakar. Tiba-tiba, Sierra terhuyung mundur. "S-Sierra?!" Lucien segera menghampirinya, tapi Sierra terjatuh berlutut, kedua tangannya mencengkeram dadanya kuat—tepat di bagian kiri. Nafasnya memburu, tubuhnya bergetar hebat. "AaaAAAGHHH!!" Jeritannya menembus sunyi hutan. Bersamaan dengan itu, lolongan panjang kembali terdengar—lebih dekat, lebih kuat, lebih menusuk ke dalam jiwa. AuuuuuuuuuUUUUUUUUUMMMM— Darah mengalir dari hidung Sierra, dan sorotan matanya berubah hitam seperti tinta, namun dengan cahaya keemasan samar di tengah pupilnya. Ada dua kekuatan yang saling bertarung dalam dirinya—yang satu menarik, yang lain menolak. "SIERRA!" Alex berlari memeluknya dari belakang, mencoba menahan tubuh istrinya yang bergetar. "Dia… panas

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status