“Kamu kenapa, Lila? Kok senyum-senyum sendiri?” Tanya Widia menginterogasi Kalila saat dia mendapati Kalila tengah membersihkan dapur.
“Eh… I-ibu.” Ucap Kalila gugup dan terkejut disaat bersamaan “Hmm--- Nggak, kok, Bu. Cuma inget obrolan aku sama temen aja.” Jelas Kalila sembari memberikan senyuman lebar kepada Widia.
Widia menepuk bahu Kalila sembari tertawa kecil “Kamu gak bisa bohongi ibu, Nak. Kamu pasti lagi inget Janu, ya?”
“Ha? Nggak, Bu.” Ucap Kalila panik sementara Widia masih saja terus menggodanya.
“Sssttt… Ibu jangan bahas Mas Janu. Nanti ketahuan Bapak sama Bang Adam.” Ucap Kalila sembari meletakkan jari telunjuknya di bibir.
“Suka banget ngalihin kamu.” Ucap Widia terkekeh melihat Kalila masih saja tidak mau mengaku.
Widia merasa bahagia melihat Kalila yang pada akhirnya bisa membuka hatinya kepada seorang pria. Widia mengenal persis bagaimana Kalila yang selalu mengabaikan masalah percintaan di dalam hidupnya.
Bahkan beberapa lelaki mengunjungi kediaman Hendra untuk melamar putri kesayangannya itu. Masing-masing dari mereka ada yang memiliki jabatan sebagai dokter, pengusaha, bahkan pengacara. Namun mereka semua ditolak mentah-mentah oleh Kalila hanya karena alasan ingin fokus mengejar karir dan impiannya.
Kalila mengatakan dirinya tidak punya banyak waktu untuk mengenal cinta terlebih dahulu. Itulah salah satu alasan mengapa Janu merasa sangat beruntung bisa mendapatkan Kalila sepenuhnya.
“Kalila…” Ucap Widia dengan lembut kepada Kalila.
“I-i-iya, Bu?”
“Kamu gak perlu tutupin hubungan kamu dengan Janu. Ibu setuju kok kamu sama dia. Lampu hijau.” Jelas Widia dengan memancarkan senyum yang bahagia.
“Se-serius, Bu?” Tanya Kalila sembari membelalakkan matanya.
“Iya, sayang. Nanti pelan-pelan Ibu bakal bantu kamu buat ngomong sama Bapak dan juga Adam.” Jelas Widia sembari mengusap puncak kepala Kalila.
“Ibu… Terima kasih udah restuin hubungan aku sama Mas Janu. Aku sayang Ibu.” Jawab Kalila yang langsung memeluk Widia dengan erat.
Saat Kalila memeluk Widia, matanya tertuju ke arah jam dinding yang sudah menunjukkan pukul tujuh lewat tiga puluh menit
“Ibuuuu!!!” Teriak Kalila panik dan melepaskan pelukannya dari Widia.
“Astaga! Kamu kenapa teriak di dekat kuping ibu, Sih?” Tanya Widia kesal.
“Udah jam setengah delapan, Bu. Aku bakalan telat pergi magang!!!” Ucap Kalila yang berlari kecil ke kamarnya.
Kalila mandi dengan sangat cepat, kemudian memakai kemeja putih dan celana hitam berbahan kain. Dia menggerai rambutnya kemudian memasukkan beberapa uang ke dalam tasnya dengan terburu-buru.
“Ibu aku pergi dulu.” Teriak Kalila sembari berlari kecil keluar dari rumahnya.
Kalila melirik arlojinya yang sudah menunjukkan pukul tujuh lewat lima puluh menit “Haduh! Udah jam segini. Pasti gak akan keburu nunggu angkot.” Gumam Kalila kesal.
“Bajaaajjj!!!” tanpa pikir panjang Kalila pun akhirnya berangkat ke kantor dengan bajaj yang pangkalannya hanya beberapa langkah dari rumah Kalila.
***
08.30 WIB, Kalila baru saja sampai ke kantornya dan benar saja, dia sudah terlambat selama tiga puluh menit.
“Kamu tahu kamu terlambat, kan?” Ucap Satria, Manager Kalila, yang tiba-tiba duduk di hadapan Kalila.
“I-iya, Pak. Saya tahu. Saya minta maaf--”
“Kamu kenapa? Lagi gak enak badan? Tumben kamu telat. Biasanya kamu anak magang yang paling teladan. Malahan duluan kamu yang datang daripada saya.” Tanya Satria penasaran dan memotong pembicaraan Kalila.
Untuk beberapa saat, Tina tiba-tiba menatap Kalila. Dia berkedip beberapa kali dan memberikan kode kepada Kalila agar Kalila bisa sedikit berbohong mengenai asalan keterlambatannya.
“I-iya, Pak. Sa-sa-saya lagi gak enak badan.” Jelas Kalila berpura-pura, mengikuti arahan dari Tina yang tepat berdiri dibelakang Satria.
“Wah! Harusnya kamu gak usah masuk. Izin aja. Nanti—”
“Gapapa, Pak. Udah mendingan, kok. Makanya saya memutuskan untuk masuk hari ini.”
“Ya sudah kalau begitu. Jaga kesehatan ya kamu.”
Saat Satria sudah tidak menampakkan wujudnya lagi di ruangan Kalila, Kalila pun seketika menghela napas dalam.
“Hadeh! Ini sih antara lo karyawan magang yang teladan atau karena emang Pak Satria yang memang demen sama lo semenjak lo magang disini.” Ucap Sheila menyindir.
“Hih apaan, sih!”
“Semua orang disini juga tau kali perlakuan Pak Satria itu ke elo gimana dan ke karyawan yang lain gimana.” Jelas Sheila
“Bener banget! Gue setuju. Biasanya sih kalo karyawan atau karyawan magang telat, Pak Satria bakal marah. Eh kalo Kalila yang telat malah di perhatiin.” Sambung Tina menyetujui ucapan Sheila.
“Berisik banget kalian. Udah ah gue mau kerja!” Seru Kalila kesal
***
“Hi, Lila.” Ucap laki-laki yang berada di dalam mobil Rolls Royce yang tak lain adalah Satria.
“Eh… I-iya, Pak?”
“Kamu mau balik, kan? Sama saya saja. Kebetulan saya satu arah ke rumah kamu. Mungkin--”
“Ya ampun gapapa, Pak. Saya nunggu angkot aja.” Jelas Kalila menolak ajakan Satria.
“It’s okay. Sesekali---”
“Sayang, kamu udah nunggu lama? Maaf ya aku telat.” Seketika Janu menghampiri Kalila dan menggenggam tangannya.
“Ma-Mas Janu.” Ucap Kalila terbelalak terkejut menatap Janu yang sudah ada disampingnya.
“Yuk kita masuk ke mobil.” Ucap Janu sembari merangkul tubuh Kalila.
“Oh iya, Sat. Gue sama Kalila duluan, ya.” Ucap Janu memberikan senyuman lebar kepada Satria. Sementara Satria tidak menanggapi ucapan Janu dan langsung menutup kaca mobilnya.
Saat Kalila berada di mobil dan Janu tengah fokus menyetir, otak Kalila pun bertanya-tanya mengenai Janu yang sudah tiba-tiba berada di kantornya.
“Mas kenapa tiba-tiba jemput aku ke kantor?” Tanya Kalila penasaran.
“Gak boleh? Oh kamu maunya di antar sama Satria, ya?” Tanya Janu sesekali melirik ke arah Kalila
“Dih Nuduh sembarangan.” Ucap Kalila kesal sembari melipat kedua tangannya.
“Eh… bentar deh. Mas kenal sama Pak Satria?”
“Kenal. Temen pas SMA. Temen Adam juga.” Jelas Janu.
“Musuhan sama Bang Adam juga?” Tanya Kalila polos.
Janu tertawa kecil saat mendengar pertanyaan Kalila “Oh nggak, kok. Mereka berhubungan baik.” Jelas Janu.
“Kalo seandainya Adam jodohin kamu sama Satria kamu mau?” Tanya Janu spontan
“HAHAHAHAHAHAHA!!! Apa apaan, sih?!” Kalila pun menggeleng-gelengkan kepalanya dan masih tertawa mendengar pertanyaan konyol yang terlontar dari mulut Janu.
“Ya mereka kan temenan. Sementara Satria suka sama kamu—”
“Gak usah sok tau!”
“Gini gini aku gak bego, Lila. Aku bisa bedain karakter orang. Mana yang keliatan suka dan yang nggak.”
“Mas… Aku lapar. Bisa jangan bahas orang lain, gak?” Ucap Kalila sembari memanyunkan bibirnya
“Oh iya. Apapun itu keputusan Bang Adam, hal itu gak akan berpengaruh sama hubungan kita. I love you more than you know, Mas Janu.” Jelas Kalila sembari mengusap kening Janu dengan lembut.
“Me too, Lila.”
Mentari pagi tampak memantulkan cahayanya di jendela kamar Kalila sehingga membuat wanita itu terbangun. Namun, Kalila tampak tidak sedang baik-baik saja.Kalila merasa mual dan pusing dengan wajahnya yang juga terlihat pucat. Seketika dia berlari kecil ke kamar mandi akibat mual yang semakin menjadi-jadi."Kamu kenapa, Nak?" Tanya Widia yang tengah memasak di dapur saat mendengar Kalila mual dari dalam kamar mandi yang jaraknya sangat dekat dengan dapur mereka."Aku gak enak badan, Bu." Teriak Kalila dari dalam kamar mandiKalila merasa mual yang dia rasakan itu tidak wajar. Mengingat hubungannya dengan Janu yang sudah kelewat batas dan sudah beberapa kali melakukan hubungan yang tidak wajar itu, Kalila bergegas ke puskesmas yang jaraknya tidak jauh dari rumahnya untuk memastikan apakah dia sedang mengandung anak Janu atau tidak.Beberapa menit setelah Kalila menunggu di ruang tunggu puskesmas, dokter yang memeriksa Kalila pun menyatakan
"Assalamualaikum." Arwan memberikan salam sembari memasuki rumah dengan wajah yang terlihat sangat lelah."Walaikumsalam… Eh bapak udah balik. Gimana kerjaan?" Tanya Widia menghampiri Arwan sembari mengambil tas yang tengah di pegang olehnya."Ya begitu lah, Bu. Hari ini kerjaannya lumayan banyak.” Jawab Arwan menghela napas dalam “Oh iya. Anak-anak dimana? Adam udah balik koas? Kalila juga udah balik dari tempat magang belum? Terus Rangga?” Tanya Arwan kepada Widia yang selalu menjadi rutinitasnya saat kembali bekerja.“Mereka lagi di ruang makan, Pak. Lagi siapin makan malam. Kita ke ruang makan yuk. Kasian anak-anak juga udah pada nungguin.” Jawab Widia.Saat semua keluarga Arwan tengah asik menyantap makanan, seketika Kalila merasakan mual dan langsung bergegas menuju ke kamar mandi. Sontak jantung Widia berdegup kencang melihat reaksi Kalila seperti itu di hadapan keluarga."Kamu kenapa, Lil?" Tanya Arwan s
Kalila berjalan perlahan dengan menangis terisak-isak. Dia memegangi kopernya sembari menangis setelah Arwan mengusirnya dari rumah. Dia tak tahu harus pergi kemana lagi. Dia ingin sekali pergi menemui Janu namun sepertinya laki-laki itu belum kembali dari Malaysia.Hujan pun tiba-tiba mengguyur kota Jakarta dan terpaksa Kalila harus berteduh di salah satu ruko yang sudah tutup. Kalila melihat arloji, dan waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Tidak ada satu orang pun yang lewat dan berada di sana. Sementara hujan masih saja menampakkan wujud di hadapannya.Wanita malang itu benar-benar tidak tahu harus pergi kemana lagi. Bahkan Kalila tidak memegang uang sepeser pun.Kalila menatap hujan dengan pikiran kosong sembari memegang perutnya. Sementara itu, tampak dua orang laki-laki berpakaian jaket kulit, memakai kalung, dan memakai celana jeans sobek tengah mendekat kehadapan Kalila. Dari penampilannya, sudah di pastikan mereka adalah seorang preman
"Jadi, dulu mama di rawat dengan orang asing sampai kamu lahiran, Radit." Jelas Janu kepada Radit sembari membuka kacamatanya untuk menghapus air mata yang sudah tergenang sedaritadi di pelupuk mata Janu."Jadi, aku hasil anak hamil diluar nikah? Dan Papa pernah gak menginginkan aku di dunia ini?" Tanya Radit dengan tatapan nanar"Papa minta maaf. Papa--""Dan waktu itu Papa dan Mama gak cerai melainkan belum pernah menikah?” Tanya Radit kesal dan memotong pembicaraan Janu."Mas---" Ucap Dila perlahan kepada Radit sembari meletakkan tangannya di bahu Radit.Radit melepaskan tangan Dila dari bahunya dan langsung bergegas berdiri "Maaf, Pa. Aku mau keluar dulu. Aku masih susah untuk mencerna setiap kejadian ini.” Jelas Radit yang langsung pergi meninggalkan Janu, Dila, dan dokter Adrian.Adrian menghela napas setelah mengetahui apa yang sebenarnya terjadi dengan Kalila, pasiennya. Mengalami hal seperti itu wajar saja jika Kalila me
Wajah lelah diiringi dengan keringat membasahi wajah Kalila saat dia sedang berjalan kembali ke rumah Sisca dari kantor magangnya. Sebelum kembali kerumah, Kalila mencoba mengunjungi rumah Janu, berharap Janu sudah kembali dari Malaysia.Kalila melihat Janu dengan Ibu dan ayahnya tengah keluar dari rumah mereka, disusul dengan seorang laki-laki dan wanita yang tampak seumuran dengan ayah dan Ibu Janu."Wah! selamat Janu. Saya salut dengan kamu, masih muda tapi sudah membuka cabang bisnis di luar negeri." Ucap laki-laki yang tampak berhadapan dengan Janu"Haha terima kasih banyak, Pak." Jawab Janu dengan wajah yang sangat bahagia."Sudah mapan begini sudah bisa menikah ya Janu." Ucap wanita yang kemungkinan besar adalah istri dari laki-laki yang memberikan ucapan selamat kepada Janu.Kalila pun mencoba mendekat dan menghampiri Janu dan keluarganya. Lagipula, Janu pernah mengatakan bahwa dia akan mengenalkan Kalila dengan orangtuanya."Iya bet
Lima bulan kemudian…Kalila tidak pernah membayangkan akan menjalani kehidupan seperti ini. Tidak di anggap menjadi bagian keluarga dan di tinggalkan begitu saja oleh orang yang di cintainya.“Aw!” Seketika jari telunjuk Kalila terkena pisau saat dia tengah memotong beberapa buah di hadapannya.“Kamu kenapa, Lila? Melamun apa?” Tanya Sisca menghampiri."Aku kepikiran keluarga aku, Bu. Aku kangen sama mereka, udah hampir enam bulan aku gak pernah balik ke rumah.” "Kamu gak mau coba untuk balik ke rumah?""Aku pengen kesana, Bu. Tapi aku takut.""Ibu anterin mau gak?"Kalila merespon Sisca hanya dengan menggelengkan kepalanya. Rasanya sudah tidak ada harapan lagi bagi Kalila untuk kembali ke rumah dan di terima setelah kesalahan yang sudah dia lakukan."Kamu coba balik ke rumah dan minta maaf sama keluarga kamu, Lil. Walaupun mereka masih gak maafin kamu, setidaknya rind
Kandungan Kalila terlihat sudah semakin membesar. Bagaimana tidak, beberapa minggu lagi Kalila sudah bisa melahirkan bayi yang dia kandung selama ini."Lo kenapa mau mempertahankan anak dari Mas Janu, sih, Lil? Dia aja gak mau calon bayi ini ada." Ucap Tina kesal"Sekarang cuma dia yang aku punya, Tin." Tegas Kalila"Gue ada lowongan kerja bagus nih, Lil. Tapi, di law firm ini persyaratannya belum boleh menikah. Sementara kandungan lo udah gak mungkin di tutupi lagi, kan?" Tanya Tina dengan wajahnya yang masih kesal."Pendaftarannya buka sampe kapan?""Gue baca di koran batasnya sekitar dua bulan lagi.""Kemungkinan gue bisa. Gue di prediksikan sepuluh hari lagi udah lahiran sama dokter.” Jelas Kalila."Lil, lo serius? Bayi lo masih kecil banget kalo seandainya lo diterima kerja." Ucap Tina seakan tidak yakin dengan keadaan Kalila dan calon bayinya nanti."Gue bisa pikirkan itu nanti. Gue gak enak harus tinggal d
Seperti janji yang sudah dilakukan Kalila bersama Tina sebelumnya, Kalila melamar pekerjaan di salah satu law firm yang berada di Jakarta setelah dua minggu Radit di lahirkan. Hari itu, Kalila dan Tina pun mendapatkan panggilan interview dari law firm tersebut. Kalila memang berbakat dan memiliki banyak pengalaman saat kuliah bersama Tina. Sehingga tidak menutup kemungkinan mereka bisa dengan mudahnya mendapat panggilan interview. "Pengalaman kamu cukup bagus ya." Ucap Keenan, Manager law firm, yang terlihat sudah memberikan beberapa pertanyaan kepada Kalila. "Kami membutuhkan orang seperti kamu. Tapi kamu harus ingat, untuk bekerja disini kamu belum boleh menikah minimal dua tahun. Kamu siap dengan persyaratannya?" Kalila tersenyum sejenak dan menjawabnya dengan sangat professional. "Saya siap, Pak. Lagi pula saya juga belum terpikir untuk menikah." "Baiklah kalau begitu. Kita bertemu mingg