Share

Chapter 9 - Lampu Hijau

“Kamu kenapa, Lila? Kok senyum-senyum sendiri?” Tanya Widia menginterogasi Kalila saat dia mendapati Kalila tengah membersihkan dapur.

“Eh… I-ibu.” Ucap Kalila gugup dan terkejut disaat bersamaan “Hmm--- Nggak, kok, Bu. Cuma inget obrolan aku sama temen aja.” Jelas Kalila sembari memberikan senyuman lebar kepada Widia.

Widia menepuk bahu Kalila sembari tertawa kecil “Kamu gak bisa bohongi ibu, Nak. Kamu pasti lagi inget Janu, ya?”

“Ha? Nggak, Bu.” Ucap Kalila panik sementara Widia masih saja terus menggodanya.

“Sssttt… Ibu jangan bahas Mas Janu. Nanti ketahuan Bapak sama Bang Adam.” Ucap Kalila sembari meletakkan jari telunjuknya di bibir.

“Suka banget ngalihin kamu.” Ucap Widia terkekeh melihat Kalila masih saja tidak mau mengaku.

Widia merasa bahagia melihat Kalila yang pada akhirnya bisa membuka hatinya kepada seorang pria. Widia mengenal persis bagaimana Kalila yang selalu mengabaikan masalah percintaan di dalam hidupnya.

Bahkan beberapa lelaki mengunjungi kediaman Hendra untuk melamar putri kesayangannya itu. Masing-masing dari mereka ada yang memiliki jabatan sebagai dokter, pengusaha, bahkan pengacara. Namun mereka semua ditolak mentah-mentah oleh Kalila hanya karena alasan ingin fokus mengejar karir dan impiannya.

Kalila mengatakan dirinya tidak punya banyak waktu untuk mengenal cinta terlebih dahulu. Itulah salah satu alasan mengapa Janu merasa sangat beruntung bisa mendapatkan Kalila sepenuhnya.

“Kalila…” Ucap Widia dengan lembut kepada Kalila.

“I-i-iya, Bu?”

“Kamu gak perlu tutupin hubungan kamu dengan Janu. Ibu setuju kok kamu sama dia. Lampu hijau.” Jelas Widia dengan memancarkan senyum yang bahagia.

“Se-serius, Bu?” Tanya Kalila sembari membelalakkan matanya.

“Iya, sayang. Nanti pelan-pelan Ibu bakal bantu kamu buat ngomong sama Bapak dan juga Adam.” Jelas Widia sembari mengusap puncak kepala Kalila.

“Ibu… Terima kasih udah restuin hubungan aku sama Mas Janu. Aku sayang Ibu.” Jawab Kalila yang langsung memeluk Widia dengan erat.

Saat Kalila memeluk Widia, matanya tertuju ke arah jam dinding yang sudah menunjukkan pukul tujuh lewat tiga puluh menit

“Ibuuuu!!!” Teriak Kalila panik dan melepaskan pelukannya dari Widia.

“Astaga! Kamu kenapa teriak di dekat kuping ibu, Sih?” Tanya Widia kesal.

“Udah jam setengah delapan, Bu. Aku bakalan telat pergi magang!!!” Ucap Kalila yang berlari kecil ke kamarnya.

Kalila mandi dengan sangat cepat, kemudian memakai kemeja putih dan celana hitam berbahan kain. Dia menggerai rambutnya kemudian memasukkan beberapa uang ke dalam tasnya dengan terburu-buru.

“Ibu aku pergi dulu.” Teriak Kalila sembari berlari kecil keluar dari rumahnya.

Kalila melirik arlojinya yang sudah menunjukkan pukul tujuh lewat lima puluh menit “Haduh! Udah jam segini. Pasti gak akan keburu nunggu angkot.” Gumam Kalila kesal.

“Bajaaajjj!!!” tanpa pikir panjang Kalila pun akhirnya berangkat ke kantor dengan bajaj yang pangkalannya hanya beberapa langkah dari rumah Kalila.

***

08.30 WIB, Kalila baru saja sampai ke kantornya dan benar saja, dia sudah terlambat selama tiga puluh menit.

“Kamu tahu kamu terlambat, kan?” Ucap Satria, Manager Kalila, yang tiba-tiba duduk di hadapan Kalila.

“I-iya, Pak. Saya tahu. Saya minta maaf--”

“Kamu kenapa? Lagi gak enak badan? Tumben kamu telat. Biasanya kamu anak magang yang paling teladan. Malahan duluan kamu yang datang daripada saya.” Tanya Satria penasaran dan memotong pembicaraan Kalila.

Untuk beberapa saat, Tina tiba-tiba menatap Kalila. Dia berkedip beberapa kali dan memberikan kode kepada Kalila agar Kalila bisa sedikit berbohong mengenai asalan keterlambatannya.

“I-iya, Pak. Sa-sa-saya lagi gak enak badan.” Jelas Kalila berpura-pura, mengikuti arahan dari Tina yang tepat berdiri dibelakang Satria.

“Wah! Harusnya kamu gak usah masuk. Izin aja. Nanti—”

“Gapapa, Pak. Udah mendingan, kok. Makanya saya memutuskan untuk masuk hari ini.”

“Ya sudah kalau begitu. Jaga kesehatan ya kamu.”

Saat Satria sudah tidak menampakkan wujudnya lagi di ruangan Kalila, Kalila pun seketika menghela napas dalam.

“Hadeh! Ini sih antara lo karyawan magang yang teladan atau karena emang Pak Satria yang memang demen sama lo semenjak lo magang disini.” Ucap Sheila menyindir.

“Hih apaan, sih!”

“Semua orang disini juga tau kali perlakuan Pak Satria itu ke elo gimana dan ke karyawan yang lain gimana.” Jelas Sheila

“Bener banget! Gue setuju. Biasanya sih kalo karyawan atau karyawan magang telat, Pak Satria bakal marah. Eh kalo Kalila yang telat malah di perhatiin.” Sambung Tina menyetujui ucapan Sheila.

 “Berisik banget kalian. Udah ah gue mau kerja!” Seru Kalila kesal

***

“Hi, Lila.” Ucap laki-laki yang berada di dalam mobil Rolls Royce yang tak lain adalah Satria.

“Eh… I-iya, Pak?”

“Kamu mau balik, kan? Sama saya saja. Kebetulan saya satu arah ke rumah kamu. Mungkin--”

“Ya ampun gapapa, Pak. Saya nunggu angkot aja.” Jelas Kalila menolak ajakan Satria.

“It’s okay. Sesekali---”

“Sayang, kamu udah nunggu lama? Maaf ya aku telat.” Seketika Janu menghampiri Kalila dan menggenggam tangannya.

“Ma-Mas Janu.” Ucap Kalila terbelalak terkejut menatap Janu yang sudah ada disampingnya.

“Yuk kita masuk ke mobil.” Ucap Janu sembari merangkul tubuh Kalila.

“Oh iya, Sat. Gue sama Kalila duluan, ya.” Ucap Janu memberikan senyuman lebar kepada Satria. Sementara Satria tidak menanggapi ucapan Janu dan langsung menutup kaca mobilnya.

Saat Kalila berada di mobil dan Janu tengah fokus menyetir, otak Kalila pun bertanya-tanya mengenai Janu yang sudah tiba-tiba berada di kantornya.

“Mas kenapa tiba-tiba jemput aku ke kantor?” Tanya Kalila penasaran.

“Gak boleh? Oh kamu maunya di antar sama Satria, ya?” Tanya Janu sesekali melirik ke arah Kalila

“Dih Nuduh sembarangan.” Ucap Kalila kesal sembari melipat kedua tangannya.

“Eh… bentar deh. Mas kenal sama Pak Satria?”

“Kenal. Temen pas SMA. Temen Adam juga.” Jelas Janu.

“Musuhan sama Bang Adam juga?” Tanya Kalila polos.

Janu tertawa kecil saat mendengar pertanyaan Kalila “Oh nggak, kok. Mereka berhubungan baik.” Jelas Janu.

“Kalo seandainya Adam jodohin kamu sama Satria kamu mau?” Tanya Janu spontan

“HAHAHAHAHAHAHA!!! Apa apaan, sih?!” Kalila pun menggeleng-gelengkan kepalanya dan masih tertawa mendengar pertanyaan konyol yang terlontar dari mulut Janu.

“Ya mereka kan temenan. Sementara Satria suka sama kamu—”

“Gak usah sok tau!”

“Gini gini aku gak bego, Lila. Aku bisa bedain karakter orang. Mana yang keliatan suka dan yang nggak.”

“Mas… Aku lapar. Bisa jangan bahas orang lain, gak?” Ucap Kalila sembari memanyunkan bibirnya

“Oh iya. Apapun itu keputusan Bang Adam, hal itu gak akan berpengaruh sama hubungan kita. I love you more than you know, Mas Janu.” Jelas Kalila sembari mengusap kening Janu dengan lembut.

Me too, Lila.”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status