Share

5. Rapat Pagi

Lagi-lagi hotel dalam keadaan sepi. Sepertinya para pegawai sengaja untuk berangkat lebih siang, dari jam semestinya. Tidak ada ciri-ciri pengunjung yang menggunakan lift atapun ruang gym.

Indira seperti sedang bekerja di bangunan kosong yang hanya dihuni beberapa hantu. Bahkan atasannya sendiri dikatakan bukan manusia. Melainkan hantu penasaran yang tengah mencari-cari alasan atas kematiannya.

"Kamar sebanyak ini, kalau akhirnya hotel ini akan ditutup pasti akan sangat sayang sekali."

Indira menyempatkan untuk meraba tembok dan pintu kamar hotel yang sedang kosong. Ya, sepanjang hidupnya mana pernah dia menginap di kamar hotel mewah seperti halnya hotel Lilac ini.

Tinggal di tempat kost yang sempit dan kumuh, membuatnya merasa sedih jika bangunan semegah ini harus terpaksa dikosongkan. Bahkan bisa saja sampai dirobohkan.

Tak! Tak! Tak!

Bunyi heels Indira begitu nyaring di telinga Satya. Tanda jika Indira sudah sampai di lorong menuju ruangannya.

Tanpa berbasa-basi, Satya pun langsung bergegas untuk menyusul Indira yang belum sampai pada meja kerjanya. Tentu saja hal itu membuat jantung Indira bekerja lebih cepat dari sebelumnya.

"ASTAGA!!!"

"Hei, kenapa kamu?! Seperti baru lihat hantu saja kamu!" amuk Satya.

Indira mengelus dada untuk mengembalikan detak jantungnya yang tak waras tadi. "Anda 'kan memang hantu, Pak!"

"Oh iya. Lupa."

"Huft! Lain kali jangan tiba-tiba muncul seperti itu, Pak. Tidak baik buat kesehatan jantung saya."

"Dih, kenapa juga aku harus peduli dengan kesehatan jantungmu?"

"Kalau jantung saya kenapa-kenapa, nanti saya tidak bisa berangkat kerja."

"Sesuka itu kamu bekerja di sini?" sindir Satya. "Ah, tentu saja suka ya. Kamu 'kan digaji 50 juta dalam satu bulan. Mengalahkan gaji manager di sini."

"Saya tidak berharap lebih, Pak. Karena pada akhirnya hotel ini pun akan segera ditutup."

Satya mengerutkan dahinya. Menatap Indira dengan tak suka. "Siapa yang bilang?"

"Semua orang pun akan tahu tentang kebenaran itu, Pak."

"Hotel ini tidak akan pernah ditutup! Lancang sekali kamu menentukan takdir pada perusahaanku!" bentak Satya pada Indira.

Sadar akan kesalahannya, Indira pun langsung membungkukkan badan sebagai bentuk permintaan maafnya pada atasannya. Mana tahu jika Satya akan marah besar seperti ini.

"Maaf, Pak."

Sepertinya, Indira harus lebih berhati-hati dalam lisannya. Memang benar jika Satya adalah hantu. Tetapi, Indira tidak dapat memungkiri bahwa Satya juga merupakan bosnya. Selagi posisi CEO di hotel & apartmen Lilac belum tergantikan.

"Sekarang, siapkan ruangan untuk melakukan rapat dengan para pegawai!" titah Satya kemudian.

"Rapat? Tetapi para pegawai belum pada berangkat, Pak."

"Itu perkara yang mudah. Biar aku yang menanganinya. Tugasmu cukup siapkan ruangan rapat saja."

"Ba-baik, Pak."

***

Sesuai perintah Satya, Indira sudah menyiapkan ruangan yang diminta Satya sebelumnya. Sementara Satya sendiri tidak ada yang tahu, di mana keberadaannya.

Selesai menyiapkan hal-hal yang diperlukan, Indira lalu dikejutkan dengan berdatangannya para pegawai hotel satu persatu memasuki ruang rapat.

"Oh?!"

Semestinya Indira tidak perlu merasa sekaget itu, namun melihat kostum yang mereka kenakan, Indira jadi bingung sendiri. Bukan hanya Indira saja yang merasa kebingungan. Pegawai yang saat ini sudah duduk di bangku pun, ikut merasakan keanehan pada diri mereka masing-masing.

"Hei, kenapa kita tiba-tiba bisa ada di sini?"

"Tidak tahu. Seingatku tadi aku baru saja mau pergi mandi. Nih, aku saja sampai membawa handuk ke sini."

"Aku juga tadi masih enak-enak sarapan di warung depan. Tiba-tiba ada angin kencang, terus tahu-tahu udah sampai di sini."

"Kalian masih dikatakan wajar! Sementara aku?! Aku baru saja sampai di Yogyakarta, terus sekarang udah ada di Jakarta lagi? Dalam waktu sekejap? Apa itu mungkin dikatakan sebagai hal yang wajar?"

"Hah?"

"Ih, sumpah-sumpah! Aku merinding parah ini! Rasanya bercampur kayak pengin BAB sama pas pertama haid!"

Semula, Indira tidak memiliki pikiran apa-apa terhadap mereka. Sampai pada akhirnya sosok Satya sudah berdiri di sebelahnya dengan posisi berkacak pinggang.

"Baiklah, ini sudah lengkap. Ayo kita langsung mulai rapat pagi ini."

"Em ..., Pak?"

"Ya, ada apa?"

Indira menunjuk ke arah para pegawai hotel yang beragam kostumnya. "Apa yang sudah Anda lakukan pada mereka, Pak?"

"Apa lagi? Tentu saja untuk membawa mereka datang ke tempat kerja, dengan tepat waktu."

"Caranya?" tanya Indira yang dibumbui rasa penasaran yang menggebu.

"Jadi hantu dulu, baru kamu akan mengerti," ucap Satya dengan santai. "Sekarang, kamu gantikan aku untuk berbicara di podium."

"Saya?" Indira menunjuk dirinya sendiri.

Satya pun tak keberatan untuk mengulangi kalimatnya, "Iya, kamu wakilkan aku untuk berbicara di podium. Ulangi kalimat yang akan aku sampaikan pada mereka."

"Ah, baiklah."

Indira pun menaiki podium, sesuai perintah dari Satya. Begitu juga dengan para pegawai yang mulai mengheningkan ruangan, karena melihat Indira sedang berdiri di podium yang seharusnya ditempati Satya.

"Apa kalian semua ingin aku pecat!?" ucap Satya dengan nada tegas.

"Hah?"

"Cepat kamu katakan itu pada mereka."

"Tapi, Pak ..., masa saya harus mengatakan hal itu pada pegawai di sini? Sementara saya saja masih pegawai baru di sini."

"Hei, Indira. Kamu itu aku suruh buat mewakili aku berbicara. Dan kamu bekerja di hotel ini juga untuk bisa mendampingiku menyampaikan segala hal pada pegawai di sini. Jadi, cepat katakan hal itu pada mereka!"

Benar juga. Pekerjaan Indira yang sesungguhnya adalah untuk mendampingi Satya melakukan apapun yang berkaitan dengan perusahaan. Termasuk pagi ini. Juga seterusnya.

Sebelum memulai berbicara, Indira menghembuskan napasnya dalam-dalam. "A-apa kalian semua ingin aku pecat?"

"Kurang tegas."

"Pak ...."

Satya membuat postur tubuh menyilangkan tangan di dada. Seolah tidak ingin dibantah dan harus dijalankan perintahnya.

Mau tidak mau, Indira hanya bisa menurut saja. Toh ia bekerja untuk perusahaan Satya. Bukan dengan para pegawai di hotel ini.

"Apa kalian semua ingin aku pecat?!!"

"Nice," puji Satya.

"Hei, apa-apaan kamu ini? Memangnya kamu siapa bisa seenaknya memecat kita?!" sahut salah satu pegawai.

"Katakan, jika kamu sedang menirukan ucapanku."

Indira mengangguk. "Di sini ..." Indira menunjuk ke samping, di mana Satya berdiri. "Ada pak Satya. Dia yang menyuruhku untuk menyampaikan kalimat tadi."

"A-apa? A-ada p-pak Satya?"

"Iya. Pak Satya ada di ruangan ini, tepatnya di sebelah saya."

Selepas Indira memberitahukan kehadiran Satya di ruang rapat, para pegawai wanita yang semula duduk dengan tenang, mendadak pingsan berjamaah satu persatu.

"Oh? Pak, bagaimana ini?!" gugup Indira, menyaksikan beberapa orang yang jatuh terkapar di lantai.

"Biarkan saja. Sekarang, kamu lanjutkan apa yang ingin aku sampaikan pada mereka."

"Em, ba-baiklah."

"Katakan lagi, jika sampai ada yang ketahuan resign dari hotel ini, maka jangan harap untuk dapat hidup dengan tenang di luar sana."

"Anda sedang mengancam mereka?" tanya Indira sembari menatap Satya dengan tak percaya.

Memang benar, hantu tidak dapat menyelakai orang ataupun membunuhnya. Tetapi, setelah melihat apa yang baru saja dilakukan Satya untuk menggiring para pegawainya ke hotel dalam waktu singkat, tentu Indira mencemaskan hal lain yang akan dilakukan hantu Satya ini.

"Iya. Aku sedang mengancam mereka. Kenapa? Apa kamu keberatan? Dan oh, kalimat itu juga berlaku untukmu."

"Saya hanya menjadi pegawai magang selama 3 bulan di sini."

"Di sini, siapa yang berhak menentukan hal itu? Lagipula, kamu sudah terjun dari tebing. Kenapa tidak sekalian untuk menyelam lebih dalam lagi?"

Indira hanya dapat ternganga, bahkan sampai Satya melayang dan menggerakkan tangan Indira untuk menekan cap tandatangannya di beberapa kertas yang berisi tentang peraturan baru selama bekerja di hotelnya.

Rapat pun berakhir di pagi yang singkat ini. Melihat para pegawai yang serempak tumbang dan mulai berteriak histeris saking takutnya dengan sosok Satya, tidak ada pilihan lain untuk menunda rapat di lain waktu berikutnya.

"Sekarang, kamu bawakan air untuk membangunkan mereka!" suruh Satya, sebelum menghilang dari pandangan Indira.

"Ya Tuhan ..., kenapa aku harus berurusan dengan hantu bernama Satya itu?"

***

Bersambung...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status