Share

6. Perkataan Seorang Player

Tidak ada yang terima dengan keputusan sepihak dari 'hantu Satya' ini. Pasalnya, siapa saja yang berani untuk resign mereka akan dikenai denda seluruh gaji yang mereka dapatkan sewaktu bekerja di hotel Lilac, lalu dilipatgandakan.

Selain itu, Satya akan menjamin kehidupan mereka tidak akan mendapat kenyamanan dan ketenangan. Jangankan untuk mencari pekerjaan baru, sekadar memejamkan mata untuk tertidur pun tidak akan Satya biarkan semudah itu.

Benar, Satya tidak akan mau diinjak-injak lagi oleh pegawainya sendiri. Di sini, dialah yang berkuasa. Walaupun wujudnya tidak terlihat, tetapi dia memiliki Indira yang akan menjalankan semua tugasnya.

"Indira, coba kamu cek seluruh ruang kamar hotel dan apartemen. Ada siapa saja yang menetap di sana. Karena mereka juga yang menyebabkan rumor itu berkembang pesat."

"Rumor tersebar karena Anda yang terang-terangan unjuk diri, Pak."

"Tetapi aku tidak mengganggu mereka. Kenapa juga mereka harus menuliskan ulasan buruk dengan memberikan rate bintang satu!?" kesal Satya sembari menggebrak mejanya.

"Lalu, saya harus berbuat apa dengan para hantu di sini?"

"Usirlah!"

"Kalau begitu Anda juga harus pergi dari sini. Anda juga 'kan merupakan salah satu dari 'mereka', ups!" Indira langsung menutup bibirnya menggunakan jari telunjuk.

Satya hanya melirik Indira dengan datar. "Berani kamu buat mengusirku?"

Agar tidak membuat darah Satya naik, Indira dengan cepat menggelengkan kepala. "Tidak Pak, maaf."

"Yaudah, kamu jalankan tugas dariku sekarang juga!"

"Eum ..., sendirian, Pak?"

Satya menautkan jari-jari tangannya. Lalu memandang wanita yang berdiri di hadapannya itu, mulai dari atas sampai bawah.

"Iyalah, sendirian. Karena kamu bukan tipeku."

Tentu saja kalimat itu terdengar ambigu di telinga Indira. Apa yang dimaksud Satya, hingga melibatkan perkara tipenya segala?

"Maaf, Pak. Maksud Anda apa ya? Kenapa ada tipe Anda segala?"

"Hei, Indira. Tadi aku menyuruhmu untuk apa? Keliling dan mengecek semua kamar hotel, juga apartemen 'kan?"

Karena pernyataan Satya benar, Indira pun hanya mengangguk pelan. "Terus?"

"Sekarang aku akan bertanya padamu. Apa yang akan dilakukan dua orang, ketika berada di dalam kamar berduaan?" 

"Memangnya Anda orang?"

Pertanyaan Indira benar-benar menohok, hingga sukses menusuk jantung Satya yang saat ini sudah berhenti berdetak. Tetap saja, rasa sakitnya dapat dirasakan Satya dengan baik.

"Em-itu-yaaa ...."

"Dari pada Anda gabut di dalam ruangan sendiri, alangkah baiknya jika Anda ikut keliling juga 'kan? Toh Anda juga tidak akan merasa kecapekan nantinya," potong Indira.

Yang dikatakan Indira memang benar. Jika Satya menyuruh Indira untuk berkeliling seluruh kamar yang ada di hotel ini, apa yang akan dilakukan Satya di ruangannya, sementara dia sendiri saja tidak memiliki kesibukan yang lainnya.

"Kamu ini, kenapa malah jadi mengatur bos sendiri?"

"Kalau Anda tidak mau ya sudah. Selamat bergabut ria," ucap Indira dengan sedikit memberikan senyuman terpaksa pada Satya.

Selanjutnya ia berbalik, hendak keluar dari ruangan Satya yang sesak. Untuk apa berlama-lama di dalam sana, jika Satya sendiri sudah memberikan tugas pada Indira.

Berkeliling dan mengecek para hantu, di seluruh kamar hotel? Manusia normal manapun, pasti akan merasa kesal bila mendapat tugas yang tidak masuk akal semacam itu.

'Tidak apa-apa, Indira. Demi 50 juta dalam sebulan.'

Di sepanjang jalan, Indira mengelus dada dengan mengembuskan napas dalam-dalam. Setelah keluar dari ruangan Satya, siap-siap saja untuk mendapatkan rasa encok, nyeri di bagian betis sampai ke paha, juga migren karena harus menatap puluhan, atau bahkan sampai ratusan hantu nantinya.

"Dasar, mata duitan," cibir Satya kemudian langsung melayang, menyusul Indira.

"Astaga!" kejut Indira, mengetahui Satya yang tiba-tiba ikut berjalan di sebelahnya. "Ngapain Anda di sini?"

"Menjalankan rasa ibaku."

"Iba ke siapa?"

"Siapa saja yang merasa."

"Dih."

"Hei, Indira. Apa itu sepatu busukmu yang kemarin?" Satya melirik kaki Indira yang sedang mengeluarkan suara berisik.

"Ini bukan sepatu busuk."

"Lalu, apa namanya jika bukan sepatu busuk? Udah usang, menimbulkan suara berisik pula."

"Kenapa Anda harus berkomentar tentang sepatu saya?" sungut Indira walau terdengar halus.

"Karena aku merasa terganggu dengan kebisingan sepatumu itu!"

"Jangan didengar lah."

"Hei, Indira. Kenapa sifatmu begini?" Satya melayang di depan Indira.

"Sifat yang mana?"

"Sifat pembangkang. Ingat ya, aku ini atasanmu di sini."

Indira memutar bola matanya, kemudian berjalan serong melewati tubuh transparan Satya. "Itu, sepertinya ada yang bersembunyi di balik tembok."

Mendapat arahan dari Indira, Satya pun ikut berbalik dan melayang cepat, mendahului langkah Indira. Tidak peduli dengan suara heels-nya, Indira pun bergegas mempercepat langkahnya.

"Hei, habis ngapain kamu?!" 

Satya menghalangi jalan sosok hantu yang baru saja mengintip dirinya bersama Indira di lorong. Entah dia adalah salah satu pengganggu di hotel ini, ataukah dia hanya sekadar mampir saja.

"Kenapa diam saja? Kamu tidak dengar aku sedang mengajakmu bicara?!"

"Pak!" panggil Indira yang membuat Satya jadi melepaskan hantu itu.

"HEI, JANGAN PERGI KAMU!!!"

Satya ingin mengejar hantu itu. Tetapi Indira langsung mencegahnya dengan menahan lengan Satya. Entah hal itu dapat berefek pada Satya atau tidak. 

"Hei, Indira! Apa-apaan kamu ini?!" Satya langsung menepis tangan Indira di lengannya.

"Ada yang lebih penting daripada mengejar hantu itu!"

"Apa? Ada apa memangnya??"

"Pak, se-sepertinya ada yang bunuh diri dari atap hotel!" terang Indira dengan tangan yang gemetar.

"A-apa? Bunuh diri?!"

Indira mengangguk seadanya. "I-iya, Pak! Ta-tadi saya melihatnya dari jendela di lorong!"

"Baiklah, aku akan turun ke bawah untuk memastikannya lebih dulu. Kamu segera susul aku di bawah!" pinta Satya sebelum menghilang.

"Iya, Pak."

***

Polisi menyebutkan, bahwa salah satu pegawai wanita yang melakukan bunuh diri dari atap gedung hotel Lilac ini, disebabkan karena adanya peraturan baru yang dibuat oleh Satya.

Saking ketakutannya, pegawai wanita tersebut sampai memutuskan untuk mengakhiri hidupnya di tempat kerja. Siapa yang mau disalahkan dalam kasus kali ini?

Toh, Satya sendiri sudah tidak dapat diinterogasi, apalagi dihakimi oleh hukum. Pihak polisi pun hanya dapat menanyai beberapa pegawai hotel yang dekat dengan si pelaku bunuh diri.

Opini setiap pegawai pun berbeda-beda. Kebanyakan dari mereka mengatakan, bahwa mungkin saja Rani (pegawai hotel yang melakukan bunuh diri) depresi, akibat dirinya tengah mengandung anak dari pemilik hotel.

Ya, Satya. Sebelum Satya mengalami kecelakaan dan dinyatakan meninggal dunia, Satya memang sempat mengajak Rani untuk tidur bersama di salah satu kamar hotel. 

Dalam laporan otopsi pun menyebutkan, bahwa Rani memang tengah dalam keadaan mengandung. Kandungannya baru memasuki usia 2 bulan. Dan kematian Satya baru terjadi, sebulan yang lalu.

"Itu bukan aku."

Ketika Indira sedang berkemas, tiba-tiba saja Satya berbicara di belakangnya. Ya, Indira baru saja meletakkan surat resign di meja Satya.

Indira tidak ingin membantu orang, ah, maksudnya hantu, yang telah melakukan kejahatan sekeji itu. Dengan kata lain, Satya telah mendorong seseorang melakukan tindakan bunuh diri. Sementara orang tersebut sedang mengandung keturunannya.

"Jangan mengajakku bicara. Karena kita sudah tidak ada hubungan pekerjaan lagi."

"Hanya kamu yang dapat kuajak bicara saat ini. Hanya kamu yang dapat melihatku dalam wujud transparan ini. Lalu, mau ke siapa lagi aku harus mengadu?"

"Maaf. Aku bukan tempat untuk para hantu bisa mengadu padaku. Lebih baik kamu cari orang indigo yang lainnya saja. Jangan padaku!"

"Ingat ketika kemarin aku turun ke bawah lebih dulu untuk memastikan keadaannya?" Satya tidak peduli jika pertanyaannya tidak dijawab oleh Indira.

Sesuai dugaan Satya, Indira hanya diam dan terus mengepak barang-barangnya ke dalam kardus. Satya tidak berhenti sampai di sana. Ia terus berusaha untuk menjelaskan sesuatu yang ia ketahui pada Indira.

"Rani tidak melakukan bunuh diri itu, Indira. Ada seseorang yang mendorongnya dari atap gedung.

"Dan aku berani bersumpah atas kematianku, bahwa aku tidak pernah mengajaknya tidur bersama!"

Indira menoleh ke belakang. "Siapa yang akan percaya dengan perkataan seorang player?"

***

Bersambung...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status