Share

TK 1

Author: KakaResa
last update Last Updated: 2021-01-01 14:49:14

"Damon! Apa yang kamu bawa itu?" teriak Kanagara sembari menghampiri Damon.

Ya, baru saja saat dirinya berlatih pedang. Damon datang diantarkan seekor griffin. Mereka membawa hewan buruan yang cukup besar.

"Mata mu buta? Jelas ini burung" ujar Damon dingin.

"Dan satu lagi. Panggil aku dengan sebutan kakak" imbuhnya tegas.

Kanagara menggerlingkang matanya jengah. 

"Ayah mu saja tidak menyebut ibu dengan ratu, tapi aku tak masalah dengan itu" ujar Kanagara.

"Itu masalah mu dengan ayah ku. Berbeda dengan kasus kita. Permisi pangeran aku ingin lewat" timpal Damos menekan setiap kata-katanya.

Sret!

Damon pergi meninggalkan Kanagara begitu saja. Dia memang sedikit tak menyukai pangeran itu. Dimata nya Kanagara sudah dewasa tapi pola pikirnya tak seperti itu. 

Meskipun pintar Kanagara adalah sosok yang tak mandiri, dia selalu meminta orang lain untuk melayaninya. Dan itu sangat tak disukai Damon.

Akan jadi raja seperti apa Kanagara jika dia tak mandiri? Jangankan mengurus immortal dan kerajaan, dia bahkan tak bisa mengurus dirinya sendiri.

Ditempat lain seorang lelaki pulang dari perburuannya, membawa daging pesanan sang ibu untuk dinikmati bersama siang ini.

"Ibu ini kelinci pesanan mu" ujar lelaki itu seraya masuk kedalam rumah sederhananya.

"Evan, kamu kah itu sayang?" seorang perempuan paruh baya keluar dari arah dapur.

"Ya ibu, aku membawakan ini" ujar lelaki bernama evan itu seraya memberikan kelinci buruannya.

"Anak ibu memang pandai berburu" 

Evan tersenyum melihat ibunya senang. Lelaki itu kemudian duduk di kursi setelah menyimpan panah nya.

"Lalu dimana ayah?" tanya Evan.

"Seperti biasa, dia ada di ruang kerjanya"

Ibu Evan sendiri adalah seorang dewi biasa, dia mempunyai kekuatan warna. Bersama suaminya mereka membuat beberapa senjata, dan itu selalu dijual ke pasar di Alfheim.

"Aku ingin kesana untuk membantunya" ujar Evan.

"Memangnya kamu tidak lelah?" tanya sang ibu.

"Kekuatan ku bahkan tak terpakai tadi" ujar Evan.

Ibu Evan tersenyum, dia memang beruntung diberi anak yang tampan dan sangat kuat seperti Evan.

"Anak ibu memang kuat" ujarnya.

"Baiklah bu kalau begitu, aku pergi dulu" pamit Evan kembali menunggangi direwolf nya.

Evan pun pergi untuk mendatangi sang ayah, dia bekerja di kaki gunung yang terletak dibelakang rumah mereka.

Sedangkan di kerajaan immortal sedang terjadi kegaduhan.

Prang!

Dewi Chanda, ibu dari pangeran Kanagara, sedang melakukan aktivitas rutinnya. Menindas dewi Anggraini.

"Siapa suruh kamu melihat-lihat wajah anak ku" ujar dewi Chanda.

Dia baru saja melemparkan sebuah vas bunga sampai hancur tak tersisa. Sedangkan dewi Anggraini hanya diam menunduk tertangkap basah.

"Biar ku perjelas. Anak mu sudah mati! Dan anak ku bukan anak mu" ujar dewi Chanda.

"Tapi dewi, kita ini sama-sama isteri raja Baswara. Anak mu berarti juga anak ku" timpal dewi Anggraini.

"Mulai berani berbicara kamu sekarang hah" desis dewi Chanda.

"Maaf, aku hanya sedang merindukan anak ku" ujar dewi Anggraini.

"Anak mu sudah mati, dan aku tidak mau anak ku mati setelah diasuh oleh mu" timpal dewi Chanda tak berdosa.

Hiks!

Hiks!

Perlahan air mata dewi Anggraini mulai turun, perempuan itu menangis. Betapa malang nasibnya dan sang anak.

"Hentikan tangisan mu aku muak mendengarnya!" desis dewi Chanda.

"Ku bilang hentikan!" imbuhnya kesal.

Sret!

"Ratu dewi, hentikan!" 

Dewi Chanda terdiam, tangannya yang tadi hendak menampar dewi Anggraini melayang di udara.

"Apa yang ratu lakukan!" 

"Tugas mu hanya satu Damon, tutup mulut saja" ujar dewi Chanda.

Ya, orang itu Damon. Tadinya dia hendak menemui dewi Anggraini untuk memasak bersama. Memang lelaki itu cukup dekat dengan sang dewi. 

"Cih, kali ini kamu selamat karena ada pelindung Anggraini" desis dewi Chanda seraya melengos pergi.

Damon pun langsung membantu dewi Anggraini. 

"Terimakasih Damon, kamu selalu membantu ku" ujar dewi Anggraini.

"Ratu dewi bisa melawan, tapi kenapa ratu selalu diam" tanya Damon tak mengerti.

"Aku hanya dewi biasa yang beruntung menikah dengan seorang raja" ujar dewi Anggraini tersenyum lembut.

"Tapi ratu yang disegani dan di akui immortal adalah diri mu. Masa lalu dan jati diri tidak mempengaruhi itu semua" timpal Damon.

"Jika anak ku masih hidup, dia pasti tumbuh baik seperti mu" ujar dewi Anggraini.

Damon terenyuh, memang benar pangeran Sabitah seumuran dengannya. Sejak kecil pun dirinya dan sang pangeran sudah dekat dan bermain bersama.

"Maafkan aku jika lancang. Tapi aku sudah menganggap ratu dewi ibu ku sendiri" ujar Damon.

Dewi Anggraini tak bisa lagi menahan kesedihannya, tapi dia juga merasa bahagia karena ditengah penderitaannya masih ada orang baik yang sayang pada dirinya.

"Aku ingin ke kamar raja, ada apa kamu menemui ku Damon?" tanya dewi Anggraini.

"Tadi aku habis berburu," ujar Damon.

"Simpan di dapur, kita masak bersama. Tapi aku ingin menemui raja lebih dulu" timpal dewi Anggraini.

"Baik ratu" jawab Damon senang.

Dewi Anggraini ikut tersenyum, tangannya sedikit mengusap kepala Damon sebentar dan pergi dari tempat itu.

Di tempat lain Evan sudah sampai di tempat tujuan dengan selamat, sebenarnya dia bisa saja pergi dalam satu kali kepakan sayap, tapi lelaki itu tak mau melakukannya.

"Ayah.. aku datang" seru Evan.

Turun dari direwolf, Evan bisa melihat sosok ayahnya sedang memanaskan besi ditungku api.

"Anak ku yang tampan sudah datang," timpal sang ayah.

"Biar aku bantu ayah" ujar Evan mulai mengambil perkakas. 

"Melihat mu berkerja ayah jadi tak tega" gumam ayah Evan.

"Kenapa?" tanya Evan.

"Karena kamu terlalu tampan, bak seorang pangeran" jawab ayahnya tersenyum.

"Hah, kenapa yang memuji ku adalah ayah bukan ibu" timpal Evan.

"Hahaha, sudahlah. Hati-hati, awas tangan mu yang terbakar nanti" ujar sang ayah.

Evan mengangguk dan mulai fokus bekerja. 

Drrt!

Trang!

Trang!

Ayah Evan mulai memukul-mukul besi yang sudah tadi ia panaskan dan membentuknya menjadi sebuah pedang.

Drrt!

Namun sepertinya Evan mendengar suara lain.

Prang!

Prang!

"Ayah berhenti sebentar" ujar Evan. Sang ayah pun berhenti memukul-mukul besi panasnya dengan ekspresi bingung.

Drrt!

"Ada apa Evan?" tanya sang ayah.

"Ayah kita harus pergi dari sini!" teriak Evan.

Sret!

Wush!

Duar!

Evan membawa ayahnya melesat keluar, untung tepat waktu. Karena ternyata ada sebuah batu besar menggelinding dari arah gunung.

Wush!

Wush!

"Pemandangan dari atas sini sangat indah" gumam sang ayah menyadarkan Evan.

Lelaki itu baru sadar bahwa dirinya masih terbang, perlahan Evan membawa sang ayah turun.

Wush!

Wush!

Sret!

"Ayah mungkin sebaiknya kita pindah dari tempat ini" ujar Evan seraya menutup kembali sayap gagah nya.

"Ayah selalu terpukau melihat sayap mu, meskipun tak pernah dipakai terbang tapi tetap gagah dan justru semakin bersinar kuat" ujar sang ayah.

Evan sendiri tak mengerti, dia memiliki sayap putih dengan ujung bulu berwarna biru seperti matanya.

"Kamu harus mulai belajar mengendalikan kekuatan dalam diri mu Evan," ujar sang ayah.

"Sebenarnya aku sudah mengendalikannya, ayah" ujar Evan membuat sang ayah terkejut.

"Benarkah? Ayah ingin melihatnya" tanya sang ayah.

"Aku bisa mengendalikan semua elemen ayah. Tanah, air, api, udara, bahkan petir. Dan mungkin kekuatan lainnya" ujar Evan.

"Kekuatan lainnya?" tanya sang ayah tak mengerti.

"Ya, jika aku mengatakan bisa merasakan semua energi di dunia ini. Apa ayah percaya?" ujar Evan.

Tanpa ragu sang ayah mengangguk cepat.

"Tidak salah lagi Evan, kamu anak yang luar biasa" ujar sang ayah membuat Evan bingung.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • The King Immortal   TK 19

    Achilles tak menyangka akan mengatakan kalimat seperti itu, dan mirisnya lelaki yang ditolongnya mengatakan pernyataan setuju.Memang sepintas tak merugikan, Achilles menyediakan tempat sedangkan orang yang ditolongnya menyediakan tenaga."Jadi siapa nama mu?" tanya lelaki itu.Achilles mendongak, nafasnya sedikit memburu karena menggendong seekor kijang yang ternyata lumayan berat."Achilles" jawabnya.Lelaki itu mengangguk, dia tidak terlihat kesusahan sama sekali. Padahal dia membawa banyak hewan buruan dan keranjang buah. Achilles sampai ternganga jika kalian tahu."Lalu nama mu siapa?" benar sekali, Achilles sampai lupa menanyakan hal serupa itu padanya."Aku.." ujar lelaki itu menggantung."Kenapa? Apa jangan-jangan kamu lupa ingatan saat terjatuh itu!" pekik Achilles."Haha, benar sekali tapi tidak juga" ujar lelaki itu

  • The King Immortal   TK 18

    "Nggh.."Achilles tergugu ketika suara lenguhan menyapa telinganya.Matanya yang masih mengantuk dipaksakan terbuka dan melihat sekitar, ternyata lelaki yang diselamatkannya mulai sadarkan diri.Sontak Achilles langsung menghampirinya. Dengan pelan dan apatis dia menggoyangkan bahunya."Hey.. bangun.." ujar Achilles."Hm.. ahh" lelaki itu meringis memegangi kepalanya yang pusing."Dimana aku?" tanyanya."Kamu sudah sadar?" timpal Achilles bertanya."Aku ingin pingsan saja, dan tidak bangun lagi" ujar lelaki itu."Hah? Kalau begitu mati saja" timpal Achilles.Lelaki itu menggeleng, mati? Bukan, bukan itu kemauannya."Tidak. Aku hanya ingin tidur dengan waktu yang lama. Agar aku tak perlu mengetahui apa saja yang terjadi di dunia ini dan aku melupakan semua rasa sakit yang ada" ujar lelaki itu.

  • The King Immortal   TK 17

    Seminggu berlalu.Tak terasa saja, hari sudah berganti minggu. Selama itu pula Evan terbang. Tanpa beristirahat sejenak pun. Kalian bayangkan, tanpa beristirahat sejenak pun!.Rasa sedih, kecewa, sakit dan perasaan-perasaan lainnya yang menumpuk di hati lelaki itu, membuatnya berlaku demikian.Tak kuasa dengan semu itu dan ingin melupakannya, namun Evan berlaku salah. Keinginannya itu justru menyakiti dirinya sendiri.Saat ini pun dia juga masih belum tahu dimana?. Setelah beberapa hari lalu di terbang diatas air atau padang pasir. Kini dibawah kakinya terdapat daratan. Ada tanah yang bisa dia pijak.Nging!Brak!Kepala Evan tiba-tiba berdengung. Pandangannya mengabur dan dewa itu kehilangan keseimbangannya. Tubuhnya melayang jatuh kebawah, siap menghantam apa saja yang ada dibawahnya."Aku lelah.." gumam Evan memejamkan matanya.Ditempat lain

  • The King Immortal   TK 16

    Brak!Evan yang sedang melamun langsung terkejut ketika beberapa barang, jatuh tepat disampingnya.Dan si pelaku tampak menahan tangisnya, siapa lagi jika bukan Mikaila. Melihat sang ayah dengan nafas memburu seperti itu, lantas Evan berdiri menyamakan tinggi badannya."Cepat pergi dari sini" ujar Mikaila tegas."Ayah mengusir ku?" tanya Evan tak kuasa.Namun Mikaila enggan menjawab, hanya tangannya yang menunjukan arah kemana lelaki itu harus pergi."Aku tidak mau pergi ayah, aku akan tetap disi-""Kamu ingin ayah mati hah?!" ujar Mikaila berteriak."Kalau kamu tetap disini ayah akan bunuh diri!" tegasnya.Evan menggelengkan kepalanya, air mata sudah berada diujung pelupuk mata indah lelaki itu.Sret!Tanpa diduga, Mikaia membawa sebuah pisau runcing yang ia sembunyikan dibalik bajunya. Dan dengan

  • The King Immortal   TK 15

    Saat ini para penasehat, dewi Chanda, Aristaeus dan kepala jendral sedang berkumpul melaksanakan rapat setelah membagikan bantuan kepada rakyat tadi.Permasalahannya tak jauh soal penyerangan bangsa iblis dan perang yang memungkinkan akan terjadi."Kita tarik semua dewa dewi muda dan jadikan mereka bala tentara perang" ujar dewi Chanda."Itu berarti kita mengobarkan masa depan immortal, aku tidak akan setuju" timpal Aristaues."Aku tidak membutuhkan persetujuan mu" ujar dewi Chanda."Tanpa kuantitas, immortal bisa kalah. Atau kamu memang ingin kerajaan ini hancur hah?" imbuhnya."Saat ini tak ada yang bisa kita lakukan selain bertahan, tapi selama itu juga bukan berarti kita hanya diam" ujar salah satu jendral."Kita harus memperkuat pertahanan dan menyiapkan pasukan sebanyak mungkin untuk kemungkinan terburuk" imbuhnya."Lantas jendral setuju

  • The King Immortal   TK 14

    Kanagara sudah sadarkan diri, pangeran itu langsung mengeluhkan keadaan yang tengah mengelilinginya sekarang.Serangan, kerusakan, bangsa iblis, kemarahan rakyat, pelarian, prajurit, perang dan masalah-masalah lainnya. Membuat ia ingin tak sadarkan diri saja, sama seperti sang ayah yang saat ini sedang ditatapnya.Ya, untuk yang ke dua kalinya lelaki itu datang melihat raja di kamarnya. Tak ada yang berubah, orangtua itu terlihat damai nan asik dengan tidurnya."Aku bahkan tidak tahu bagaimana rasanya tangan itu mengelus kepala ku" ujar Kanagara di samping sang ayah."Sejak lahir, kita tak pernah bermain. Jika ayah sadar jangan marah melihat sikap ku ini ya" imbuhnya tersenyum lucu.Berharap sekali saja, ada jawaban dari raja. Jujur Kanagara sangat lelah, dia ingin menyerah pada kehidupannya, yang menjadi kenyataan adalah, kehidupan rakyat biasa lebih enak daripada mengemban nama pangeran.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status