Share

Telepon dari Mas Dendi

 Saat melihat nama Mas Dendi di layar ponsel, betapa senangnya Nuri terlihat dari raut wajahnya yang menunjukkan ekspresi tersenyum bahagia dengan sudut mata yang mengkerut. Dengan satu kali usapan menggunakan ibu jari pada layar ponselnya, Nuri menyambungkan panggilan telepon dari sang kekasih.

 “Halo Mas,” ucap Nuri untuk mengawali pembicaraan di antara mereka.

 “Ya halo Vi,” halo seseorang di seberang sana.

 “Bagaimana kabarnya Mas? Proses pemeriksaan kemarin berjalan lancar saja kan?” Tanya Nuri.

 “Iya baik-baik saja.”

 “Syukurlah jika begitu Mas. Nanti pulang kerja, aku ke rumah ya Ma?”

 “Tidak perlu. Kamu bekerja saja dengan fokus. Setelah pulang jangan kemana-mana lagi. Ke rumah saja langsung. Aku juga ingin istirahat dan tidak ingin diganggu,” kata Dendi. Tanpa menunggu jawaban dari Nuri, Dendi langsung memutuskan sambungan telepon.

 Baru saja Nuri membuka mulutnya untuk berbicara, tapi suara panggilan terputus terdengar di telinganya. Mendengar suara khas dari panggilan yang telah terputus, membuat Nuri merasakan sedikit kesal. Tapi sesaat kemudian ia mencoba untuk menghilangkan rasa kesal tersebut karena harus memahami keadaan kekasihnya yang sedang berjuang dalam memulihkan kondisinya.

 “Baiklah sepertinya aku harus memberikan waktu pada Mas Dendi agar ia bisa beristirahat dengan tenang tanpa gangguan dari segala omongan tidak jelasku,” monolog Nuri.

 Karena tidak mau membuang waktu, Nuri bergegas melangkahkan kakinya keluar kamar dan segera berpamitan kepada kedua orang tuanya untuk pergi kerja. Setelah menyusuri setiap jengkal di rumah tersebut tapi tidak menemukan sang bunda dan ayah. Akhirnya Nuri melangkah ke depan rumah dan ternyata ayah beserta bundanya sedang bercengkrama sambil menyiram tanaman.

 “Ayah, Bunda, Nuri nyariin di dalam tadi tidak ketemu. Ternyata ada di sini,” ucap Nuri begitu melihat kedua orang tuanya.

 “Udah mau berangkat Sayang,” kata bundanya.

 “Iya Bun. Nuri takut keburu macet kalau terlalu siang berangkat,” balas Nuri.

 “Tunggu sebentar di sini, bunda ambilkan dulu salad yang kamu minta.” Bunda kemudian berjalan memasuki rumah dan kembali lagi setelah beberapa saat dengan sebuah toples yang berisi salad buatannya sebagai bekal kerja untuk anak semata wayangnya.

 “Terima kasih Bunda!” ujar Nuri seraya mengecup pipi sang Bunda. Kini giliran Nuri untuk memeluk sang ayah. 

 Keluarga mereka memang harmonis dan sangat diidamkan oleh orang-orang di luaran sana. Banyak orang memandang keluarga Nuri adalah keluarga yang sempurna dengan harta yang mewah, kehidupan yang enak, pekerjaan yang sangat ideal, dan juga keharmonisan mereka, membuat beberapa tetangga iri pada kehidupan keluarga Nuri.

 Padahal, di belakang pandangan orang-orang tersebut, Nuri menyimpan berbagai rahasia yang mungkin orang-orang tidak akan lagi iri pada Nuri. Dari hasil tersebut hanya diketahui oleh dirinya sendiri, bahkan kedua orang tuanya pun tidak tahu dengan rahasia Nuri.

 “Kamu pergi naik apa, Nak?” tanya sang ayah sebelum melepas pelukannya pada Nuri.

 “Aku pergi naik gojek, Yah.”

 “Loh kok naik go-jek sih? Kenapa tidak membawa mobil sendiri saja?” tanya sang ayah keheranan. Padahal Nuri sudah mempunyai mobil sendiri, tapi kenapa Ia masih menggunakan gojek sebagai kendaraannya untuk berangkat ke kantor.

 “Supaya cepat nyampe ke kantor Yah. Kalau mobil dipakainya jika sedang santai saja dan jika saat Bunda ingin jalan-jalan keluar maka aku akan memakai mobilnya,” jawab Nuri.

 “Baiklah jika begitu. Hati-hati di jalan ya. Pesan pada tukang ojeknya supaya tidak membawa motor ngebut ngebut.”

 “Iya Ayah terima kasih atas perhatiannya. Kalau begitu Nuri berangkat kerja dulu ya.”

 “Iya Sayang,” jawab kedua orang tuanya secara serempak.

 Nuri kemudian berjalan menuju gerbang gerbang tinggi berwarna hitam yang membatasi rumahnya dengan lingkungan luar. Saat gerbang terbuka, ojek online yang sudah dipesan oleh Nuri sudah ada di depan gerbang dan sedang menunggu Nuri.

 Setelah dikonfirmasi bahwa ojek online tersebut benar-benar pesanan Nuri, maka Nuri langsung naik ke motornya dan meminta sopir tersebut untuk segera berangkat agar tidak terlalu siang dan kena macet. 

 Sekitar 20 menit Nuri dan sopir tersebut membelah jalanan kota yang sudah ramai oleh para pengendara motor dan mobil. Asap kendaraan yang sudah menyeruak membuat udara menjadi panas pertanda bahwa aktivitas orang-orang sudah mulai padat. Saat jam yang melingkar di pergelangan lengan kirinya sudah menunjukkan pukul 8 lebih 25 menit, Nuri sampai di tempat kerja nya. Ia kemudian mengeluarkan beberapa lembar uang untuk membayar ojek online tersebut.

 Sebelum masuk ke gedung tinggi yang berada di depannya, Fifi menarik nafas panjang dan menghembuskannya dengan perlahan. Rutinitas itu selalu ia lakukan sebelum masuk ke dalam tempat bekerjanya. Itu sebagai kebiasaan bahwa Nuri sedang mempersiapkan dirinya untuk menghadapi segala hal yang terjadi di dalam gedung tersebut baik itu terkait pekerjaan ataupun hal-hal diluar pekerjaan.

 “Mari kita bekerja!” ujar Nuri dengan tegas untuk menyemangati dirinya sendiri.

 Langkah demi langkah menuntun Nuri hingga masuk ke ruangan nya yang yang berada di lantai lima dari keseluruhan lantai di gedung tersebut. Teman-teman lain sudah terlihat duduk dengan rapi di kursinya masing-masing. Nuri yang baru saja masuk ke dalam, melihat ke arah kiri dan kanan memastikan bahwa bosnya itu belum datang ke ruangan tersebut.

 “Huft.” Nuri menghembuskan nafas dengan kasar merasa tenang bahwa bosnya itu itu belum datang.

 Sebuah tepukan pada pundak Nuri dari arah belakang, membuat Nuri kaget dan dan jantungnya berdebar dengan kencang karena merasa bahwa yang menepuknya itu adalah bosnya. Dengan sangat hati-hati, Nuri membalikan badan untuk menyapa bosnya tersebut.

 “Halo,” ujar pria di depan Nuri seraya melambaikan tangannya dan menampilkan senyum terbaiknya.

 “Heh! Ngapain sih ngagetin aku saja! Kukira bos yang menepuk pundakku!” kata Nuri pada orang tersebut dengan nada bicara yang sangat ketus karena merasa kesal sudah dibuat berdebar tanpa alasan.

 “Hahaha. Maafkan aku jika perbuatanku tadi membuatmu terkejut,” kata pria tersebut dengan tawa yang sangat renyah.

 Tanpa menjawab atau menerima Maaf dari pria tersebut, Nuri langsung berjalan menuju kursinya dan duduk dengan manis menghadap pada layar komputer besar di depannya. Tangannya langsung bergerak lincah memainkan mouse ke kanan dan ke kiri untuk menggerakkan kursor supaya bisa membuka beberapa file yang akan diperiksa olehnya.

 Pria Yang tadi mengagetkannya mendekati Nuri dan memiringkan kepalanya untuk melihat wajah Nuri yang sedang fokus pada layar komputer. Tingkah laku pria tersebut sebenarnya terlihat dari sudut mata Nuri, tapi ia lebih memilih untuk mengabaikannya dan tidak ingin melakukan banyak interaksi dengannya.

 “Hei Apa kau sedang tidak ingin diganggu olehku?” Tanyanya Setelah sekian lama diabaikan oleh Nuri.

 Mendengar pertanyaan tersebut, tiba-tiba saja pipi teringat pada seseorang yang tadi pagi meneleponnya untuk tidak mengganggu orang tersebut dan membiarkannya beristirahat. Entah kenapa sebersit pikiran tidak baik muncul pada otak Nuri tentang pria tersebut.

Dewi Pedang

Jangan lupa tinggalkan jejak si kolom komentar. Follow juga ya@dewi_pedang🌻

| Sukai

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status