Dalam kehidupan ini ada beberapa hal yang tidak bisa kita hindari. Salah satunya adalah seseorang yang hendak datang atau pun yang ingin pergi. Kita tidak pernah bisa memilih siapa yang harus datang dan siapa yang harus pergi. Keduanya tidak dapat dikendalikan sesuka hati. Dan hal yang paling menyakitkan tentang hal ini, adalah datangnya seseorang yang bermaksud untuk pergi. Hal ini pun terjadi pada kehidupan seorang gadis muda bernama Nuri yang kedatangan seseorang untuk mengisi hati, namun pada akhirnya orang tersebut memilih pergi meninggalkan Nuri. Nuri yang saat itu patah hati lebih memilih untuk menutup hati supaya luka yang ia dapati bisa terobati. Akankah di masa depan ia bertemu lagi dengan orang yang membuat hatinya patah? Atau justru bertemu dengan orang lain yang membuatnya tersenyum cerah?
View More“Mas, hari ini aku pulang lebih awal. Jadi aku bisa mengantarmu untuk kontrol ke rumah sakit,” kata seorang wanita pada seseorang lawan bicaranya di seberang telepon.
“Baguslah jika kamu pulang lebih awal, jadi waktu beristirahat kamu lebih banyak,” sahut pria dari seberang telepon.
“Aku nanti langsung berangkat ke rumah kamu ya Mas sepulang kerja. Aku tidak akan pulang ke rumah dulu. Nanti biar aku menelepon saja ke Bunda.”
“Kamu pulang saja. Tidak perlu repot-repot mengantarku ke rumah sakit. Aku diantar sama Papa dan Mama kok, jadi kamu tenang saja ya.”
“Aku mau ikut Mas. Pokoknya nanti aku langsung ke rumahmu!” kata wanita tersebut dengan tegas lalu menutup sambungan telepon dengan pria yang disebut Mas. Ia kemudian menyimpan ponselnya di meja dan menyandarkan kepalanya pada sandaran kursi.
Matanya ia pejamkan sejenak untuk melepas penat yang ia rasakan saat itu. Hidungnya menarik nafas panjang-panjang lalu menghembuskan melalui mulut dengan sangat tenang. Aktivitas tersebut ia lakukan berulang kali untuk mengurangi rasa lelah yang ia rasa.
Disaat matanya terpejam dengan baik, tiba-tiba ada seseorang yang diam-diam berjalan mengendap dengan sangat hati-hati di belakang kursi yang sedang diduduki wanita tersebut. Wajah lelaki tersebut nampak tersenyum-senyum usil.
Orang-orang di sekitar mereka hanya menggeleng perlahan melihat tingkah lakunya. Orang-orang tersebut sepertinya sudah tahu apa yang akan dilakukan lelaki bertubuh tinggi itu.
Tangan lelaki tersebut sudah bersiap untuk melakukan keusilan. Kedua tangannya melayang di udara dan kakinya terus melangkah. Tapi baru saja dirinya menggerakkan tangan untuk menyentuh wanita tersebut, kepala mungil yang sedang menyandar pada sandaran kursi tiba-tiba bergerak ke arah samping kiri.
Seketika wanita tersebut membuka matanya karena merasa kaget saat kepalanya bergerak seperti mau jatuh. Ia kemudian melirik ke arah kanan kiri untuk memastikan tidak ada yang melihat dirinya tertidur di waktu bekerja.
Namun saat dirinya melirik ke arah belakang ada seseorang pria bertubuh tinggi yang sedang menatap ke arahnya. Tatapan matanya begitu lekat sepeeti elang yang mau menyantap.
“Apa kau tertidur di saat jam bekerja?” tanya lelaki tersebut dengan nada datar. Mendengar pertanyaan seperti itu membuat wanita tersebut membelakakan mata. Ia takut jika atasannya mendengar perkataan temannya itu. Bisa-bisa nantinya ia kenapa omel bos.
“Sut! Jangan banyak bicara!” ucap wanita tersebut dengan tegas namun suara yang pelan. Matanya melotot memberikan ancaman pada pria yang sedang berdiri tersebut.
“Kopi?” tanya lelaki tersebut.
“Oke,” balas wanita itu dengan sedikit terpaksa. Ia tahu jika temannya itu akan menutup mulut jika dituruti kemauannya.
Karena sudah berhasil mendapatkan yang ia mau, lelaki tersebut kemudian pergi ke mejanya dan duduk dengan manis sambil memandang ke arah sang wanita. Senyum usilnya terkembang tanda ia telah menang.
Sang wanita kemudian mengangkat tangannya dan melipat jarinya kemudian menyisakan jari telunjuk dan jari tengah lalu mengarahkannya pada kedua mata indah miliknya dan diarahkan lagi ke mata pria yang berada tak jauh darinya. Setelah itu, tangannya berpindah ke leher, dan menggerakkanya dari kiri ke kanan.
Pergerakan tangannya itu mengisyaratkan bahwa jika lelaki tersebut bernai berbicara pad atasannya tentang kejadian tadi, maka ia tidak akan lepas dari pandangannya dan akan berisiko untuk keamanan hidupnya.
Isyarat tersebut hanya ditanggapi senyuman kecil yang tersungging di bibir pria tersebut. Tampaknya pria itu sudah kebal dengan ancamannya. Mungkin hal tersebut sudah terjadi beruang kali hingga dirinya bisa tersenyum dengan penuh percaya diri saat ancaman datang padanya dengan pasti.
“Nuri, sedang apa kau? Apakah tugasmu sudah selesai?” suara seroang pria membuat wanita tersebut mengalihkan tatapannya pada sumber suara.
“Heheh. Bos. Apa kabar Bos? Apa hari ini suasana hati Bos sedang baik?” tanya wanita yang dipanggi Nuri tersebut. Ia mengeluarkan sapaan basa-basi supaya tidak kenal omel oleh atasannya tersebut.
“Tampaknya kurang baik. Apa kau tahu penyebab suasana hatiku kurang baik ini kenapa?” tanyanya seraya mendekatkan wajah pada Nuri.
Nuri hanya memundurkan posisi wajahnya hingga sampai di sandaran kursi. Ia kemudian menoleh ke kanan dan ke kiri karena takut dengan tatapan atasannya yang sangat seram tersebut apalagi dengan jarak yang sangat dekat.
“Bos, Nuri tadi sedang memberikan jawaban atas pertanyaan saya dengan menggunakan sebuah isyarat,” celetuk seorang pria.
Tentu saja wajah at asannya itu menoleh pada sumber suara saat perkataan itu terdengar jelas di telinganya. Kini, mata atasannya itu terlihat begitu menyeramkan. Matanya yang emmang lebar dan bulat ditambah lagi dengan mode melotot, siapapun pasti takut melihatnya. Rasanya seperti mau copot itu mata.
“Apa yang sedang kalian bahas? Apa hal penting? Atau masalah pekerjaan?” tanya atasan tersebut dengan nada yang terdegar mengintimidasi.
“Pekerjaan Bos.”
“Saya harap tidak ada pembahasan lain di tempat ini selain mengenai pekerjaan. Apa kalian mengerti?” tanya pria paruh baya terhadap Nuri dan temannya itu. Mereka berdua hanya mengangguk menjawab penuturan dari sang atasan.
Setelah dirasa kedua pekerjanya kembali fokus pada tugas masing-masing, pria yang dipanggil bos tersebut melangkahkan kaki ke arah sebuah ruangan yang diyakini sebagai ruangan pribadinya di kantor itu.
Nuri dan teman prianya hanya curi-curi pandang. Bukan karena sedang jatuh cinta mereka berdua melakukan hal tersebut, tapi karena Nuri mencoba memberikan ancaman sekaligus ungkapan yang tak disampaikan lewat perkataan dan hanya sebuah gerakan.
Saat jam sudah menunjukkan pukul 12 siang, Nuri segera membereskan meja kerjanya. Kertas-kertas yang berserakan di mejanya itu ia susun dengan rapi dan ditempatkan di sebelah kanan meja dengan dokumen lain supaya lebih rapi.
Berhubung hari tersebut Nuri diberikan waktu pulang lebih awal sesuai dengan pekerjaan yang diberikan padanya, ia jadi bergerak cepat dalam membereskan semua tugasnya. Karena semakin cepat ia bekerja, maka semakin cepat pula semuanya selesai, dan semakin cepat Nuri pulang.
“Hei. Kau mau kemana? Kita akan pergi minum kopi ‘kan?” tanya pria bertubuh tinggi yang berdiri di depan Nuri saat dirinya bangkit dari kursi kerja.
“Aku ada janji hari ini. Traktir kopinya nanti saja saat aku sedang senggang,” kata Nuri kemudian berjalan melewati pria tersebut. Tapi sayang, belum juga Nuri berjalan jauh, sebuah tangan menarik tasnya yang sedang diselempangkan di bahu.
“Apa kau akan pergi dengan lelaki itu lagi?” tanya pria tersebut dengan tatapan mata yang seakan mengisyaratkan sebuah kebencian. Entah benci itu dilayangkan pada siapa, tapi yang jelas ekspresi tersebut terpancar begitu kuat
“Rendi! Plis! Aku mohon padamu, tolong jangan campuri urusanku untuk yang satu ini karena kau tidak punya hak untuk itu!” tandas Nuri pada pria yang diketahui bernama Rendi.
“Ayah, Nuri masuk kamar dulu ya,” ujar Nuri untuk menghindari pertanyaan dari sang ayah. Bukannya tidak mau menjelaskan terkait hubungannya dengan Rendi, tapi Nuri takut jika nanti Rendi terkena omelan dari sang ayah yang memang bersifat begitu tegas dan sedikit pemarah jika ada orang yang menyakiti anak semata wayangnya.Nuri melakukan hal tersebut untuk melindungi Rendi dari amukan sang ayah bukan karena dia masih mencintai Rendi, tapi Nuri hanya tidak ingin terjadi perdebatan antara ayahnya dengan mantan kekasihnya. Rasanya tidak perlu lagi hubungan mereka menghasilkan perdebatan. Jika sang ayah tahu anak perempuannya disakiti oleh orang lain, pasti sang ayah akan merasa marah dan lebih dalamnya merasakan kesedihan. Nuri tidak ingin jika nanti sang ayah mengetahui jika dirinya pernah terluka karena laki-laki. Kini biarlah luka itu sembuh dan mengering tanpa dicongkel lagi.“Loh kok ke kamar sih? Kita ‘kan masih bincang-incan
Sejak siang tadi, hati Nuri merasa tidak enak. Rasanya hati Nuri sangat berat namun entah apa yang membuatnya terasa seperti itu. Dorongan kuat dalam hatinya untuk menghubungi sang kekasih begitu menyiksanya. Isi hati Nuri menyuruhnya untuk menelpon Mas Dendi. Tapi pikirannya mencegah ia untuk melakukan hal tersebut dengan alasan ia harus membiarkan kekasihnya itu beristirahat supaya cepat pulih.Karena tidak ingin terus burung saat memikirkan kekasihnya, Nuri berniat untuk mencari udara segar dengan berjalan-jalan di luar sembari menikmati senja dan keindahan matahari yang sebentar lagi akan terbenam.Langkah kaki Nuri membawanya pada sebuah tempat yang tidak jauh dari rumah. Sebuah alun-alun kecil yang terletak di tengah-tengah perumahan tersebut terlihat begitu ramai oleh anak-anak kecil yang sedang bermain dengan teman-temannya.Sinar jingga kekuningan dapat dinikmati dengan jelas dari tempat tersebut. Nuri yang memang ber
Jam yang terpampang jelas di dinding ruangan tersebut sudah menunjukkan pukul 15. 00 atau pukul 3 sore yang berarti sudah waktunya untuk para pekerja menghentikan aktivitasnya dan pulang untuk beristirahat dari segala pekerjaan yang telah dilakukannya hari ini.Sambil membereskan beberapa file yang berada di mejanya, TV melirik sedikit-sedikit pada layar ponsel yang berada di sebelah kiri tangan Nuri. Sebuah kabar Yang dinanti oleh Nuri meskipun pada kenyataannya mungkin pesan itu tidak akan masuk kedalam aplikasi yang berada dalam ponsel Nuri. Sampai file yang dibereskannya pun rapi, tidak ada tanda-tanda bahwa pesan tersebut akan diterima oleh Nuri.Saat orang lain sudah membubarkan diri dari ruangan tersebut, Nuri masih saja duduk di kursinya dan melamun sejenak. Sosok pria yang dicintainya terus saja membayangi pikiran Nuri sehingga ia tidak bisa tenang sedikitpun.Tanpa Nuri sadari, seseorang diam-diam memperhatikannya dari jar
Saat melihat nama Mas Dendi di layar ponsel, betapa senangnya Nuri terlihat dari raut wajahnya yang menunjukkan ekspresi tersenyum bahagia dengan sudut mata yang mengkerut. Dengan satu kali usapan menggunakan ibu jari pada layar ponselnya, Nuri menyambungkan panggilan telepon dari sang kekasih.“Halo Mas,” ucap Nuri untuk mengawali pembicaraan di antara mereka.“Ya halo Vi,” halo seseorang di seberang sana.“Bagaimana kabarnya Mas? Proses pemeriksaan kemarin berjalan lancar saja kan?” Tanya Nuri.“Iya baik-baik saja.”“Syukurlah jika begitu Mas. Nanti pulang kerja, aku ke rumah ya Ma?”“Tidak perlu. Kamu bekerja saja dengan fokus. Setelah pulang jangan kemana-mana lagi. Ke rumah saja langsung. Aku juga ingin istirahat dan tidak ingin diganggu,” kata Dendi. Tanpa menunggu jawaban dari Nuri, Dendi langsung memutuskan sambungan telepon.Baru saja Nuri membuka mulutnya untuk berbicara, tapi suara panggilan terputus ter
Dengan tubuh yang lemas, Nuri bangikit dari tempat tidurnya menuju kamar mandi. Mulutnya sedikit terbuka karena mneguap, namun mulutnya itu ia tutupi dengan tangan kanannya supaya tidak serangga yang masuk. Dengan mata yang masih perih, Nuri berjalan seraya mengucek matanya.Aroma masakan Bunda tercium hingga ke kamar mandi. Nuri yang sedang menggosok gigi segera saja menyelesaikan aktivitasnya itu untuk cepat-cepat membersihkan diri. Sekitar 5 menit berlalu, Nuri akhirnya selesai mandi. Begitu kelaur dari kamar mandi, Nuri menajamkan indera penciumannya untuk membaui aroma yang dihasilkan dari masakan Bunda. Nasi goreng! Itulah aroma yang tercium oleh hidung Nuri.“Bunda…” sapa Nuri seraya memeluk sang bunda dari arah belakang.“Hmm,” balas bundanya tanpa menoleh sedikitpun pada Nuri. Beliau masih fokus dengan masakannya.“Bun, nanti buat bekal kerja, Nuri mau bikin salad ya. Supay
“Bisakah hubungan kita berdua usia tanpa ada pertemuan atau pertanyaan dari siapapun lagi?” tanya Nuri begitu tenaganya terkumpul. Ia berucap dengan hati yang sangat berat. Sebuah pertanyaan yang sebenarnya menyakitkan bagi orang yang ditanya dan bagi yang bertanya.“Bisakah orang-orang terdekatku melupakanmu dengan mudah layaknya kau yang melupakanku dalam jangka waktu yang lama. Tak bisakah ingatan tetangmu terhapus begitu saja dari pikiran orang-orang tersayangku?” tanya Nuri dengan air mata yang sudah menggenang di kelopak mata.Orang yang diberikan pertanyaan tersebut hanya diam terpaku mendengar Nuri melemparkan pertanyaan yang sangat sulit untuk di jawab. Waktu serasa berhenti dan hanya menyisakan mereka berdua di tengah suasana yang menyayat hati.“Tidakkah kau memikirkan tentang perasaan orang-orang tersayangku begitu mengetahui kenyataan yang sebenarnya? Tidakkah kau mengetahui seberapa hancurnya pe
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments