Share

Bersiap-siap

  Dengan tubuh yang lemas, Nuri bangikit dari tempat tidurnya menuju kamar mandi. Mulutnya sedikit terbuka karena mneguap, namun mulutnya itu ia tutupi dengan tangan kanannya supaya tidak serangga yang masuk. Dengan mata yang masih perih, Nuri berjalan seraya mengucek matanya. 

 Aroma masakan Bunda tercium hingga ke kamar mandi. Nuri yang sedang menggosok gigi segera saja menyelesaikan aktivitasnya itu untuk cepat-cepat membersihkan diri. Sekitar 5 menit berlalu, Nuri akhirnya selesai mandi. Begitu kelaur dari kamar mandi, Nuri menajamkan indera penciumannya untuk membaui aroma yang dihasilkan dari masakan Bunda. Nasi goreng! Itulah aroma yang tercium oleh hidung Nuri.

 “Bunda…” sapa Nuri seraya memeluk sang bunda dari arah belakang.

 “Hmm,” balas bundanya tanpa menoleh sedikitpun pada Nuri. Beliau masih fokus dengan masakannya.

 “Bun, nanti buat bekal kerja, Nuri mau bikin salad ya. Supaya nanti pas istirahat itu segar kembali saat makan salad,” ujar Nuri kemudian melepaskan pelukannya dari sang bunda. Posisinya kini berada di samping kiri sang bunda dengan mata yang menatap pada nasi yang berada di atas penggorengan.

 “Iya boleh. Kamu mau buat sendiri atau dibuatkan oleh Bunda?”

 “Buat sendiri saja deh Bun. Kalau sama Bunda terus, Nuri jadi merepotkan ya hehe.”

 “Merepotkan apanya? Kalau untuk Ayah dan Nunuy, Bunda tidak pernah merasa direpotkan.”

 “Bunda memang yang terbaik deh!” seru Nuri kemudian duduk di kursi. 

 Sang bunda yang sudah selesai masak, segera menyajikan masakannnya di meja makan. Beberapa jenis makanan sudah tersaji dengan rapi di tengan-tengah meja bundar tempat mereka menikmati makanan.

 Gorengan yang di sajikan di atas piring, begitu menggoda Nuri. Ludah yang berada di mulutnya di telan dengan refleks sehingga saliva Nuri terlihat sedikit turun ke bawah. Pandangan Nuri begitu lekat pada gorengan tersebut, hingga tangan kanannya bergerak untuk mengambilnya.

 “Sudah minum belum kamu?” tanya sang bunda yang membuat Nuri menarik tangannya kembali dan mengalihkan pandangan pada sang bunda.

 “Oh iya belum, Bun,” jawab Nuri.

 “Minum dulu. Terus mandi. Nanti kita sarapan bersama setelah ayahmu siap.”

 “Ih Nuri sudah mandi Bunda.”

 “Terus kenapa masih pake baju tidur?” tanya sang bunda seraya melihat pada pakaian yang dikenakan Nuri saat itu.

 “Ya sudah kalau begitu panggilkan ayahmu agar kita bisa segera sarapan bersama,” titah Bunda pada Nuri.

 “Baik Ratu hehe,” ujar Nuri sambil sedikit terkekeh. Sang bunda hanya tersenyum dan menggeleng perlahan mendengar penuturan dari sang anak.

 Jarak dari ruang makan ke kamar orang tua Nuri memang tidak jauh. Mungkin jika dihitung dengan langkah ada kurang lebih sekitar 20 langkah. Sambil bersenandung, Nuri menyusuri setiap jengkal dari rumah besar itu. Meskipun mereka hanya tinggal bertiga, tapi rumah yang mereka tempat cukup untuk menampung 10 orang. Sehingga rumah selalu terasa sepi jika Nuri dan sang ayah pergi bekerja. 

 Bunda yang memang hanya sebagai ibu rumahan, selalu merasa bosan jika suami dan anaknya pergi bekerja. Apalagi sang suami yang selalu bekerja di luar kota dalam waktu yang lama, membuat ia tidak punya teman berbincang selain Nuri. Dan jika Nuri sedang bekerja, ia hanya bisa menghabiskan waktunya untuk membaca ataupun menjahit baju karena memang kegemarannya adalah dua hal itu.

 “Ayah,” pangil Nuri seraya mengetuk pintu kamar dengan perlahan.

 “Iya Nuy sebentar,” sahut seseorang dari dalam kamar dengan suara yang terdengar khas di telinga Nuri. Suara berat yang selalu membuat Nuri tenang ketika mendengarnya.

 Tak lama kemudian, keluar seseorang dengan tubuh tinggi dan badan yang masih kekar walaupun usianya sudah menginjak kepala 5. Senyumannya selalu membuat Nuri tersenyum juga. Raut wajahnya yang selalu bersinar selalu membuat Nuri betah untu melihatnya.

 “Ayah, Bunda sudah siapkan sarapan. Mari kita sarapan bersama,” ajak Nuri pada sang ayah.

 “Oke mari kita habiskan makanan Bunda dengan lahap!” sahut sang ayah.

 Keduanya kemudian berjalan menuju ruang makan dengan senyuman yang menghiasi wajah mereka. Ayah dan anak itu terlihat sangat serasi dan saling melengkapi. 

 “Bunda!” seru Nuri dan sang ayah. Keduanya memanggil wanita bertubuh langsing yang sedang menyiapkan piring pada meja makan.

 “Selamat pagi Ayah,” sahut Bunda dengan menunjukkan bibir yang tersenyum.

 “Pagi kembali Bun,” balasa sang ayah.

 “Ayo kita sarapan bersama sebelum makanannya dingin,” ajak wanita berusia 45 tahun tersebut.

 “Iya Bunda,” jawab Nuri dan sang ayah. Keduanya selalu saj aterlihat kompak.

 Sekitar 15 menit mereka bertiga sarapan dengan makanan hangat yang disajikan oleh sang bunda dengan kasih sayang dan cinta yang meneyrtai dalam proses memasaknya. Saat jam yang menempel di dinding sudah menunjukkan pukul 7 lewat 30 menit, Nuri segera bangkit dari kursinya untuk menyiapkan diri sebelum berangkat kerja. 

 Sudah 10 menit Nuri memilih baju yang ada di lemarinya. Ia merasa kebingungan dengan pakaian yang akan dikenakannya hari ini. Karena terlalu asik memilih baju, Nuri sampai lupa dengan niatnya yang akan membawa salad untuk bekal ke kantor. 

 Begitu jam sudah menunjukkan pukul 7.450, Nuri dengan cepat memilih kemeja putih berlengan panjang dengan rok berwarna hijau mint. Rambut panjangnya ia ikat menjadi satu bagian dengan ikat rambutberwarna hitam. Lengan kanannya ia pasangkan jam tangan berwarna silver yang sangat cocok dengan kulit putihnya.

 Saat Nuri hendak menyapukan bedak ke pipinya, suara dering telepon berbunyi dengan nyaring. Gegas saja Nuri mencari benda yang bersuara tersebut. Pada saat Nuri hendak melihat nama penelepon, Nuri tidak bisa melihat keberadaan ponselnya tersebut. Ia kemudian mencarinya di meja dekat tempat tidur, di bawah bantal, dan juga meja rias. 

 Beberapa saat kemudian, suara dering tersebut tidak terdengar lagi. Hal itu membuat Nuri semakin kesulitan menemukan benda elektronik yang merupakan salah satu barang pentingnya karena banyak data-data pekerjaan di ponselnya tersebut.

 “Ih dimana sih sebenarnya aku meletakan ponsel itu?!” tanya Nuri pada diirnya sendiri. Ia harus cepat menemukan benda tersebut sebelum waktu menunjukkan pukul 8 karena ia harus segera berangkat pada jam tersebut atau nanti akan kena macet jika berangkat melewati jam 8.

 Karena pusing mencari barangnya tersebut, Nuri akhirnya memutuskan untuk berhenti dan berniat berangkat kerja tanpa membawa ponsel. Ia kemudian mengambil tas yang biasa digunakannya saat berangkat ke kantor. 

 Pada saat tasnya itu dijinjing, Nuri mendengar lagi suara dering ponsel yang sangat khas dengan suara nada dering ponselnya. Suara tersebut terdengar sangat dekat. Sesaat, Nuri menajamkan indera pendengarannya. Nuri merasa jika suara tersebut berasal ari dalam tasnya. Dengan perlahan, Nuri menangkat tas yang sdang dijinjingnya ke samping telinga. 

 Benar saja dugaan Nuri, bahwa suara tersebut berasal dari dalam tasnya. Dengan cepat Nuri membuka tasnya itu lalu mencari benda pipih berwarna hitam yang sedang berbunyi. Dipegangnya benda tersebut dengan tangan kiri. Tertera nama Mas Dendi di ponselnya itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status