Share

2. Rencana Mereka

Tiba-tiba tubuh Alan di tarik dari belakang oleh seseorang, kemudian dibanting  sembarangan. Bahkan seseorang itu tanpa ampun memukuli Alan secara sepihak.

“Lake!” pekik Larissa terkejut, dia berusaha untuk mendekati perkelahian tersebut, tetapi gagal karena ekornya terlalu sakit untuk digerakkan.

“Aku akan membunuhmu, bajingan!” maki Lake seraya menodongkan pistolnya pada kepala Alan.

Alan diam, dia tidak bergerak sama sekali di bawah kekangan Lake. Wajahnya sudah terlanjur babak belur, banyak bagian tubuhnya yang memar akibat serangan Lake yang begitu brutal. Kedua tangannya mengepal, tetapi tidak bisa bergerak sama sekali.

“Aku tahu ini semua adalah rencana yang telah kau susun! Kau sengaja menggunakan Aleda sebagai perantara! Dasar psikopat gila!” maki Lake lagi.

Alan terkekeh. “Aku hanya ingin merebut milikku kembali.”

“Siapa yang kau maksud itu, huh!?” bentak Lake dengan semakin menodongkan senjatanya.

“Aku mencintainya,” balas Alan dengan suara rendah. Salah satu tangannya berusaha bergerak menunjuk Larissa. “Aku harus mengungkapkan—”

Dor!

Tanpa aba-aba, Lake menekan pelatuk, membuat suara tembakkan terdengar. Sebuah peluru berhasil memasuki kepala Alan. Lake terkejut dengan apa yang dilakukan oleh dirinya, kedua tangannya mulai gemetar hebat. Bayang-bayang akan darah yang mengalir di sekitarnya memenuhi otaknya, sehingga membuat tangannya kembali bergerak dengan sendirinya menuju jantung Alan.

Kala itu, Lake merasakan Alferd tengah berbisik di sampingnya. “Bunuh dia. Dia telah merebut istrimu, dan merebut semua kebahagiaanmu.” 

Awalnya Lake berusaha menarik tangannya, tetapi tanpa sengaja pelatuk kembali ditekan olehnya dan membuat peluru kembali menyerang tubuh Alan. Percikan darah membasahi wajah Lake. Pria itu berteriak histeris. “TIDAK!”

Alan masih setengah sadar di sana dan pada saat itu,  ia meneteskan air matanya dengan tatapan yang terarah pada Larissa. Alan berbisik dalam hatinya, ‘Aku mencintaimu, Larissa.’ 

Selain Lake yang berteriak histeris akibat perbuatannya sendiri, Larissa juga menangis dengan suara yang sangat keras. Sudah tidak terhitung lagi mutiara yang berada di sekitarnya, ia benar-benar merasa sakit pada jantungnya ketika melihat Lake menembak Alan sebanyak dua kali di depan matanya. Seolah-olah Alan memberikan rasa sakit itu pada dirinya.

“Alan  ... jangan pergi, kumohon,” isak Larissa semakin keras.

Lake berbalik, ia menatap Larissa yang berada di belakangnya. Dirinya langsung bangkit dan melempar senjatanya sembarangan. Ia memeluk istrinya dengan erat, dan semakin mengeratkan pelukan itu saat Larissa memberontak.

“Pembunuh! Kau pembunuh!” pekik Larissa.

Lake menggeleng kuat. “Kumohon percaya padaku. Aku tidak pernah membunuhnya. Aku ... aku tidak sengaja melakukannya, maafkan aku.”

Larissa mendongak menatap seseorang yang berjalan dengan gontai di belakang Lake, seseorang itu ternyata masih hidup. Dia berdiri tepat di belakang Lake dan tertawa keras, seraya mengambil pistol yang berada di dekat Alan. Larissa semakin ketakutan.

“Buah tidak akan pernah jatuh jauh dari pohonnya! Darah pembunuh tetaplah darah pembunuh, ha ha!”

Lake mendadak diam dan dia berhenti menangis. Dengan perlahan, ia menguraikan pelukan Larissa seraya menoleh ke belakang, Alferd berdiri tidak jauh darinya dengan menodongkan pistol. Bodohnya pada saat itu Lake berdiri, seolah-olah melindungi Larissa dari Alferd. “Bunuh saja aku! Kumohon biarkan Larissa pergi bersama paman dan bibinya.”

“Baiklah kalau itu maumu.”

Dor! Dor!

Larissa kembali memekik dengan keras, ia juga kembali menangis. Seseorang tiba-tiba mengangkat tubuhnya dan menyeretnya dengan paksa. Ia merasakan rasa sakit pada bagian perutnya, rasanya seperti tengah disambung oleh sesuatu.

Alferd menduduki perut Lake dengan sebuah batu di kedua tangannya. Batu itu berukuran sangat besar dan bertekstur tidak rata. Ia mulai mengangkat tangannya tinggi-tinggi, lalu menghancurkan sebagian wajah Lake dengan batu tersebut. “Kau membunuh adikmu sendiri.”

Lake menjerit kesakitan di tengah-tengah kondisinya yang sedang sekarat. Entah mengapa ia masih hidup sampai saat ini, padahal jelas-jelas peluru telah menembus bagian jantungnya dan darah mengalir deras dari kepala mau pun jantungnya.

Alferd kembali mengangkat batu itu, dan kembali menghantam wajah tampan Lake dari samping. “Dan ini adalah balasan untukmu. Kau pantas terbunuh dua kali, dan kau pantas disiksa!”

Untuk yang ketiga kalinya, Alferd kembali memukul wajah Lake dengan sangat keras. “Darahku mengalir padamu. Darah seorang pembunuh ... berada di dalam tubuhmu.” Setelah mengatakan itu, Alferd melempar batu itu sembarangan. Ia beranjak pergi dengan senyuman puas pada wajahnya dan membantu Tom menyeret Larissa dengan sadis.

“Tolong ... kumohon siapa pun selamatkan wanitaku!” gumam Lake, sebelah tangannya berusaha menahan darah yang terus mengalir dari dadanya. Kepalanya terus mengeluarkan darah yang banyak dan wajahnya pucat pasi. Air matanya mengalir ketika melihat sang ayah membawa kekasihnya. Dan Lake kembali berkata dengan nada pelan, sebelum ia menutup kedua matanya. “Jika aku terlahir kembali seperti yang dikatakan wanitaku ... maka aku ingin terlahir menjadi pria yang tidak memiliki perasaan. Aku mohon.”

Hari itu, pada tahun 1931 tepatnya bulan Januari. Watergate Bay, di Newquay menjadi saksi untuk ke sekian kalinya. Namun, kali ini ada yang berbeda. Pantai yang sangat indah ini menjadi saksi pertumpahan darah antar saudara juga antara seorang ayah dengan anaknya. Suatu peristiwa yang amat tragis yang tidak akan pernah terlupakan.

Seorang wanita berdiri dan menyaksikan semuanya dari kejauhan, air matanya terus mengalir tanpa henti. Hatinya merasa amat sakit ketika harus melihat dua saudaranya saling bunuh-membunuh. Ia sudah kehilangan semua anggota keluarganya saat ini. Kemarin sang Ibu dan sekarang kedua kakaknya. Aleda, dia bertanya-tanya pada dirinya sendiri mengapa takdirnya begitu kejam seperti saat ini? Apa salahnya sampai Yang Maha Kuasa merebut semua orang terdekatnya? Bodohnya dia hanya bisa melihat dari kejauhan sambil menangis.

“Sayang, maaf aku telat—” Smith menggantung ucapannya ketika melihat Aleda menangis dengan menatap dua mayat yang berada di tepi pantai. “Tidak mungkin, ‘kan?” Smith seakan tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. 

Aleda berjongkok, ia menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Dia menangis semakin kencang, tubuhnya ikut gemetar dengan sangat hebat.

Sementara Smith berlari mendekati mayat Alan. Pria itu benar-benar sudah tiada dengan darah yang sangat banyak di sekitarnya. Selain itu, Smith berlari untuk mengecek kondisi Lake. Dirinya masih merasakan Lake bernapas dengan putus-putus. “Lake, kau masih hidup, ‘kan? Jawab aku!”

Dugaan Smith tersebut benar, Lake masih bisa membuka salah satu matanya yang tersisa karena separuh bagian wajah pria itu rusak parah. Wajah tampannya benar-benar hancur, bahkan hampir seluruh wajahnya dipenuhi oleh darah yang masih mengalir.

Lake membuka mulutnya perlahan, dia tengah berusaha untuk berbicara dengan Smith. “La–Larissa.”

Smith menoleh pada tangan Lake yang bergerak-gerak kecil. Awalnya dia tidak mengerti akan maksud Lake. Kemudian ia membalikkan tubuh Lake yang miring menjadi telentang. Tanpa menunda waktu, Smith membuka satu per satu kancing seragam Lake dengan cepat. Dan dia berhasil menemukan sesuatu yang Lake bawa, sebuah buku harian. Smith melihat Lake menutup matanya perlahan dengan air mata yang mengalir.

Entah bagaimana situasinya bisa berubah seperti sekarang, padahal semua rencananya dengan Aleda tinggal sedikit lagi selesai, mereka hampir berhasil. Hal itu mungkin saja terjadi, jika Lake tidak berada di pantai ini . Sekarang pertanyaannya hanya satu, di mana Larissa?

“Mereka berhasil membawa Larissa, ya?”

Ketika mendengar suara itu, Smith menoleh. Saat ini di sampingnya tengah berdiri seorang pria gagah, bersama istrinya yang tengah menutup mulutnya ketika melihat mayat Lake. Ia pun menunduk malu. “Maaf, rencananya gagal.”

“Kita harus segera mencari Larissa!” paksa Carla.

Manuel menghela napas. “Tenang, Carla. Kita akan menyelamatkannya, percayalah padaku.”

“Aku sudah berkali-kali bilang padamu, jangan pernah membiarkan Larissa berada di antara manusia-manusia keji itu! Tapi kau tidak pernah mau mendengarkanku, Manuel. Ini adalah akibatnya!” isak Carla pecah.

“Aku ingin mereka dikuburkan di pantai ini, Smith,” sela Aleda.

Smith terkejut dengan kehadiran dan permintaan kekasihnya. “Di sini?”

Aleda berlutut di samping mayat Lake, menggenggam tangan kakaknya dengan sangat erat. “Aku yakin kakakku tidak ingin jauh dari istrinya. Alan pun sama. Mereka berdua memang sama-sama keras kepala. Tujuan mereka hanya ingin menyelamatkan Larissa dan membuatnya bahagia.”

Lalu Manuel pergi mendekati mayat Alan dan membawanya untuk diletakkan  tepat di sebelah mayat Lake. Wajah Alan jauh terlihat pucat dari wajah Lake, tubuhnya sudah sangat kaku yang artinya dia benar-benar sudah pergi. Tangan Manuel bergerak menepuk pelan pundak Alan. “Kau telah menepati janjimu padaku, kau sudah berusaha dengan baik untuk menyelamatkan wanita yang kau cintai. Kami sangat mengharapkan bahwa kau akan terlahir kembali dan memiliki kehidupan yang jauh lebih baik dari ini. Terima kasih karena telah melindungi keponakanku, Alan Atkinston.” 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status