Share

3. Takdir

Sebuah keyakinan dapat dibangun dengan sangat mudah apabila kita mempercayainya. Dan, ketika kita sudah mempercayai keyakinan tersebut, maka kesempatan untuk menjadi nyata semakin besar, dikarenakan adanya ikatan antara masa lalu dan masa sekarang.

Terlihat seorang wanita berambut hitam sebahu dengan kulit putih bersih, dengan senyumannya yang manis. Ia tengah membaca sebuah novel berjudul The Legend Of The Coral Cave dan nama penulisnya Y Lawrence. Ia membuka selembar halaman baru seraya makan camilan yang berada di hadapannya dengan elegan. Ia sudah berkali-kali membaca buku itu.  

Wanita itu menghentikan aktivitasnya sejenak. Tatapannya tertuju pada sebuah mobil mewah berwarna hitam legam, entah mengapa sejak tadi mobil itu terus menjadi objek favoritnya. Hingga seorang pria keluar dari pintu mobil, pria itu mengenakan jas hitam formal dengan kacamata hitam. Dia terlihat mengusap rambutnya ke belakang. 

Namun anehnya, Crystall tersenyum saat melihat itu. Seolah-olah dia tengah menantikan pria itu menghampirinya ke dalam restoran yang memiliki nama Restoran Perpustakaan itu. Walau pun dia tidak bisa menatap wajah pria itu karena posisi sosok itu memunggunginya, dia tetap seakan-akan tengah menunggu kehadiran pria itu.

“Crystall, Nyonya Besar memanggilmu,” sapa salah satu pelayan.

Crystall mengalihkan tatapannya, ia tersenyum dan mengangguk. Akan tetapi ketika Crystall menoleh pada pelayan di sampingnya, tanpa sengaja sosok pria di balik mobil mewah itu menoleh pada Crystall di balik kaca lebar yang berada di restoran tersebut. Kening pria itu terlihat berkerut, lalu dia mengabaikannya dengan berjalan menyeberang menuju University Of Coral London.

***

Terlihat seorang pria tampan dengan garis wajah yang tegas, hidung mancung, alis tebal, semua yang ada padanya terasa begitu sempurna. Tatapannya tajam solah-olah mampu menembus benda yang keras sekali pun, dan senyumannya begitu mahal. Wajahnya yang datar, tetapi berkarisma seakan-akan mampu menarik perhatian para wanita.

Pria itu bernama Edric Winston, seorang polisi yang gagah dan berasal dari keluarga terkaya nomor satu di Britania Raya. Dia sama sekali tidak memiliki kekurangan, semua yang ada pada dirinya adalah kesempurnaan. 

Sejak kecil, melukis adalah keinginan seorang Edric Winston. Dia akan sangat menyukai ketika ayahnya kembali dari kantor dan pulang ke rumah dengan membawa lukisan. Entah dalam bentuk apa pun, Edric sangat menyukainya. Dia berharap agar bisa melukis suatu saat nanti. Dia sudah berusaha semaksimal mungkin untuk melukis objek di hadapannya, tetapi ia selalu gagal. Anehnya hanya satu yang dapat ia lukiskan dengan sangat indah, yakni pemandangan pantai.

Sejak dulu, ia sudah mengikuti banyak les untuk bisa melukis hal lain. Sayangnya, tangan dan imajinasinya seolah-olah bekerja sama agar dia hanya bisa menggambar pantai itu secara terus-menerus. Edric sempat merasa frustrasi dan memilih untuk berhenti melukis, tetapi ia tetap mengoleksi beberapa lukisan yang antik dan cantik.

Saat ini, dirinya tengah menemani adik sepupunya untuk mengunjungi pameran di sebuah galeri. Alasannya ingin menemani Celine Blossom Immanuel sangat simpel, karena dia penasaran dengan lukisan-lukisan yang dipajang di dalam sana. Pasalnya, ia tahu Celine memiliki bakat yang luar biasa dalam melukis, bahkan terkadang dirinya merasa iri dengan kemampuan wanita itu.

Ia berhenti melangkah di depan sebuah galeri yang sangat ramai oleh pengunjung. Gedung yang dipakai  galeri tersebut memiliki cat dengan warna hijau yang membuatnya terlihat asri dan sangat nyaman. Matanya menatap dua lukisan berukuran sedang yang dipanjang  di kanan dan kiri pintu masuk, kedua lukisan itu menggambarkan hutan sesuai dengan cat galeri yang berwarna hijau. Wajah tegasnya seolah-olah berubah menjadi wajah yang penuh semangat untuk menelusuri galeri ini.

“Kau tahu kabar baik dari galeri ini? Mereka menjual semua lukisan yang ada di sini, karena ada beberapa lukisan yang merupakan sumbangan dari kelasku!” seru Celine bersemangat.

“Di mana lukisanmu?” tanya Edric seraya melihat-lihat.

Celine menunjuk lukisan yang berada di tengah-tengah, lukisan itu yang paling menarik perhatian para pengunjung. Dia menarik lengan Edric untuk menerobos masuk ke dalam kerumunan orang-orang tersebut dan kembali menunjuk tanda tangan di ujung lukisan.

“Aku mendapat inspirasi lukisan ini dari salah satu Profesor yang cantik. Dia juga yang mendirikan galeri ini dan mengatur semuanya. Dia mengatakan, bahwa lukisanku yang paling indah di antara yang lain,” ucap Celine bangga akan lukisannya.

Edric memasukkan kedua tangannya pada saku celananya. Lukisan pemandangan senja, dengan langit yang berwarna keunguan di pantai yang indah serta seekor mermaid yang tengah menyisir rambutnya di atas batu karang. Menurutnya lukisan itu terlalu imajinatif. “Bagaimana bisa seperti ini?”

“Tentu saja bisa. Profesor Crystall menceritakan mengenai seekor mermaid dan seorang pria tampan dari sebuah novel dan aku mendapat inspirasinya,” ungkap Celine kemudian menunjuk ke arah seorang wanita cantik dengan rambut hitam panjang sebahu  yang bergelombang. “Itu Profesor Crystall.” 

Karena Celine menunjuk, otomatis tatapan Edric teralih pada wanita yang ditunjuk. Anehnya, pada saat ia melihat ke arah wanita itu dan ternyata wanita itu juga tengah menatapnya, membuat tatapan mereka bertemu selama beberapa saat. Wajah wanita itu terlihat sangat cantik di mata Edric. Kulitnya putih, bibirnya merah tidak menyala, hidungnya agak sedikit mancung, dengan tatapan yang sangat hangat.

Ketika ada angin yang menyapu rambut panjang itu, rasanya Edric ingin sekali membenarkannya agar tidak menutupi kecantikan wanita itu. Dan pada saat wanita itu merapikan rambutnya ke belakang daun telinganya, Edric seperti merasakan sesuatu pada jantungnya seperti perasaan asing yang pernah hinggap, anehnya hanya terasa samar-samar.

Bibir tipis itu menyunggingkan senyuman ramah, membuat Edric benar-benar tidak bisa berhenti menatapnya. Sampai akhirnya wanita itu seperti berjalan mendekatinya juga Celine dengan langkah anggunnya. Mata tajam Edric sama sekali tidak bisa teralih barang sedetik pun. 

Edric diam di tempatnya, tubuh tegapnya terlihat mematung seolah-olah menanti kehadiran wanita tersebut. Akan tetapi, samar-samar Edric melihat wanita cantik itu mengenakan gaun pernikahan yang membuatnya terlihat bersinar terang, ditambah dengan hiasan kecil pada rambut panjang yang tergerai bebas. Jantungnya berdebar kuat, darahnya berdesir dengan cepat, ia gugup.

Wanita itu terlihat ingin menyapa Celine, tetapi tiba-tiba seorang pria datang dan memunggungi Celine juga Edric. Pria itu Noel Othniel yang datang dengan senyuman manisnya pada wanita bernama Crystall tersebut.

“Aku sudah menyelesaikan lukisanku,” lapor Noel seraya memberikan lukisannya.

Crystall terlihat senang saat menilai lukisan tersebut. “Aku suka ini. Mari kita pajang.”

Dan mereka berdua pergi begitu saja dari sana. Melihat hal itu, Edric merasakan rasa sakit pada jantungnya, bahkan sampai membuat ia terjatuh di lantai. Rasa sakitnya sama seperti sebuah keanehan yang seolah-olah terhubung antara masa lalu dengan masa sekarang.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status