Share

The Magic of Love
The Magic of Love
Penulis: Indah N.A

Part 1

Pletak!

Kotak makan siang yang kusodorkan ke Aron seketika jatuh dibantingnya. Kari ayam dan beberapa sayuran yang kubuat untuknya itu kini berserakan di lantai. Para siswa yang berlalu lalang di depan kelas tentunya memandangi kami dengan tatapan heran.

Aku tak tuli sehingga terdengar bisikan mereka tentangku. “Aron telah menolaknya selama sepuluh tahun” “Bisa-bisanya dia bertahan selama itu”.

Sejujurnya aku benci mendengar itu. Benci jika seseorang mengatakan aku menyukai Aron.

Dengan mata berair dan pasrah aku memunguti makanan itu dan memasukkannya kembali ke kotak makan sambil menahan tangis. Setiap orang memandangiku dengan kasihan. Dan juga aku benci itu. Seketika aku menjadi gadis lemah meski itu bukan keinginanku. Meski dalam hati aku terus saja mengatakan "Hey Irene, Jangan menangis. Bodoh!". Namun tetap saja air mata mengalir di pipiku. Dan terjebak dalam pusat perhatihan orang-orang.

“Gak usah lebay! Sudah kukatakan padamu berulang kali, menjauhlah dariku. Jangan buang waktumu hanya mengejar cintaku. Karena aku takkan pernah bisa mencintaimu. Takkan pernah,” ungkapnya. Mendengar ucapan kasarnya itu, ingin sekali kuberikan sebuah tamparan keras di pipinya dengan tangan ini. Namun, ketika berhadapan dengan pria itu. Aku seketika tak menjadi diriku lagi. Seperti ada sihir yang mengendalikan ku. Aku tak bisa melakukan apa pun yang ingin kulakukan ketika telah berhadapan dengannya.

Aron yang hanya menatap ku dengan jijik, lalu membalikkan badan dan hendak segera meninggalkanku. Aku pun menatap punggung pria sadis yang 29 cm lebih tinggi dariku.

“Padahal dengan tulus aku membuatkan ini untukmu,” kataku dengan lembut. Selalu saja seperti ini. Kulontarkan sebuah kata yang sebenarnya tak ingin kukatakan padanya.

Namun, pria itu berbalik dan berjongkok dihadapanku lalu mengangkat daguku.

“Maka berhentilah mengejarku. Aku sudah seringkali mengatakan itu padamu. Aku tak suka wanita lemah sepertimu,” ia berteriak keras sekali di wajahku dan menatapku dengan tajam. Makanan yang hampir sepenuhnya selesai ku bersihkan itu terjatuh dan berserakan lagi.

“Berhentilah bersikap manis dihadapanku. Kau membuatku jijik,” bisiknya di telingaku.

Bu Fatma menghampiri kami dengan buku yang digendongnya dan penggaris panjang digenggamannya. Ia guru mata pelajaran Matematika yang sebenarnya bel pergantian jam pelajaran baru saja berbunyi.

“Mengapa kalian berkumpul di sini? Masuk ke kelas kalian sekarang juga!” seketika lorong yang di penuhi siswa yang menyaksikan kami tadi masuk ke kelas masing masing setelah mendengar teriakan Bu Fatma.

Aron pun benar-benar meninggalkanku. Ketika ia pergi aku pun kembali ke diriku yang sebenarnya. Sangat malas diriku untuk menatap kotak makanan sialan itu.

“Dasar kotak makanan sialan!” umpatku lalu berdiri hendak masuk ke kelas tanpa membersihkan makanan berserakan di lantai itu.

Ketika aku hendak memasuki kelas Bu Fatma menghalau ku dengan penggaris lalu menunjuk ke arah lantai kotor itu. Aku menghela napas sambil mengelus-elus dada.

“Irene, belajarlah bertanggung jawab. Bersihkan itu! Bukankah itu kotak makanan kamu,” perintah Bu Fatma.

“Tapi Bu,” keluhku dengan wajah memelas.

“Gak ada tapi tapian, Bersihkan itu sekarang juga! Ibu gak mau tahu apa alasan,” teriak Bu Fatma. Sungguh ia sangat suka berteriak sehingga aku dengan refleks memegang telingaku. Dan bertanya-tanya apakah gendang telingaku baik-baik saja.

“Ah, hari ini aku sial banget,” keluhku seorang diri sambil membuang makanan kotor itu bersama kotaknya ke tong sampah. Aku memasang wajah cemberut.

Kemudian aku menuju toilet untuk mencuci tangan.

“Memangnya dia pikir aku benar-benar menyukainya selama 10 tahun. Itu sama sekali tidak benar. Itu semua gara-gara kalung bodoh ini sehingga aku tak bisa melakukan apa pun yang ingin kulakukan. Setiap aku di hadapannya, aku selalu ingin mengatakan ‘Aku membencimu’ tapi aku malah bilang cinta padanya. Dasar bodoh!” gerutuku kesal tanpa henti di depan cermin.

"Dan juga mengapa hatiku terasa sakit saat dia menolakku. Dan aku bahkan sampai menangis tadi. Siapa kau yang mengendalikanku? Apa kau punya hubungan dengan Aron? Apa kau hantu atau roh? Apa selama ini aku kerasukan?" kataku sambil memegang kalung ini.

Aku pandangi kalung yang sepuluh tahun tak pernah bisa ku pisahkan dari lingkaran leherku. Kalung ini kudapatkan dari sebuah toko Antik ketika aku berusia 8 tahun. Tanpa tahu apa akibat yang akan terjadi jika aku memakai kalung ini.

Saat itu kalung ini sangat indah untukku. Aku bahkan tak pernah merasa kesepian saat menggunakan kalung ini.

Semenjak kalung itu bersamaku. Aku bersikap baik setiap berada di hadapan Aron. Meskipun aku membencinya.

Sikapnya yang angkuh itu membuatku berpikir mungkin dia nggak akan pernah ketemu orang yang lebih baik dari diriku. Menurutku dia sangat bodoh karena menolak gadis cantik sepertiku. Andai saja aku tak dalam kendali kalung ini munkin aku sudah menolaknya dan membuatnya menyesal telah memperlakukanku dengan kasar.

Bahkan pagi ini aku bangun lebih awal dan membuatkan makanan yang sama sekali tak pernah aku masak. Sejak kalung ini bersamaku, seperti ada orang lain yang mengendalikan tubuhku. Meski ini terdengar sangat aneh. Namun tetap saja aku sudah mengalami ini selama 10 tahun. Aku menjalani kehidupan seakan-akan aku sedang dalam kutukan.

Bukankah itu hal aneh?. Aku sangat payah dalam memasak namun aku bisa memasak kari ayam dan sayuran untuknya.

Wah! aku pikir aku sudah gila.

“Apa dia sudah gila?” setiap orang akan berkata seperti itu. Menyadari bahwa aku sudah terlalu lama di dalam toilet dan bebarapa siswa memandangiku ketika aku mengomel sendiri. Aku memutuskan kembali ke kelas dan bahkan aku benci ini karena sekelas dengan pria kasar itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status