Share

Bulliying

Hari ini adalah hari pertama Diki kuliah tanpa adanya seorang Lula disampingnya. Seperti apa yang ia katakan pada Lula kemarin, mulai hari ini ia akan melakukan segala aktifitasnya sendirian. Mulai dari memasuki kampus, mengerjakan tugas, membaca buku, makan dikantin, hingga pulang kerumah .

Sepulang dari kampus, Diki tidak langsung pulang kerumahnya. Dengan menggunakan bis dia menuju rumah Lula. Jarak rumah mereka hanya sekitar seratus meter, tidak masalah jika dia harus pulang dengan berjalan kak8 nantinya.

Setibanya dirumah Lula, Diki duduk diruang tamu, dan Inah memanggilkan majikannya itu. Sebenarnya Lula sudah pernah mengatakan pada orang yang ada dirumah agar Diki langsung saja masuk kedalam kamarnya jika pria lugu dan cupu itu datang berkunjung. Namun seorang Diki yang dididik baik oleh orang tuanya tak pernah mau begitu saja memasuki kamar wanita meski itu saudaranya, apalagi Lula bukan saudaranya.

Berulang kali Inah mengetuk pintu kamar Lula, namun wanita itu tak menyahut sama sekali. Inah merogoh saku celananya untuk menghubungi Lula. Lula pernah mengatakan jika Inah kesusahan mencarinya, maka jangan sungkan untuk menelfon ke nomor pribadinya. Nomor pribadi yang dimaksud Lula ialah nomor khusus yang ada didalam ruang rahasianya, nomor itu hanya Lula percayakan kepada Diki dan Inah. Namun jika Lula tetap tidak mengangkat, maka Inah akan menelfonnya di nomor ponsel Lula yang biasa.

Tak lama Lula terlihat menuruni anak tangga dan segera duduk disamping Diki. "Kenapa?" tanya Lula saat melihat wajah lelah Diki yang tidak bersemangat seperti biasanya.

"Capek aja, La. Dikampus gak ada kamu sungguh membosankan!" keluh Diki.

"Kapan-kapan aku main kesana deh. Bosen juga dirumah gak ada kerjaan." Lula melahap cemilan yang baru datang diatas meja yang telah disediakan Inah untuk Diki.

"Seriusan, La?" Wajah Diki berbinar mendengar bahwa sahabat baiknya ini akan mengunjunginya dikampus.

Dan benar saja, satu minggu setelah hari itu Lula terlihat berdiri ditengah halaman kampus. Ia mengirim pesan kepada Diki namun tidak ada balasan hingga beberapa menit berjalan. Lula melangkahkan kakinya menuju kantin, mungkin Diki sedang ada mata kuliah dijam segini.

Universitas A memiliki dua kantin disisi Timur dan Barat. Disisi Timur terdapat indor kantin, dan di Barat terdapat Outdor kantin. Kelas Diki berada di sisi Outdor kantin, namun Lula melangkahkan kakinya menuju indor kantin. Lula tidak terlalu menyukai suasana ramai seperti yang ada di outdor kantin karena disana tempatnya lebih instagramable, jelas menjadi ajang modeling pada gadis, dan tak ketinggalan para pria yang mencuci mata. Ia akan kesana jika Diki sudah selesai dengan mata kuliahnya atau Diki yang akan ia minta untuk menghampirinya disini.

Kasak kusuk terdengar dari anak-anak dibeberapa meja yang tak jauh darinya. Beberapa ada yang langsung meninggalkan kantin saat mendapatkan informasi dari temannya, dan ada beberapa juga yang masih stay menghabiskan makan siangnya yang lebih awal.

Telinga Lula selalu menangkap dengar apa yang dibicarakan orang disekitarnya. Lula tak pernah perduli akan masalah orang, namun telinga Lula akan ready untuk menangkap apa saja yang akan ia dengar.

Kantin.

Diki.

Dua kata yang membuat Lula menatap beberapa orang disekitarnya yang tengah membicarakan hal yang sama.

Berita buruk! Ya, Lula sepeka itu. Ia lantas berlari menuju kantin outdor, tak perduli berapa banyak mahasiswa yang mengumpatinya karena ditabrak oleh Lula.

Dan benar saja, semua orang terlihat berkerumum ditengah-tengah kantin. Ada beberapa yang mengabadikan moment dengan ponsel pintarnya, ada beberapa diam dengan perasaan sedih karena tak bisa berbuat apa-apa, dan sisanya hanya mengolok dan ... Oh My God!

Lula dengan kemarahannya berlari menerjang kerumunan, emosi menguap keseluruh tubuhnya saat ia melihat sahabat satu-satunya tergeletak diatas lantai dengan tubuh bermandikan berbagai macam makanan, seperti yang tertangkap matanya, kuah bakso, nasi, bubur, dan macam-macam jus.

Semua orang yang ada disana terdiam saat Lula dengan wajah horornya sudah berada disamping Diki. Semua kenal Lula kecuali beberapa mahasiswa semester awal yang baru menyelesaikan ospeknya beberapa bulan lalu. Tidak ada berani bersuara, bahkan ada beberapa yang pergi dari sana karena takut terlibat oleh kemarahan Lula.

Hingga suara seorang pria dan wanita yang tak dikenali Lula mengambil alih pandangan semua orang disana.

"Ngapain lo? Pergi atau lo akan mendapatkan hal serupa seperti cupu ini?"

Mendengar sahabatnya yang diejek, Lula tak tinggal diam. Semua orang yang mengenal Lula disana hanya diam ketakutan. Selama ia berkuliah disana, tak satupun yang berani mengatakan hal rendah seperti itu pada sahabatnya, ia yakin bahwa Diki tak pernah membuat onar, sudah dipastikan bahwa orang lain lah yang mencari masalah padanya.

Dengan kemarahan yang memuncak, Lula berjalan pelan kearah dua orang itu lalu menghantam wajah keduanya tanpa sungkan. Ia tak perduli jika itu wanita maupun pria, tua maupun muda, kaya maupun miskin, semua tak akan ia beri ampun jika sudah melewati batasnya.

Keadaan kantin riuh saat semua orang menyaksikan secara langsung kemarahan Lula. "Lo kalo mau cari masalah, gue saranin buat survei dulu seperti apa musuh yang bakal lo lawan." Lula menghempaskan tubuh wanita dan pria itu bergantian.

Saat Lula memapah Diki keluar dari kantin, terlihat para dosen baru saja memasuki kantin dengan tampang panik. Saat melihat tatapan tajam Lula yang sedang melewatinya, ia hanya bisa  menatap nanar wanita itu.

Beberapa dosen yang tidak menyukai Lula kerap meneriaki namanya untuk berhenti dan memberi penjelasan, namun wanita itu hanya diam dan terus memapah Diki menuju mobilnya.

Setiba dirumah Lula, Diki dibiarkan membersihkan diri didalam kamar tamu. Tak mungkin ia membawa Diki pulang kerumah orang tuanya, karena bisa saja orang tua Diki akan sangat panik dan tak berhenti menyalahkan dirinya sendiri atas kejadian ini.

Diki dibiarkan beristirahat hingga jam makan malam tiba. Setelah selesai menyantap makan malamnya, Lula meminta semua yang ada dimeja makan untuk meninggalkan ia dan Diki disana berdua.

Ya, semua yang bekerja disana akan malaksanakan acara makan bersama majikannya dimeja makan. Awalnya semua menolak karena tak enak hati, namun Lula mengatakan akan memecat mereka bagi yang tidak mau mekan bersamanya dimeja makan. Tak ada yang menolak jika menyangkut pekerjaan, apalagi bukankah ini rezeki bagi mereka, bisa merasakan makan enak dimeja makan yang luas dan mahal. Tapi untuk penjaga gerbang, mereka akan bergantian jadwal makan bersama, seperti hari ini si A dan besok si B.

Setelah semua orang pergi, Lula menyandarkan tubuhnya pada punggung kursi sambil menatap Diki yang menundukkan wajahnya.

"Sejak kapan?"

Diki tak berani menatap wajah Lula, ia tahu bahwa Lula sangat menyayanginya layaknya seorang adik. Meski usia mereka hanya berbeda satu tahun, tapi bagi Lula Diki itu masih anak kecil polos yang tak mengerti apapun. Ia sangat kasihan dengan pria baik hati ini.

"Kayaknya keputusan aku buat kuliah lagi akan terwujud." Diki sontak mendongakkan wajahnya menatap Lula.

"Jangan!" teriaknya pelan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status