Wuah kepo juga nih soal keluarga Arga
"Semua hal bisa dipelajari. Termasuk hal mustahil yang tak terpikirkan. Semua karena usaha keras, niat dan waktu." "Ogah, geli!" Arga bergidik tidak bisa membayangkan ada kursi bisa memijit. Dia sangat tidak menyukai sentuhan. "Enggaklah, enak tahu! Atau aku sediain cewek saja khusus memijitmu?" Ryan terus mendesak. "Jangan! Dobel No! Bisa kaku badanku ntar, bukannya sembuh malah cari penyakit itu namanya. Astaga tega ya nawarin hal terlarang begitu?" Arga menggeleng keras. "Lah kok bisa? Enak lagi dipegangin cewek apalagi yang seksi kan. Kayak di panti pijat plus-plus gitu hihi. Apa alasannya kau menolak? Apakah kau lelaki tidak normal, Ga?" Ryan hanya mengetes kepribadian Arga baru ini. "Eh sembarangan, aku normal tahu! Justru karena normal, aku menjauhi penyakit karena mereka, para wanita it
"Kekayaan luar biasa bisa memudahkan hidup. Tetapi sayangnya juga mampu membutakan banyak hati."Sore itu lagi-lagi di sela-sela belajar komputer dan gadget lainnya, Arga berguman dengan mata bersinar."Keren yah, teknologi itu mah. Kagum aku!" teriak Arga heboh. "Lha iya dong, Ga. Walau yang ini nggak ada apa-apanya sih. Sorry to say ya, kamu yang dulu itu ngomong-ngomong jiwanya katrok banget sih? Hahaha. Maaf ya." Ryan sudah bersiap kabur melirik Arga yang menyebikkan bibirnya."Eh, namanya juga jiwanya berbeda, Yan. Kamu kok berani meledekku, bisa tak pecat sekarang lho!" Arga pura-pura marah."Ampun, Ga. Jangan dong, tadi cuma becanda. Ntar aku nggak kerja lalu siapa yang biayain anak bini aku, Ga?" Wajah memelas Ryan mendekat ke wajah bosnya itu.Arga mendelik dan m
"Kebaikan hati tidak bersumber dari tampilan luar yang baik. Tetapi tampilan walau seadanya yang merawat hati dengan baik, maka baiklah jadinya.""Begini saja, cukup nggak, Ga?" Ryan bertanya pada konsep kata-kata iklan atau promo melalui medsos yang akan dipesankannya pembuatan profesionalnya ke ahlinya nanti."Hmm sebentar ... bagus sih. Lumayan. Sudah cukup ini, Yan. Kirim aja konsepnya ke pembuat iklan sekarang, lebih cepat lebih baik. Jadi tidak banyak buang-buang waktu." Arga hanya takut rencananya belum lagi terealisasikan tapi dia keburu minggat dari tubuh ini, bisa berantakan semua nanti. Dia harus bergerak cepat."Baiklah, Bos." Ryan memaklumi kemauan kuat bosnya. Bagi Ryan apa yang diinginkan Arga sangat benar, membalas kejahatan dengan yang setimpal adalah kebenaran hakiki.***Arga saat ini, sambil menunggu datangny
"Teman lama, visi sama, tujuan tak berbeda, bagai sebongkah emas terpendam yang berharga seumur hidup." "Ow yeah! Aku ingat dia! Dia kan temenku diperguruan bela diri waktu SMA! Pantesan kaya akrab gitu sih! Arga namanya ya! Ya ... ya ... ya." Alan mengangguk lega setelah sekian lama baru mengingat dimana dia pernah bertemu Arga. "Arga sekarang jadi artis muda dan foto model yang top. Wah keren juga punya teman artis sesekali hehehe." Alan terus mencari tahu semua tentang Arga di sosial media sampai dia tertarik di salah satu grup tertutupnya. Alan tersenyum dan mencoba masuk ke grup Arga tersebut. Taglinenya menarik : Mata dibalas mata 5 tahun yang lalu! Kelompoknya disebut pembela kebenaran hakiki. Dan Alan berhasil masuk grup, setelah melewati beberapa pertanyaan dan tes verifikasi yang cukup rumit. Alan
"Satu lidi mudah patah, seratus lidi tak mudah patah oleh tangan. Apabila lawannya gergaji listrik? Mungkin satu lidi malah bisa selamat.""Tidak ada sih, Alan, hanya ada teman akrabku yang mengalami kehilangan orang-orang tercintanya. Aku jadi sedih dan ikut merasakan penderitaannya." Arga tak hendak membomgkar soal reinkarnasinya sekarang pada Alan. "Baik banget kamu, Ga. Aku salut. Semoga nanti partisipasiku akan bermanfaat ya? Aku juga ingin sekeren kamu!" Alan memeluk Arga dengan erat. Saat mereka sudah menghabiskan kopinya, mereka lalu berpisah dan sama-sama sepakat untuk bertemu lagi secepatnya**Makin hari, kelompok yang Arga kumpulkan makin membesar. Selain banyak tambahan dari orang-orang, secara alami dari seluruh penjuru Bumintara juga ada beberapa dari orang-orang dekat Arga yang datang dengan send
"Sebuah jiwa yang bersih tetaplah akan terjaga kesuciannya, cita-cita dan tujuan hidupnya." Arga kini makin sibuk saja mempersiapkan semuanya. Dia tipikal perfectionis sehingga meneliti semua hal sampai hal yang terkecil. Pertemuan pertama dengan semua pengikut pergerakan "BB" alias Bumintara Bangkit secara offline atau bertemu darat akan segera dilakukan bulan depan. "Iyup kau detil person, Bro. Keren! Sedikit berbeda dengan si Arga dulu yang cenderung agak ceroboh," puji Ryan tulus. Itu juga pengingat juga buat dirinya agar lebih teliti saat mengerjakan apapun yang diperintahkan Arga. "Oya? Kuanggap itu pujian, Yan. Hmm detil person? Emang ada ya istilah seperti itu?" Arga menoleh pada sahabatnya itu dengan kening berkerut. "Ya nggak ada haha. Istilah aku aja baru tercipta tadi hihihi."
"Kehadiran seseorang yang mempesona khalayak ramai dengan banyak kelebihan sedikit kekurangan." Arga akhir-akhir kembali ke kebiasaan lamanya, berkaca di depan cermin! Dia memandang dirinya dari ujung rambut sampai ke kaki hanya saja kali ini dia tidak tersenyum. Justru bibir anak muda ini malah terkatup rapat, tak ada sedikitpun tarikan di kedua sudut bibir eloknya. Alis tebal Arga berkerut, mengumpulkan kulit mudanya ke tengah dahi. Arga mempertanyakan dirinya sendiri dalam diam. Dia kini meragukan identitas dirinya yang sesungguhnya. Siapakah jiwanya yang lebih dominan? Arga si penuntut balas dendam yang sudah mati 5 tahun yang lalu? Ataukah Arga kini yang jadi anak orang kaya? "Siapa kau, Arga? Siapa dirimu yang begitu sombong hidup di dunia ini? Kenapa kau petantang-petenteng menarik banyak manusia mengikuti langkah bod
"Hanya yang mengalami sakitnya akan memahami cara meredakannya walau itu tidak akan menjamin kesembuhannya.""Oiya, Yan. Jangan lupa kasih dana cukup ke Pak Toni supaya masalah konsumsi beres dan memuaskan. Tenaga pejuang yang kuat salah satunya berasal dari makanan yang baik dan bergizi. Ingat itu!" Arga berfilosofi. "Iya beres, Bos! Aku akan mengatur agar ada sinergi antara dana yang ada dengan kebutuhan makanan yang tercukupi. Bagian akunting juga lagi merekap semua biayanya kok." Ryan menenangkan hati bosnya. "Sip. Jangan terlalu sayang uang, dana kita cukup banyak kok, apalagi untuk keperluan konsumsi. Apalagi papaku dengan manisnya juga kirim uang lagi tadi pagi. Tapi sebaliknya jangan gegabah dan boros juga sih. Perjuangan kita mungkin akan berlangsung lama, tidak hanya setahun dua ta