Home / Romansa / The Prosecutor Secret Lust / Ch.03 Pekerjaan Sia-Sia

Share

Ch.03 Pekerjaan Sia-Sia

Author: Rein_Angg
last update Last Updated: 2025-03-01 11:06:19

Xavion meregangkan tangan ke atas. Sekujur tubuh dirasa sangat lelah setelah seharian menghdiri dua persidangan dan tiga rapat bersama para petinggi di gedung kehakiman untuk tiga urusan yang berbeda.

Mengusap tengkuk, lalu ia menekuk leher ke kanan dan ke kiri. Melemaskan urat serta otot. Memandang jam tangan, sudah pukul sebelas malam. Waktunya untuk pulang. Cukup bekerja hari ini, saatnya mendatangi ranjang di rumah.

“Aaah, fuck! Aku benar-benar lupa!” desisnya saat mengangkat ponsel dan melihat sebuah chat dari wanita bernama Pixie.

[Lain kalau kalau memang tidak bisa datang tolong kabari aku, ya? Aku seperti orang tolol menantimu sendiri di sini.]

Xavion mengurut kening. Bagaimana mungkin dia lupa ada janji untuk bertemu di pub dengan wanita seseksi dan secantik Pixie. Apalagi, ketika mereka berada di atas ranjang maka seisi dunia adalah tempat yang jauh lebih baik.

“Aku harus membelikannya barang mahal besok supaya dia mau memaafkanku. Shit, aku ingin merasakan goyangannya kembali di atas tubuhku besok malam!” kekeh Xavion sangat yakin hadiah darinya akan membuat keadaan lebih baik.

Bukan, Pixie bukanlah kekasihnya. Dia tidak punya keterikatan dengan siapa pun. Wanita hanyalah tempat untuk melepaskan hasrat terpendam serta lahar hangat dari dalam tubuh.

Memiliki kekasih hanya membuang waktu, tenaga, serta pikiran. Dan yang lebih penting lagi, membuang uang.

Lebih baik membeli satu barang branded untuk wanita yang berbeda-beda daripada harus menghabiskan uang untuk satu wanita yang sama.

Prinsip yang aneh, tetapi begitulah Xavion.

Ia merapikan berbagai barang pribadi, memasukkan ke dalam tas kerjanya, kemudian melangkah keluar. Saat hendak memasuki ruangan depan tempat timnya biasa bekerja, terlihat ada sebuah lampu masih menyala.

‘Siapa yang belum pulang di jam selarut ini?” tanyanya dalam hati.

Seorang wanita terlihat sedang mengetik di depan layar komputer. Sesekali jemari menyugar rambut panjang ke belakang dan mengembus kasar.

“Kenapa kamu belum pulang?”

“Oh, my God!”

Hanae berteriak terkejut saat mendengar suara Xavion hingga tanpa sengaja menyenggol gelas di sebelah tangannya.

Dalam satu hari, sudah dua kali ia menumpahkan minuman ke atas lantai.

Sang Prosecutor menggeleng jengah, mengembus kasar, dan membentak jengkel. “Ada apa denganmu? Kenapa bisa seceroboh itu! Bagaimana kalau airnya mengenai berkas penting!”

“Kamu katanya sedang magang? Dari fakultas hukum universitas mana, hah! Aku tidak mengerti kenapa wanita seceroboh kamu bisa kuliah!”

Omelan Xavion tidak dijawab oleh Hana. Dia cepat mengambil tissue dan mengelap mejanya, kemudian mengelap lantai yang basah. Untung saja gelasnya terbuat dari plastik sehingga tidak pecah.

“Kenapa kamu belum pulang? Ini sudah jam sebelas malam! Apa kamu berencana tidur di kantor, hah?” desis Xavion bersiap melangkah pergi.

Hanae menghela letih, “Nona Fanty memberikan saya tugas yang sangat banyak. Katanya semua data ini harus masuk di dalam komputer besok pagi karena akan digunakan oleh pengadilan.”

Jarinya yang basah menunjuk setumpuk file yang masih terlihat sangat banyak. “Saya sudah mengerjakan separuhnya sejak jam 11 siang dan masih belum selesai. Padahal, saya tidak makan siang sama sekali untuk menghemat waktu.”

“Kamu tidak makan mulai siang hingga sekarang gara-gara mengerjakan tugas dari Fanty?” Kening Xavion mengernyit dan matanya memicing tak percaya.

Iya, dia tidak percaya kenapa bisa ada orang sebodoh Hanae yang mau saja dikerjai habis-habisan oleh senior. Ia melangkah mendekati meja pekerja magang yang culun dan berbusana sangat tidak stylish di mata semua orang. 

Satu buah berkas diambil, lalu membantingnya ke atas meja. Satu hentakkan yang membuat Hanae sampai melompat terkejut dan terengah.

“Buka file itu dan lihat tanggal kasusnya!” desis Xavion ingin menyentil kepala karyawan barunya supaya segera tersadar.

Hanae mengangguk, lalu memabacanya dengan suara bergetar. “27 Mei 2015.”

“Sekarang tahun berapa?”

“2025?”

“Berarti itu file berapa tahun lalu?”

“10 tahun lalu.”

“Kalau itu file 10 tahun lalu, kenapa semua harus dimasukkan ke dalam komputer untuk digunakan besok pagi di pengadilan, hah!” kesal Xavion kembali melempar satu buah file ke atas meja Hanae.

Terengah, wanita miskin itu berpikir kenapa Xavion begitu suka marah padanya? Magang adalah sebuah keharusan jika dia ingin lulus.

Akan tetapi, haruskah dia berhenti saja jika akhirnya hanya menjadi derita berkepanjangan?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • The Prosecutor Secret Lust   Ch.120 Menyebrang Tidak Hati-Hati

    Ia menegakkan punggung. Berdiri tegak sambil menatap benci pada ibunya. “Besok jam 12 siang, di kantor pengacara keluarga kita, aku mau kita melakukan tanda tangan penyerahan perusahaan.” “Kalau Mommy tidak datang, jangan salahkan aku bila penyiksaan Hanae naik ke kantor polisi. Kalau Mommy berani menyerang atau membunuhku seperti Mommy membunuh Daddy, semua ini akan menyebar!” ancamnya serius. “Dunia akan tahu betapa Mommy adalah seorang pembunuh berdarah dingin! Mereka akan tahu siapa sebenarnya di balik topeng aristokrat menjijikkan yang Mommy pakai selama berpuluh-puluh tahun!” Sebelum berbalik, ia menegaskan sekali lagi. “Pilihan ada pada Mommy! Apa pun yang Mommy pilih, akulah pemenangnya! Besok siang datang dan tanda tangan, atau semua kebusukan menyebar detik itu juga!” Langkah kakinya lalu berayun menuju pintu keluar. Tidak peduli dengan rintihan ibu yang sudah melahirkannya, Xavion sudah teramat hancur dengan ber

  • The Prosecutor Secret Lust   Ch.119 Menuduh Ibu Sendiri

    Mendengar pertanyaan putranya, mata Gladys melotot tajam. “Apa kamu sudah hilang akal sehat, hah! Atas dasar apa kamu menuduh Mommy sudah membunuh ayahmu!” Dada wanita beranak satu itu kembang kempis hebat. Wajah merah padam seiring jemari nampak gemetar menahan kemarahan. “Kamu keterlaluan, Xavion!” Akan tetapi, sang pemuda yang sudah frustasi itu hanya tertawa dan menggeleng jengah. “Kalau semua penjahat mengaku, maka aku akan jadi pengangguran. Tentu saja Mommy tidak akan mengakuinya.” “Tapi, aku tahu semua. Aku tahu kalau ternyata Daddy dan Violet Cheng saling mencintai! Dan aku tahu kalau dia sudah beberapa hari pergi dari rumah saat Daddy terbunuh!” desis Xavion. Mata sembab dan bengkaknya menatap Gladys dengan sorot kekecewaan, juga kebencian. Parau suaranya terdengar, “Kesalahan Violet hanyalah meninggalkan baju pelayannya untuk Mommy tetesi darah Daddy.” Gladys kian terengah. Saking marahnya ia berd

  • The Prosecutor Secret Lust   Ch.118 Berhenti Di Sini

    Pintu lift terbuka, mereka sudah sampai di lantai satu. Xavion melepas gandengannya pada Hanae dan memilih untuk berjalan dengan jarak sekitar setengah meter di antara mereka.Di tengah lobi ada Ezra sedang menunggu. Kedatangan keduanya ditatap lekat, ia segera berdiri dan melangkah mendatangi. Melihat dua pasang mata bengkak, merah, berair, apa yang harus dia katakan?“Bawalah Hanae pergi. Aku serahkan dia padamu. Jaga dan rawat dia dengan baik. Penuhi janjimu padanya seperti di suratmu dulu. Yaitu, membawanya keluar dari panti asuhan dan memberikan kehidupan yang lebih baik,” ucap Xavion menahan sejuta reruntuhan asa.Ezra mengangguk, lalu mengambil koper Hanae dari tangan sahabatnya. Seolah sebuah simbol di mana setelah ini dia yang akan mengurusi semua hal dalam hidup Hanae. “Aku akan menjaganya dengan sangat baik.”Lalu, ia menatap kepada sang adik angkat. “Kita pergi sekarang, ya?”Hanae tak menjawab. Matanya bergerak menatap ke ara

  • The Prosecutor Secret Lust   Ch.117 Melepasnya Pergi

    Suara telapak tangan mengenai kulit wajah nyaring memecah udara di kamar hotel. Hanae menampar Xavion yang sejak pertama diam saja tidak mengatakan apa pun sementara mereka akan berpisah.Kata mereka, jika tidak terasa sakit maka itu bukan cinta ....Keduanya saling tatap. Hanae terisak parah, sementara Xavion menangis dalam diam.Cinta pertama bagi keduanya, tetapi takdir mengatakan mereka harus berpisah saat ini. Tak pernah menyangka saat sedang bercinta dengan panas di atas ranjang kalau ternyata di dalam tubuh mereka mengalir darah yang sama. “Please ... maafkan aku, maafkan aku!” rintih Hanae, membelai pipi kakak tirinya dengan jemari gemetar. “Aku tidak bisa seperti ini, tidak mendengar apa pun darimu!”Ia usap warna merah akibat gambar telapak tangannya di pipi Xavion. Mungkin itu adalah bukti betapa dia sangat mencintai sang lelaki ... sebuah tamparan. “Katakan semua ini tidak benar, katakan kamu mencintaiku dan kita ti

  • The Prosecutor Secret Lust   Ch. 116 Bagaimana Berhenti Mencintai

    "APA!” pekik Hanae melotot dan napas berhenti begitu saja.Tuan Muda Wu menunjukkan surat kedua. “Ini adalah surat dari ibumu yang bernama Violet Cheng kepada Ma’am Lilac. Mereka adalah kakak beradik.”“Bacalah, di surat ini namamu disebut, begitu pula nama Xavion. Di surat itu juga jelas menyatakan kalau kamu dan Xavion adalah kakak beradik satu ayah.”Ezra menghela lirih, “Aku tidak bermaksud memisahkan kalian. Tapi, kalian memang harus berpisah. Kamu tidak mungkin menjalin kasih dengan kakakmu sendiri, ‘kan, Hanae?”Wajah sang wanita muda pucat pasi mendengar ucapan Ezra. Ia segera menyambar surat itu dan mulai membacanya.Kemudian, Ezra berkata dengan berat hati. “Aku akan menunggu di lobi hotel untuk kalian berpisah. Segera kemasi barang-barangmu dan kita pergi dari sini, Hanae.”“Kamu kemarin mengatakan padaku saat kita makan siang di restoran. Bahwa kalau saja kakak angkatmu yang meminta agar kamu pergi dari Xavion, kamu m

  • The Prosecutor Secret Lust   Ch. 115 Mencintai Kakak Sendiri

    Xavion menjemput Hanae di panti asuhan. Wanita itu terkejut dengan wajah sembab kekasihnya. "Ada apa? Kamu kenapa?”Namun, Xavion hanya menggeleng dan berkata, “Aku tidak bisa menjelaskan padamu di sini. Kita kembali ke hotel sekarang. Aku akan menjelaskannya di hotel.”Hanae terhenyak, “Tapi, aku sedang bersama teman-temanku. Kami sedang mengenang Ma’am Lilac. Kami juga akan mempersiapkan upacara pemakaman untuk be—““Sekarang, Hanae!” engah Xavion sedikit membentak. Hatinya sudah terlalu hancur untuk berdebat. Memandang perempuan yang dia cintai, yang sudah dia tiduri, yang ternyata adalah adiknya sendiri. Lelaki mana yang tidak mau gila kalau begini caranya?Terhenyak karena dibentak, ditambah wajah Xavion yang sudah tidak karuan, Hanae tak berani membantah. Meski ia sangat ingin berada di panti asuhan ini untuk menangisi kepergian ibu angkatnya, tetapi situasi sepertinya tidak bisa membuatnya tetap tinggal.“Aku ambil tasku

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status