Jeritan seorang wanita menggelegar di telinga. Akan tetapi, begitu Xavion menoleh ke kiri, sebuah sepeda motor sudah melaju kencang ke arahnya.
“AAAKKK!” pekik Tuan Muda Young saat kendaraan roda dua itu menubruknya cukup kencang.Tubuh Xavion terpelanting ke udara dan orang-orang mulai berteriak.Mendarat di atas aspal, Xavion sontak merasakan sakit luar biasa di bagian betisnya. Celana kainnya sudah sobek panjang dan darah mengalir deras dari betis bagian samping.Sepeda motor yang menabraknya membawa besi konstruksi sepanjang setengah meter. Besi itu sudah menyobek betisnya hingga terlihat kulit terkoyak dan darah mengalir.Bagian dada dan perut atas juga terasa nyeri. Sepertinya tulang rusuk sang jaksa bermasalah entah karena terkena bagian lampu sepeda motor atau karena menghantam aspal.“Telepon 911!” jerit orang-orang.“Kenapa kamu menyebrang tanpa melihat kanan kiri terlebih dahulu?” engah sang pengendara sepedEzra merasa heran dengan permintaan Xavion. Apalagi, sahabatnya itu memintanya untuk mengajak Hanae dalam pertemuan mereka. Namun, karena terdengar sangat penting dan mengingat situasi saat ini tidak setenang serta seaman sebelumnya, tidak ada salahnya jika dia memenuhi keinginan tersebut, bukan?Duduk berdampingan dengan adik angkatnya di sebuah meja restoran, Ezra melihat bagaimana wajah Hanae nampak tegang. Tahu kalau sang wanita pasti gugup akan bertemu dengan lelaki yang dicintai.“Itu dia datang,” gumam Ezra menunjuk ke arah pintu masuk.Mata Hanae mengikuti gerakan telunjuk sang kakak. Dari pintu masuk restoran nampak seorang lelaki tinggi besar dan gagah sedang berjalan menggunakan longcoat ke arah meja mereka.‘Tuhan, kenapa dia terlihat semakin tampan?’ engah Hanae menahan rasa pedih dalam hati. Ia remas jemarinya yang ada di bawah meja. Kegugupan melanda, bingung harus bersikap apa.Xavion segera duduk di kursi yang b
“Bagaimana caramu tes DNA? Ayahmu sudah meninggal dan dikubur selama 22 tahun. Hasil tes DNA ini pasti palsu. Siapa yang memberikannya padamu? Kamu tidak boleh percaya berita bohong seperti ini, Xavion!” engah Nyonya Besar Young masih mencoba keberuntungan di detik-detik terakhir.“What do you think I am, Mom? Stupid? Aku tidak bodoh, Mommy!” kekeh Xavion menatap kian tajam dan benci pada ibunya. “Aku menggali makam Daddy dan melakukan tes DNA sendiri. Hasilnya, sangat akurat dengan semua yang kuketahui akhir-akhir ini!”Gladys terengah. Jika ada pepatah mati kutu, itulah yang dia rasakan sekarang ini. Tidak bisa menjawab apa pun, tak mau mengakui apa pun.“Aku anak siapa, Mommy?” seringai Xavion, meski ia sudah tahu jawabannya. Sunyi, ibunya menunduk dan terdiam.Ejekan Xavion kembali terdengr, “Ironis sekali, bukan? Aku yang biasa disebut Tuan Muda Young ternyata bukanlah putra kandung Billy Young.”“Justru Hanae yang dari pan
“Hemofilia adalah kelainan yang terjadi akibat keturunan. Orang dengan hemofilia tidak memiliki zat tertentu secara cukup untuk bisa membuat darah beku dan berhenti menetes saat luka,” terang dokter pada Xavion. “Ayah atau ibumu tidak pernah mengatakan ini padamu? Apa sejak kecil kamu tidak pernah terluka?”Xavion terengah mendengar hal itu. Batin sontak mengorek kenangan, mencari apakah ia pernah terluka dan mengalami kondisi hemofilia seperti sekarang.“Aku ... uhm, tergores pisau atau pinggiran kaleng tajam sepertinya pernah. Hanya luka kecil? Aku tidak tahu, aku tidak ingat,” gelengnya bingung. Dokter kemudian menunjuk keningnya. “Bagaimana dengan luka di pojok dahi Anda? Itu seperti bekas jahitan. Mungkin dulu saat kecil Anda pernah mengalami kepala bocor?”Secara reflek, Xavion mengusap kepalanya. Ia rasakan di pojok dahi bahwa memang ada seperti bekas jahitan di mana kulit terasa bergelombang. “Kalau tidak salah, saat usiaku 11 tahun ... a
Jeritan seorang wanita menggelegar di telinga. Akan tetapi, begitu Xavion menoleh ke kiri, sebuah sepeda motor sudah melaju kencang ke arahnya.“AAAKKK!” pekik Tuan Muda Young saat kendaraan roda dua itu menubruknya cukup kencang.Tubuh Xavion terpelanting ke udara dan orang-orang mulai berteriak. Mendarat di atas aspal, Xavion sontak merasakan sakit luar biasa di bagian betisnya. Celana kainnya sudah sobek panjang dan darah mengalir deras dari betis bagian samping.Sepeda motor yang menabraknya membawa besi konstruksi sepanjang setengah meter. Besi itu sudah menyobek betisnya hingga terlihat kulit terkoyak dan darah mengalir.Bagian dada dan perut atas juga terasa nyeri. Sepertinya tulang rusuk sang jaksa bermasalah entah karena terkena bagian lampu sepeda motor atau karena menghantam aspal.“Telepon 911!” jerit orang-orang. “Kenapa kamu menyebrang tanpa melihat kanan kiri terlebih dahulu?” engah sang pengendara seped
Ia menegakkan punggung. Berdiri tegak sambil menatap benci pada ibunya. “Besok jam 12 siang, di kantor pengacara keluarga kita, aku mau kita melakukan tanda tangan penyerahan perusahaan.” “Kalau Mommy tidak datang, jangan salahkan aku bila penyiksaan Hanae naik ke kantor polisi. Kalau Mommy berani menyerang atau membunuhku seperti Mommy membunuh Daddy, semua ini akan menyebar!” ancamnya serius. “Dunia akan tahu betapa Mommy adalah seorang pembunuh berdarah dingin! Mereka akan tahu siapa sebenarnya di balik topeng aristokrat menjijikkan yang Mommy pakai selama berpuluh-puluh tahun!” Sebelum berbalik, ia menegaskan sekali lagi. “Pilihan ada pada Mommy! Apa pun yang Mommy pilih, akulah pemenangnya! Besok siang datang dan tanda tangan, atau semua kebusukan menyebar detik itu juga!” Langkah kakinya lalu berayun menuju pintu keluar. Tidak peduli dengan rintihan ibu yang sudah melahirkannya, Xavion sudah teramat hancur dengan ber
Mendengar pertanyaan putranya, mata Gladys melotot tajam. “Apa kamu sudah hilang akal sehat, hah! Atas dasar apa kamu menuduh Mommy sudah membunuh ayahmu!” Dada wanita beranak satu itu kembang kempis hebat. Wajah merah padam seiring jemari nampak gemetar menahan kemarahan. “Kamu keterlaluan, Xavion!” Akan tetapi, sang pemuda yang sudah frustasi itu hanya tertawa dan menggeleng jengah. “Kalau semua penjahat mengaku, maka aku akan jadi pengangguran. Tentu saja Mommy tidak akan mengakuinya.” “Tapi, aku tahu semua. Aku tahu kalau ternyata Daddy dan Violet Cheng saling mencintai! Dan aku tahu kalau dia sudah beberapa hari pergi dari rumah saat Daddy terbunuh!” desis Xavion. Mata sembab dan bengkaknya menatap Gladys dengan sorot kekecewaan, juga kebencian. Parau suaranya terdengar, “Kesalahan Violet hanyalah meninggalkan baju pelayannya untuk Mommy tetesi darah Daddy.” Gladys kian terengah. Saking marahnya ia berd