LOGINThe one who gives you happiness that you can not explain will always be a reason of your sadness that you can not explain_
~The Sage~ Permaisuri hitam bermanik madu itu bergerak gelisah di singgasana, ia tak tenang setelah bertanya pada seorang Seer tadi. 'Sesuatu yang kuat sedang mengarah padamu, berhati-hatilah jika tidak ingin hancur!' sepotong kalimat yang membuatnya bahkan menolak anggur istimewa kerajaan Jeon untuk ia sesap. Apa? Apa sesuatu yang kuat itu? Jungkook 'kah? Dia hanya seorang manusia fana, bahkan seorang Warlock rendahan pun bisa menghabisinya dengan mudah. Lalu untuk apa dia harus berhati-hati? Pada siapa? Apa yang sedang mengarah padanya? Tak lama maniknya menangkap sang Putra berjalan penuh amarah ke arah singgasana, lalu dengan lancang duduk di tempat yang seharusnya hanya untuk sang Raja. "Aku akan pergi mencari Jungkook! Aku harus memastikan dia mati di kedua tanganku sendiri!" ujar si half-immortal penuh ambisi. Hwasa mendesah malas, belum selesai memecahkan kalimat penuh misteri sang Seer, kini ia di hadapkan dengan Putranya yang tempramental juga sulit diatur, tapi sekarang bukan saatnya. Dia tidak tahu apa yang sedang menunggu mereka di luar sana, Putranya ini sangat gegabah, bodoh dan gampang marah. Sedikit terpancing saja maka dia akan masuk dalam jebakan dengan sangat mudah, bukan tipikal sama sekali seorang Putra Mahkota. "Bersabarlah, akan tiba saatnya nanti keinginanmu akan tercapai. Untuk sekarang kirimkan saja pasukan untuk mengejar Jungkook dan kedua temannya itu." ulas Hwasa tenang. Tapi Yoongi malah menggebrak pinggiran singgasana tak terima, mengapa harus prajurit biasa sedangkan dia mampu untuk membunuh Jungkook. Hwasa sudah terlalu sangat biasa dengan sikap Yoongi yang tidak sabaran, dia hanya menghela nafas. "Orang yang menyabut kutukanmu pada Jungkook, pasti bukanlah orang sembarangan! Dia mungkin saja seorang penyihir dengan ilmu tingkat tinggi, kita tidak bisa menyerang jika kita buta pada musuh, mengertilah!" jelas Hwasa pada akhirnya. Yoongi mendecih lalu pergi bak seorang pembangkang yang tak punya tata krama, namun Hwasa tahu kalau Yoongi akan mendengarkan perkataannya. Dia adalah Putranya, dan tentu Hwasa mengenalnya dengan sangat baik. ~The Sage~ "Ehh... kalian akan pergi kemana?" Jimin mengusak sebelah matanya, dia baru saja bangun tidur pagi ini dan mendapati Lalice, Taehyung, dan Gong Yoo telah bersiap dengan senjata di punggung mereka. "Kami akan berlatih, jika Jimin dan teman-teman ingin sarapan. Aku sudah menyiapkannya di meja" ulas Lalice. Mantan tabib istana itu bersemu merah, ia malu. Mereka hanya tamu yang menumpang di pondok kecil ini dan malah diperlakukan bak tamu kerajaan, Lalice sangat lembut dan baik hati, berbeda dengan Taehyung yang selalu menunjukan sisi galak dan ketus. "Berlatih? Di mana?" "Tengah hutan." kali ini Taehyung yang menjawab. Pria itu tampak berpikir, "Apa kami boleh ikut?" Dan tiga pasang mata penyihir itu gantian menatap Jimin cukup lama. "Kau yakin?" tanya Gong Yoo. Jimin mengangguk. Gong Yoo menatap Taehyung. "Bagaimana?" "Terserah saja, Aku tidak peduli." Taehyung malah keluar duluan dari pondok dengan sebuah pedang di tangannya. Lalu Gong Yoo beralih pada Lalice. "Kau tidak keberatan?" Lalice menggeleng, kemudian senyum cantiknya nampak. "Jimin bisa ikut kalau dia mau, teman-temannya juga." "Benarkah?" Jimin nampak senang, "Sebentar, aku akan segera membangunkan mereka!" . . . Lalice maupun Taehyung berdiri berhadapan dengan pisahan jarak sekitar 10 meter, Lalice dengan busur di tangan dan anak panah di punggung, sedangkan Taehyung dengan tangan kosong. Gong Yoo sendiri menggelar tikar agak jauh dari mereka berdua, sementara Jimin meletakan keranjang rotan berisi sarapan buatan Lalice yang tadi tak sempat mereka santap di pondok. Jungkook menyela. "Apa ini sebuah latihan untuk menghadapi penyihir lain?" Gong Yoo menggeleng, sambil menselonjorkan kakinya di atas tikar yang terbentang. "Bukan, ini latihan untuk menghadapi bangsa manusia." Mereka yang merasa dirinya manusia mendadak terdiam. "Maksudku, manusia-manusia jahat. Hahaha.." Gong Yoo meralat sambil tertawa. Paman ini benar-benar. "Yang pertama adalah giliran Lalice, dia akan menyerang Taehyung dalam wujud manusia. Ada kalanya seorang penyihir tidak dapat menggunakan kekuatan mereka di saat-saat tertentu, jadi mereka pun harus bisa menggunakan senjata untuk melindungi diri saat sihir mereka tidak bekerja." jelas Gong Yoo. "Paman, kenapa kita mengambil jarak yang sangat jauh?" tanya Jimin, dia kesulitan melihat di jarak sejauh ini. "Aaahhh... itu, kadang ketika berlatih mereka berdua agak keterlaluan!" jawab Gong Yoo, dan benar saja tak sampai sepuluh detik si Alchemist mengatakannya, tubuh manusia Taehyung terlempar melewati kepala mereka hingga menubruk pohon besar di belakang. "Ku bilang juga apa!" gumam Gong Yoo lengkap dengan delikan malas. "Hoi Taehyung, bisakah kau tidak terlempar ke sini? Kami baru saja akan mulai sarapan!" Taehyung menyalak galak, pria tampan itu melewati mereka tanpa menoleh sedikitpun. "Berisik!" Gong Yoo menggelengkan kepalanya, setelah kejadian barusan tidak ada yang membuka suara sama sekali. Hening menerpa, mereka sibuk menyaksikan dua penyihir itu berlaga bagai manusia. Lalice berlari sambil melesatkan beberapa anak panahnya pada Taehyung yang kini menghindar dengan memanjat pohon dan melompat ke pohon lainnya. "Manusia tidak ada yang memanjat pohon seperti itu, kakak!" Lalice berteriak. "Aku masih cukup waras untuk menjadi korban anak panahmu, adik." balas Taehyung, kemudian dia melompat dari batang pohon tertinggi untuk menerjang Lalice. BRUK "U-ugh!!!" ringis Lalice saat Taehyung mendarat tepat di atas tubuhnya yang terbaring di tanah. "Kena kau! Rasakan ini!" Taehyung menggelitiki perut Lalice hingga gadis itu terpingkal. Empat orang lainnya menatap jengkel ke arah mereka, baru saja mereka tegang dan sekarang malah disuguhi adegan seperti itu? Yang benar saja! "Oi! Jika kalian bertemu manusia sungguhan, kalian tidak akan di kelitiki seperti itu!" Gong Yoo kembali melayangkan protesnya. "Dasar!" Taehyung mengulurkan tangannya untuk membantu Lalice bangun, dan menepuki baju bagian belakang adiknya yang kotor. "Ya kau benar, karena jika itu manusia sungguhan, aku akan langsung menggigit leher mereka hingga putus!" jawab Taehyung dan mendengar hal itu sukses membuat Jimin tersedak oleh sarapannya. Taehyung itu, benar-benar mengerikan. ~The Sage~ Malam ini terlihat lebih cerah dari biasanya, bulan nampak lebih bulat di atas sana. Belum lagi cahaya kerlap-kerlip yang bertebaran menemani bulatan cahaya itu, pada hari yang sudah sangat larut. Taehyung, Gong Yoo dan Rose pergi ke seberang hutan untuk mencari perlengkapan dan kebutuhan pangan di desa terdekat. Jimin sudah pulas tertidur di dekat perapian, sementata Jungkook mungkin beristirahat di kamar Lalice. Si Sage muda sendiri asik memandangi langit di malam dari teras pondok. Beberapa peri cahaya belia menghampirinya, membuat senyum kecil pada wajah cantik itu nampak. Lalice mengerahkan salah satu telunjuknya sebagai tempat satu dari mahkluk mungil itu bertengger. Inilah yang dapat mengusir rasa bosan Lalice ketika Taehyung atau Gong Yoo pergi, yaitu bermain dengan para peri cahaya. Mahkluk mungil nan cantik itu bergumam, mengatakan sesuatu ke dekat telinga sang Sage, yang hanya bisa dimengerti bangsa penyihir. Sesekali Lalice mengangguk-anggukan kepalanya, tanda ia mengerti. "Mandi di danau? Itu ide yang bagus, ayo!" Lalice bangkit dan berjalan pelan bersama para peri cahaya itu ke sisi pondok, langkahnya menuju danau. Jungkook baru saja akan memejamkan kedua mata obdisidannya, jika tidak menangkap sosok Lalice baru saja melewati jendela kamar yang ia tempati. Ia terbangun lagi, sambil memegangi dadanya yang masih dibalut perban, dari jendela tadi mata hitam itu mengikuti ke mana sang Sage pergi malam-malam begini, dan tanpa diperintah dia turun dari ranjang, lalu mulai mengikuti jejak Lalice. Sesampainya di danau, para peri cahaya itu bergumam kembali, mengajak Lalice bicara dan mulai membuka satu persatu pakaian yang melekat di tubuhnya. Pertama pada jubah putih yang selalu melekat padanya, lalu gaun terluar yang sama putihnya dan hanya menyisakan gaun dalam tanpa lengan yang tipis. Jika siang hari mungkin tubuhnya akan terlihat sangat jelas oleh pantulan cahaya mentari. Kretek Suara ranting terinjak terdengar, Lalice yang baru saja bersiap masuk ke dalam danau menoleh cepat ke arah suara. "Siapa di sana?" Mata abu-abunya melirik ke sana ke mari, ia mengambil kembali jubah yang tergeletak itu untuk menutupi tubuhnya yang terbuka. Tak lama, Jungkook keluar di antara pepohonan dengan canggung, meski samar, jika diperhatikan wajah sang pangeran bersemu merah. Hampir saja dia tadi melihat gadis itu tanpa mengenakan apapun. "M-maaf, aku tidak bermaksud mengintip. Hanya saja tadi aku melihatmu masuk ke hutan, dan kukira ada masalah lalu aku memutuskan untuk menyusul." Lalice mengabaikan itu, dia berjalan mendekat ke arah pangeran, "Udara malam tidak bagus untuk lukamu yang belum kering, pangeran." Lalu ia mengulurkan tangannya pada Jungkook, para peri cahaya tadi berbisik-bisik lalu terkekeh sebelum terbang mengambil jarak dengan dua insan itu, Jungkook bingung saat Lalice mengulurkan tangannya, tapi dia tetap menyambut uluran tangan itu dan diam saja saat Lalice membawanya ke tepi danau. "Air adalah kemurnian dunia, apapun larut olehnya. Entah itu mantra, ramuan ataupun sihir." jelas Lalice ambigu, dia kembali membuka jubah nya yang menyisakan gaun dalam tipis seperti tadi. Napas Jungkook tiba-tiba tertahan. Entah kenapa dia mengikuti tindakan Lalice dengan membuka kemeja atas nya, menyisakan dada bidang yang terbalut perban juga celana kain hitam. Lalice menuntunnya untuk masuk ke dalam danau, dan berhenti di tengah-tengah saat air danau yang terlihat gemilang itu, mencapai perut mereka. Jungkook masih diam seperti orang bodoh, saat Lalice merapal mantra hingga air di sekitar mereka beriak dengan cahaya berpendar berwarna emas. Air itu bergerak gelisah dan perlahan naik merambat ke arah luka-luka di tubuh Jungkook, cukup lama sampai air itu turun kembali bergabung pada danau dan mengejutkan sang pangeran. Dia meraba dada yang masih terbalut perban dan bagian pelipisnya yang terluka, tak sabar ia membuka kain perban itu. "Luka ku bahkan rasa sakitnya ...hilang?" Lalice tersenyum lalu mengangguk. "Kemurnian yang ada pada air mampu mengobati luka separah apapun itu." Kali ini gantian Jungkook yang mengangguk. "Kau benar. Terimakasih, engh..." "Lalice," senyumnya kembali nampak. "Sama-sama." Lalice beranjak terlebih dulu untuk naik ke permukaan, dia mengambil gaunnya yang tergeletak untuk digunakan kembali. Jungkook mengikuti pelan dari belakang, dia pun sama memakai bajunya. "Kita belum pernah berkenalan dengan benar." Lalice menghentikan pergerakan tangannya yang tengah menarik tali gaun di bagian punggung. Ia tersenyum dalam diam. "Aku Lalice, aku baru saja memberitahumu tadi." Sebenarnya Jungkook sudah tahu sejak berhari-hari yang lalu, tapi entah kenapa dia hanya ingin gadis itu menyebut namanya dengan suaranya yang merdu itu. "Ya, dan aku Jungkook, Jeon Jungkook. Kau pun pasti sudah tahu itu." Lalice yang masih membelakanginya mengangguk, Jungkook sendiri berjalan mendekat ke arahnya, jemarinya terangkat lalu tanpa sengaja menyentuh kulit punggung Lalice yang halus. Gadis itu tersentak saat merasakan gelenyar aneh, ketika kulit mereka bertemu. Sang pangeran sendiri bertambah canggung, dia menekan tangannya agar lebih hati-hati lagi dan membantu mengikatkan tali gaun Lalice, lalu memasangkan jubahnya. Suasana kaku itu semakin menjadi saat Lalice berbalik, dan menyadari jika mereka hanya berjarak satu langkah sekarang. Mereka cukup lama berdiam di posisi itu, sampai pandangan Jungkook jatuh pada satu titik dan tangannya terangkat begitu saja untuk membelai leher Lalice yang pernah dicekiknya tempo hari. "Maaf karena pernah mencekikmu." Manik abu bertemu dengan jelaga, Lalice terkesiap. Dia terpesona pada pandangan didepannya, Pangeran Jungkook tampak menawan di bawah sorotan rembulan penuh dengan rambut yang sedikit basah, dia tersenyum dan itu membuat Lalice tersadar dan mengambil jarak aman. "Aku sudah melupakannya." "Tapi aku belum," "Berarti kau juga belum lupa jika aku sudah memaafkanmu 'kan?" Jungkook terkekeh, memikirkan betapa terlihat bodohnya dia sekarang. "Belum. Tapi.. entahlah, kau tahu aku sedang mencoba mengajakmu bicara dan ternyata itu sangat sulit ya?" Kening Lalice mengerenyit. "Jadi, kau membuat permintaan maafmu itu sebagai alasan?" "Ya alasan," Jungkook terlihat malu. Dia melirik Lalice yang tengah berpikir, sebelum melanjutkan kalimatnya. "Alasan untuk lebih mengenalmu." "Apa ini karena kau merasa berhutang padaku?" Jungkook menggeleng cepat. "Bukan, tidak seperti itu. Mungkin kau tidak akan percaya, tapi jujur semua ini karena keinginan tulus dari hatiku." Pangeran sendiri tak tahu lagi apa yang harus ia katakan pada Lalice. Pertama kali dia melihat wajah itu, Jungkook sudah terperangkap oleh pesona yang dimiliki kedua mata abu Lalice. Semakin lama ia semakin menyadari ada yang aneh dari dirinya, terutama hatinya yang ingin selalu mendengar gadis itu bicara padanya. Aneh memang, mungkin terlalu cepat mengatakan kalau dia jatuh cinta. Tapi hatinya tidak lagi sejalan dengan isi kepala yang selalu memintanya berpikir dua kali sebelum bertindak. Lagi-lagi Jungkook dikhianati oleh bagian dirinya yang lain, pangeran mulai membunuh jarak dengan Lalice, setiap langkah majunya akan membuat langkah gadis itu mundur. "Bolehkah, aku mengenalmu lebih dari ini?" Lalice belum mengerti sepenuhnya. "Kau ingin kita berteman?" Tidak. Jungkook kembali menggeleng, senyumnya nampak saat ia mengambil sebelah tangan Lalice yang bebas. "Lebih dari itu, bolehkah?" sang Pangeran makin menipiskan jarak di antara mereka, ketika Lalice berhenti bergerak mundur. DEG Gadis itu mencoba melepaskan genggaman Jungkook pada tangannya. "T-tanganku.." dia melirik ke arah lain, seolah menyadari akan terjadi masalah jika Jungkook tak kunjung melepaskannya. "Kurasa aku menyukaimu." "Tapi-" "Lalice!" Keduanya tersentak, Taehyung muncul dari semak tinggi dan berdiri tak jauh dari mereka. Wajahnya merah padam menahan amarah, wujud serigala buas itu mulai tampak. Dan Lalice menghentak tangan Jungkook yang tertaut pada jemarinya, ia mencoba menghampiri Taehyung yang mulai kehilangan kesabaran. "K-kakak-" Lalice membulatkan kedua matanya, mengamati gerakan Taehyung yang melompati tubuhnya dalam wujud serigala utuh. Tanpa tendeng aling ia melompat menerjang Jungkook agar menjauh dari saudarinya. Lalice terkejut bukan main, ia memekik melihat mereka berdua terguling-guling di tanah. "Kakak!" Sosok serigala Taehyung berada di atas tubuh Jungkook yang kesulitan menahan bobot perubahan wujud Taehyung, mata biru serigala itu menantang habis manusia di bawahnya. "Jangan pernah kau sentuh adikku dengan tangan kotormu, manusia fana! Grrr...grrr... menjauh darinya, dasar mahkluk menjijikan!" "Kakak, hentikan!" "Tidak!" suara geraman Taehyung menggelegar di tepi danau, itu membuat para peri cahaya ikut terkejut lalu pergi terbang. "Tidak sebelum dia menjauhimu! ..grr...grr.." Lalice menghampirinya, dia memeluk leher Taehyung dan berusaha menarik tubuh besar serigala itu dari tubuh Jungkook. "Dia akan menjauhi ku, tenanglah! Aku berjanji padamu... aku dan dia tidak akan saling mendekat lagi!" Jungkook menatap Lalice dengan pandangan tak percaya. Mendengarnya, berangsur-angsur Taehyunh kembali pada tubuh manusianya dengan jubah bulu yang ia kibaskan pada wajah Jungkook, dia menarik lengan Lalice untuk pergi meninggalkan Jungkook yang kemudian duduk termenung memandangi kepergian mereka tanpa mengatakan apapun lagi. "Kau tahu apa resiko jika berhubungan dengan manusia?" "..." "Keabadianmu akan lenyap!" Taehyung menggertakan rahangnya. "Dan aku tidak akan pernah membiarkan itu terjadi, sudah cukup kita kehilangan orangtua kita karena ulah manusia fana itu. Aku tidak mau jika harus kehilangan dirimu!" "..." Lalice tidak bisa berbuat atau mengatakan apapun lagi, dia hanya diam saat sang kakak membawanya semakin jauh dari tepi danau tempat mereka meninggalkan si pangeran manusia itu tadi.The one who gives you happiness that you can not explain will always be a reason of your sadness that you can not explain_~The Sage~Permaisuri hitam bermanik madu itu bergerak gelisah di singgasana, ia tak tenang setelah bertanya pada seorang Seer tadi. 'Sesuatu yang kuat sedang mengarah padamu, berhati-hatilah jika tidak ingin hancur!' sepotong kalimat yang membuatnya bahkan menolak anggur istimewa kerajaan Jeon untuk ia sesap. Apa? Apa sesuatu yang kuat itu? Jungkook 'kah? Dia hanya seorang manusia fana, bahkan seorang Warlock rendahan pun bisa menghabisinya dengan mudah. Lalu untuk apa dia harus berhati-hati? Pada siapa? Apa yang sedang mengarah padanya? Tak lama maniknya menangkap sang Putra berjalan penuh amarah ke arah singgasana, lalu dengan lancang duduk di tempat yang seharusnya hanya untuk sang Raja. "Aku akan pergi mencari Jungkook! Aku harus memastikan dia mati di kedua tanganku sendiri!" ujar si half-immortal penuh ambisi.Hwasa mendesah malas, belum selesai memecahka
_Over river, under sand, mother earth gives a helping hand. Mountains crumble, storms arise. Yet she can't suffer from the truth of time_ ~The Sage~ TRANG TRANG Kedua pedang itu beradu, Pangeran mahkota mendecih mendapati adik tiri yang ia benci membentuk seringai di wajahnya. Sial, dia lengah hingga mahkluk half-immortal itu bisa masuk ke dalam kamar pribadinya. Begitulah Pangeran Jungkook menyebut Yoongi, half-immortal. Pada dasarnya kalangan penyihir murni memiliki hidup yang abadi, sebagai contoh adalah ibu tirinya yang kini menjabat sebagai permaisuri kastil Jeon. Dia seorang Warlock, Warlock adalah sebutan untuk penyihir yang menguasai ilmu perang, petarung dan ilmu hitam. Dia abadi, hanya mahkluk yang lebih tinggi derajatnya yang mampu menghabisi jelmaan iblis itu. Dia datang dan Menjanjikan sebuah ke abadian pada sang ayahanda Raja Min Ho, Hwasa si Warlock mampu menggeser Permaisuri sejati Hee Kyu, yang merupakan ibu dari Pangeran Jungkook. Dengan guna-guna ia menyeran
17 tahun kemudian.... . . ~The Sage~ Geramannya rendah hampir tak terdengar, bola mata sebiru lautan mengintai sosok tua yang sedang menumbuk sesuatu di dalam cawan. Ke empat kakinya melangkah penuh pertimbangan dan hati-hati, seolah jika berderik sedikit saja sang mangsa akan mengetahui. Bulu tebal seputih salju itu bergoyang terhembus angin kencang yang baru saja melewatinya, gigi-gigi runcingnya tampak tajam. Sedikit lagi serigala itu akan mencapai si Alchemist yang masih asik sendiri, bersiap menerkam dan- "Taehyung." Si serigala putih meringkik tak terima, sosok tadi berbalik dan mendengkus remeh. "Jangan bertingkah jahil dengan niat mengagetkanku seperti itu!" Gong Yoo melangkah ke teras rumah membawa cawan berisi ramuan. "Aku sudah terlalu tua untuk bermain menjadi buruanmu." Lalu dia terbatuk. Serigala putih yang memiliki tinggi hampir 2 meter itu bertransformasi menjadi sosok rupawan, lelaki berambut perak dengan mata birunya yang mempesona, jubah berbulu putih berteng
~The Sage~Dunia begitu besar dengan berbagai makhluk yang menempati, semua hidup damai tanpa adanya tirani. Manusia, penyihir, elf, peri, memiliki garis batas membentang untuk kekuasaan mereka sendiri. Tidak ada yang paling kuat, dan tidak ada yang paling lemah. Mereka unggul dikemampuan masing-masing.Para petinggi suatu kaum selalu berdiskusi, bagaimana cara untuk membuat dunia ini terus damai tanpa lahirnya arogansi. Namun satu di antaranya memiliki keinginan tersendiri, berdiri lebih kuat di antara makhluk lain dan siap untuk menjajahi.Manusia fana.Raja kaum manusia, si bangsawan Jeon berontak ingin menjadi Kaisar dunia. Di mana penyihir, elf, peri, tunduk di bawah kakinya. Menolak berarti perang, para manusia fana siap berperang melawan kaum Ederland.Ederland, sebuah dunia yang memiliki kesahajaan dan keseimbangan dalam pembentukannya. Terbatasi oleh sebuah sungai dalam bernama Govil tempat diamnya monster raksasa untuk memperjelas wilayah para mahkluk magis dan manusia fana,







