Share

Chapter 5

Author: Azuretanaya
last update Last Updated: 2021-01-20 00:59:34

Sebelum Tristan, Shanon, dan Vikha bertolak ke vila, Arya mengajak mereka bersantap siang di salah satu rumah makan sederhana yang ada di pinggir jalan. Arya sengaja mengajak ketiganya ke rumah makan yang memang menyediakan beberapa menu khas Bali bagian timur. Setelah tadi mata ketiga temannya dimanjakan oleh pemandangan Taman Edelweiss dan Taman Jinja yang memesona, kini giliran nasi sela, sate lilit ikan tuna serta olahan ikan tuna lainnya yang akan memanjakan lidah mereka. Bahkan, Shanon dan Vikha tidak sungkan-sungkan menambah porsi makannya agar kebutuhan perut keduanya terpenuhi. Arya dan Tristan hanya menggelengkan kepala melihat kelahapan dua gadis cantik yang tengah asyik bersantap siang tersebut. Tidak sampai di situ, Vikha dan Shanon pun sepakat membeli beberapa tusuk sate lilit serta pepes telengis untuk dinikmatinya menuju vila. Tentu saja hal itu membuat Arya dan Tristan tidak habis pikir terhadap kelakuan dua sahabatnya tersebut yang ternyata tidak jaga image dalam urusan makan.

Usai mengisi perut dan menempuh perjalanan selama kurang lebih satu jam, kini ketiga sahabat tersebut telah tiba di vila yang sebelumnya sudah dipesan oleh Vikha. Lokasi vila yang mereka tempati sangat dekat dengan laut, jadi mata ketiganya pun akan kembali dimanjakan oleh keindahan air berwarna kebiruan itu. Vikha dan Shanon akan berbagi kamar, sedangkan Tristan menempati kamarnya seorang diri. Tristan memberitahukan kepada kedua sahabatnya bahwa dirinya akan beristirahat sebentar setelah kelelahan menyetir. Ternyata Vikha dan Shanon juga ingin beristirahat, apalagi perut mereka sudah kenyang, serta sepoi angin laut sangat mendukung mata keduanya untuk segera terpejam.

***

Merasa sudah cukup beristirahat, dengan perlahan dan hati-hati Shanon menuruni ranjang agar Vikha yang masih tidur pulas di sampingnya tidak terbangun. Usai membasuh wajah dan mengganti pakaian, Shanon memutuskan untuk keluar kamar. Ia ingin berjalan-jalan di sekitar vila sambil menunggu waktu yang telah mereka sepakati tadi tiba. Ia dan kedua sahabatnya akan mengunjungi Virgin Beach untuk berenang sekaligus melihat matahari terbenam.

“Mau ke mana, Sha?” tanya Tristan sambil menutup pintu kamarnya. Penampilan laki-laki tersebut terlihat jauh lebih segar setelah beristirahat dibandingkan tadi. Bahkan, kini pakaiannya pun telah berganti dari sebelumnya.

“Eh, kamu sudah bangun ternyata,” ucap Shanon sedikit terkejut. “Aku hanya ingin jalan-jalan di sekitar sini. Kamu sendiri mau ke mana?” tanyanya balik.

 “Aku juga mau jalan-jalan, tapi ke mini market,” Tristan menjawab sembari terkekeh. “Aku ingin membeli sikat dan pasta gigi. Setelah memeriksa tas, ternyata aku lupa membawa kedua barang itu. Kamu mau ikut?” tawarnya.

Shanon ikut tersenyum. “Boleh juga. Ayo.” Ia menerima tawaran Tristan, dan mereka pun mulai berjalan bersisian.

“Ngomong-ngomong, besok kita akan ke mana, Sha?” Tristan menanyakan rencana mereka besok kepada Shanon setelah keluar dari vila.

“Kata Vikha besok kita akan mengunjungi Taman Ujung atau Tirta Gangga, hanya itu yang aku tahu,” jawab Shanon setahunya.

Tristan hanya manggut-manggut. Ke mana pun tempat yang dituju besok, tetap saja mereka akan pergi bertiga. “Sha, ayo ke Lotus Lagoon sebentar. Mumpung tempatnya tidak jauh dari sini,” ajaknya  sambil memegang pergelangan tangan Shanon.

“Tapi Vikha ….”

“Cuma sebentar saja. Lagi pula kalau nanti Vikha tanya, kita cukup bilang sehabis membeli sikat dan pasta gigi di mini market sambil jalan-jalan sebentar,” tukas Tristan yang mulai menggiring Shanon menuju kolam bunga teratai. “Kamu tenang saja, Vikha tidak akan marah,” sambungnya menenangkan.

Hanya beberapa menit untuk menjangkau Lotus Lagoon dari tempat Shanon dan kedua sahabatnya menginap. Kini Shanon terkesima menyaksikan indahnya bunga teratai berwarna pink dan fuschia yang tengah bermekaran. Tristan menyuruh Shanon mendekat ke tempat orang-orang yang tengah sibuk berfoto dengan latar belakang keelokan bunga teratai. Tujuan Tristan ternyata ingin memfoto Shanon di hamparan bunga teratai yang memenuhi kolam menggunakan kamera ponsel pribadi milik laki-laki tersebut. Untuk membalas tindakan sahabatnya itu, Shanon pun mengajak Tristan berswafoto berdua.

Tidak terasa hampir lima belas menit Shanon dan Tristan menghabiskan waktu berfoto ria di sekitar Lotus Lagoon, mereka pun menyudahi keseruannya tersebut. Keduanya kembali ke tujuan awal, yakni; membeli sikat dan pasta gigi untuk Tristan.

“Nanti aku kirimkan fotomu,” ujar Tristan saat memasuki sebuah mini market.

Shanon mengangguk. “Yang jelek dihapus saja, agar memory ponselmu tidak penuh.” Shanon terkekeh sambil mengulas senyum.

“Hasil fotomu tidak ada yang jelek. Tadi aku sempat melihat sekaligus mengeceknya sekilas,” Tristan menanggapinya santai.

Shanon hanya mengangguk percaya, entah yang dikatakan Tristan sesuai kenyataan atau kebohongan. “Tris, ternyata Vikha sudah bangun. Ia menanyakan keberadaanku,” beri tahunya sambil menunjukkan pesan singkat dari Vikha kepada Tristan.

“Bilang saja kita sedang di mini market,” Tristan menanggpinya dengan santai dan mulai mencari keberadaan barang yang akan dibelinya. “Ada yang ingin kamu beli, Sha?” tanyanya setelah Shanon mengiyakan ucapannya.

Shanon menjawabnya dengan gelengan kepala sambil sibuk membalas pesan Vikha.

“Coba kamu tanya Vikha, apakah ada yang ingin ia titip? Mumpung kita masih berada di mini market. Kamu tahu sendiri bagaimana kebiasaan Vikha,” pinta Tristan.

“Vikha ingin dibelikan ice cream rasa vanila. Katanya, merk-nya boleh saja yang penting jelas dan terdaftar, Tris,” Shanon menyampaikan pesan yang diterimanya dari Vikha kepada Tristan sambil menahan tawa.

***

Sekembalinya dari mini market, Shanon mengajak Tristan ke kamarnya untuk menemui Vikha yang sudah bangun. Keduanya kompak mengendikkan bahu saat mendapati Vikha berkacak pinggang ketika melihat kedatangan mereka.

“Ini pesananmu, Nona.” Shanon menyerahkan kantong plastik yang berisi beberapa bungkus ice cream rasa vanila berbagai merk.

Ekspresi pura-pura kesal yang tadinya Vikha perlihatkan, langsung berubah semringah ketika melihat Shanon menyerahkan kantong plastik. “Terima kasih banyak. Nanti aku ganti uangmu ya, Sha,” ucapnya setelah menerima dan memeriksa isi kantong plastik yang diberikan oleh Shanon.

“Berikan saja nanti uangnya kepada Tristan. Tadi aku keluar tidak membawa dompet, jadi Tristan yang berbaik hati membayar belanjaanku,” aku Shanon jujur.

“Gantinya dua kali lipat ya, Kha. Harga pokok ice cream ditambah biaya antarnya,” Tristan menimpali sambil mengedipkan sebelah matanya.

Vikha mendengkus. “Itu namanya penindasan terhadap kaum jelata,” protesnya.

Tristan balik mendengkus dan pura-pura ingin muntah mendengar tanggapan Vikha yang dianggapnya terlalu mendramatisir, sedangkan Shanon hanya tertawa renyah sambil menggelengkan kepala.

“Ngomong-ngomong, kita akan berangkat sekarang?” tanya Shanon dengan topik pembicaraan lain. Ia menatap Vikha dan Tristan secara bergantian.

“Kita biarkan dulu Nona yang satu ini menikmati sekaligus menghabiskan ice cream-nya,” Tristan mewakili Vikha menjawab pertanyaan Shanon. “Lagi pula aku sudah selesai berkemas,” sambungnya.

“Kurang lebih setengah jam lagi, Sha,” Vikha menimpali sebelum mulai menikmati ice cream.

Shanon mengangguk. “Kalau begitu kalian lanjutkan saja mengobrolnya, aku mau berkemas dulu,” ucapnya.

“Taruh saja pakaian dan keperluan lainnya yang ingin kamu bawa di ranselku, Sha. Satu saja kita bawa ransel ke sana,” Vikha menyarankan.

“Dompet dan ponsel kalian jangan ditinggalkan di sini. Bawa saja,” Tristan mengingatkan kedua sahabatnya yang memang sering ceroboh.

“Siap, Pak!” Shanon dan Vikha menjawabnya dengan kompak.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • The Secret Of Love   Chapter 20

    Shanon akhirnya menghela napas lega. Dari posisinya ia melihat kehadiran Tristan yang kini sedang berjalan santai ke arahnya. Tanpa membuang waktu Shanon langsung mendorong Richard agar tubuhnya terbebas dari impitan laki-laki tersebut. Ia mengusap bergantian pergelangan tangannya yang terasa kebas karena dipegang cukup erat oleh Richard.“Hai, Richard,” sapa Tristan tanpa memperlihatkan emosi yang telah menyelimuti hati dan pikirannya. “Sudah lama kita tidak bertemu. Bagaimana kabarmu sekeluarga?” tanyanya berbasa-basi.“Untuk apa kamu datang kemari?” Richard mengabaikan pertanyaan basa-basi yang Tristan lontarkan. Sambil memasukkan sebelah tangannya ke saku celana yang dipakainya, ia menatap Tristan tak bersahabat.Bibir Tristan menyunggingkan senyum tipis. Walau tangannya sudah sangat gatal ingin menghajar laki-laki yang kini sedang menatapnya dengan angkuh, tapi ia berusaha keras untuk tetap bersikap tenang. Ia tetap melangkahkan kakinya dengan santai menuju tempat Shanon berdiri.

  • The Secret Of Love   Chapter 19

    Bukannya mereda, semakin malam hujan kian menderas. Sebelum tidur Shanon membawakan bantal dan selimut untuk Tristan yang masih sibuk memainkan game di ponselnya. Tristan akan menggunakan sofa yang ada di ruang tengah untuk tidur. Baru saja Tristan membaringkan tubuhnya di atas sofa setelah usai bermain game, tiba-tiba ia merasa perutnya kembali mulas. Sejak mulai bermain game Tristan sudah beberapa kali ke kamar mandi yang ada di samping dapur. Awalnya ia hanya menganggap sakit perut biasa, tapi ternyata dugaannya keliru. Selain sakit, kini perutnya juga terasa panas dan perih. Hal tersebut diakibatkan karena saat makan malam tadi ia menghabiskan empat bungkus sambal.Setelah beberapa menit berada di dalam kamar mandi, akhirnya Tristan keluar sembari memegang perutnya. Ia menghapus keringat di keningnya sambil berjalan pelan menuju kamar Shanon untuk menanyakan obat sakit perut.“Sha,” Tristan memanggil Shanon seraya mengetuk pin

  • The Secret Of Love   Chapter 18

    Tristan tidak mempunyai kesempatan untuk berbicara empat mata dengan Shanon, karena dua rekan kerja di divisinya sedang absen. Ia dan Shanon pun sama-sama sibuk mengambil alih pekerjaan milik kedua rekannya yang sedang absen tersebut. Bahkan, saat jam makan siang pun mereka lewati secara terpisah. Mereka berbicara atau berinteraksi hanya sebatas urusan yang menyangkut pekerjaan.Sambil menunggu layar komputer di depannya mati, Tristan menyandarkan punggungnya yang kaku pada kursi kebesarannya. Bahkan, kini ia telah melepas kacamatanya yang sangat berjasa membantu matanya bekerja. Ia juga menyempatkan diri untuk memejamkan matanya sejenak, agar otot-otot pada indra penglihatannya tersebut dapat beristirahat, meski hanya sebentar. Baginya hari ini benar-benar sangat melelahkan sekaligus mengesalkan. Bagaimana tidak, ia dan rekan-rekan di divisinya terpaksa harus lembur karena diminta menyiapkan laporan untuk rapat dadakan yang akan diadakan besok pagi. Akhirnya mereka pun pulang saat ja

  • The Secret Of Love   Chapter 17

    Shanon terpaksa menolak ajakan Vikha berolahraga di lapangan Niti Mandala yang ada di Renon, sebab ia akan menggunakan waktu liburnya untuk mengunjungi sang ibu. Walau Vikha terlihat kecewa atas penolakannya, tapi sahabatnya tersebut memaklumi alasannya. Untung saja ketika Vikha mendatangi kontrakannya, ia masih bersiap-siap sebelum berangkat ke rumah sang ibu. Awalnya Shanon ingin berangkat kemarin sore, sepulangnya dari kantor, tapi karena Anita meminta diantar sekaligus ditemani ke rumah sakit menjenguk sepupunya, jadi niatnya pun terpaksa ditunda.Kedatangan Shanon membuat Nola yang baru saja menyelesaikan kegiatannya menyapu halaman rumah terkejut, pasalnya sang anak tidak mengabarkan terlebih dulu akan pulang. “Kenapa kamu tidak mengabari Mama terlebih dulu, Nak?” tanyanya setelah Shanon turun dari motor dan mencium punggung tangannya.“Aku sengaja memberi kejutan Mama,” jawab Shanon asal sambil menyengir. Ia memeluk wanita yang sangat dihormati dan dicintainya dengan penuh kasi

  • The Secret Of Love   Chapter 16

    Nola sudah pulang dari rumah sakit, Shanon pun telah kembali bekerja seperti biasa. Untung saja dua hari izin tidak membuat pekerjaannya menumpuk, sehingga ia bisa bernapas lega. Shanon tersenyum canggung kepada Tristan yang baru saja memasuki ruangan, ketika ia mengalihkan tatapannya dari layar monitor.“Bagaimana keadaan ibumu?” tanya Tristan yang telah berada di samping meja kerja Shanon.“Baik,” Shanon menjawab sedikit canggung, tapi ia tetap menyunggingkan senyum.“Tidak ada luka serius?” Tristan kembali bertanya setelah duduk.Shanon menggeleng sembari memberanikan diri menatap Tristan sedikit lebih lama. “Terima kasih sudah peduli terhadap keadaan ibuku, Tris,” pintanya tulus.Tristan hanya menanggapi ucapan terima kasih Shanon dengan anggukan.Sikap Tristan yang terlihat enggan berlama-lama berinteraksi dengannya membuat Shanon mengembalikan tatapannya pada layar monitor di depannya. Ia tidak keberatan jika sekarang Tristan yang ingin menjaga jarak dengannya. Menurutnya sangat

  • The Secret Of Love   Chapter 15

    Tristan datang ke kantor dengan tidak bersemangat karena kurang tidur akibat memikirkan keadaan Talitha yang hingga kini belum memberi kabar. Sebelum berangkat ke kantor Tristan sempat menghubungi ponsel sang kakak, sayangnya tidak ada respons. Ketika ia kembali ingin mencoba menghubungi sang kakak, suara Anita yang tengah menanyakan keberadaan seseorang langsung menarik minatnya. Walau bukan dirinya yang ditanya, tapi Tristan refleks menoleh ke meja kerja di sampingnya dan tidak melihat sang pemilik berada di sana seperti biasa.“Shanon hari ini izin, katanya ada urusan keluarga yang sangat mendadak,” Bu Utami, wanita tambun yang menjadi manager di divisi keuangan memberi informasi sekaligus menjawab keingintahuan Anita mengenai ketidakhadiran Shanon. “Shanon memberi kabar sebelum saya berangkat ke kantor,” sambungnya.Pemberitahuan Bu Utami membuat pikiran Tristan kini terpecah, antara memikirkan keadaan sang kakak dan rasa penasarannya terhadap urusan keluarga Shanon. Baru saja Tri

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status