Share

Bab 6 _ Makan Siang

Kening Liana berkerut, dia mencoba menerka-nerka atas kejadian yang menimpanya barusan.

Sesaat setelahnya, dia memutar badan menghadap pria yang masih berdiri di tempat sambil tersenyum kecil.

"Gimana? Apa udah berubah pikiran?" tanyanya.

Liana tak menggubris, melainkan langsung berjalan ke arahnya dan mendekat.

"Elo tau nama Gue dari siapa?" tanya gadis itu penasaran.

"Heheh," Alan terkekeh pelan. "Enggak usah ke-GR an dulu, lagian Gue tadi cuma nebak doang, eh ternyata bener nama Elo Liana," ujarnya.

Namun Liana masih tak yakin dengan jawaban itu. Dia memandang Alan sekilas dari ujung rambut hingga ujung kuku. Setelahnya membuang muka ke arah jalanan aspal yang cukup lengang. Tak satu pun kendaraan melintas di sana.

"Aneh! Enggak kayak biasanya," batin Liana heran.

"Hei?" panggilan Alan seketika membuyarkan lamunan Liana. "Malah bengong."

"Jawab Gue! Apa kita pernah kenal sebelumnya?" tebak Liana ragu. Namun cuma ini satu-satunya cara agar dia bisa tau.

Pria itu tak langsung menjawab, melainkan hanya tersenyum kecil memandang wajah Liana yang menurutnya masih sama seperti yang dulu.

"Jawab, dong! Elo denger Gue ngomong, kan?" serunya dengan nada tinggi yang dinaikkan satu oktaf.

"Emang penting ya buat Elo kalau Gue kenal Elo apa enggak?"

"Ya...," ucapan Liana menggantung. Dia hanya menggaruk kepalanya yang tak gatal sambil menatap ke bawah.

"Gimana kalau kita ngobrol dulu? Enggak ada salahnya, kan?" ujar Alan kemudian.

"Gue enggak bisa."

"Kenapa?"

"Sibuk. Lagian Elo ngapain di sini. Pakai acara nolongin Gue segala."

"Eh, Elo ditolongin bukannya terima kasih juga. Malah marah-marah."

"Masalahnya Gue enggak mau ditolongin sama Elo."

Alan menggelengkan kepalanya sekilas. "Gini, nih! Orang kalau punya otak gak dipakai."

"Elo ngeledek???"

"Elo tuh!" seru Alan. "Memangnya serumit apa sih hidup Elo sampai-sampai harus mutusin mau bunuh diri?" tanyanya.

Gadis itu langsung mendekat ke arah Alan dan menatapnya dengan tatapan tajam.

"Bukan urusan, Elo! Mau Gue mati atau enggak, itu sama sekali enggak ngaruh di kehidupan Elo, kan? jadi, jangan pernah nglarang aku buat nglakuin hal yang aku mau. NGERTI!" tegas Liana, kemudian berniat pergi.

Namun dengan cepat, Alan mencekal erat pergelangan tangan Liana. Pria itu berusaha mencegah dia pergi.

"Kita perlu bicara. Please! Kali ini Elo percaya sama Gue!"

Liana mengerutkan kening sejenak.

"Gue?" ucapnya sambil menunjuk diri sendiri. "Percaya sama Elo?" imbuhnya kemudian. Diikuti gelengan kepala berulang kali.

"Li? Please! Gue tau ini enggak mudah. Tapi kali ini aja!"

Kata-kata Alan terdengar memohon.

"Sebenernya siapa sih dia? Kenapa dia sepertinya tau sesuatu tentang Gue? Apa sebelumnya memang pernah saling kenal? Tapi—,"

"Hei?" panggil pria itu membuyarkan lamunan Liana.

"I-iya," jawab Liana tiba-tiba gugup.

"Jadi gimana?"

"Ehm..., oke. Tapi ada syaratnya!" kata Liana yakin.

"Syarat?"

"Iya. Gue yang nentuin tempatnya."

"Enggak masalah," kata Alan yakin. Kemudian mengambil helm yang diletakkan di atas jok motor miliknya lalu memberikannya kepada Liana. "Pakai dulu, gih!" perintahnya.

Keduanya pun pergi menuju tempat yang ditentukan Liana. Tepatnya di sebuah Kafe yang tak terlalu jauh dari lokasi mereka saat ini.

Kurang lebih lima belas menit, Liana dan Alan sampai di tempat yang dimaksud.

Mereka langsung masuk setelah memarkirkan motornya di halaman parkir Kafe itu.

"Mau pesen makan?" kata Alan saat mereka sudah duduk dengan nyaman di kursi yang mereka tempati. "Ini juga udah waktunya makan sing. Elo pasti belum makan, kan?"

"Enggak usah kebanyakan drama, deh! Elo mau ngomong apa?"

"Santai aja kali, Li?"

"Setelah apa yang udah Elo lakuin ke Gue, Elo masih bisa nyuruh Gue buat santai?"

Kedua alis Alan terangkat, "Memangnya ada yang salah ya sama kata-kata Gue?" tanya pria itu kebingungan. "Niat Gue baik, Li? Gue cuma mau nolongin Elo dari tindakan bodoh yang hampir mencelakai diri Elo sendiri. Gue enggak mau Elo kenapa-napa, Li?"

Saat ini, Liana benar-benar bingung harus berbuat apa. Sikap Alan tak layak disebut sebagai orang yang baru pertama kali kenal dengan orang baru.

"Gue curiga, jangan-jangan selama ini dia tau semua tentang kehidupan Gue. Itulah kenapa dia bersikap seperti sekarang," batin Liana menduga-duga.

"Sorry. Kalau kehadiran Gue buat Elo enggak nyaman. Tapi Gue nglakuin semua ini, karena Gue enggak mau liat orang yang Gue—," ucapan Alan tiba-tiba terhenti.

Liana menungguinya selama beberapa menit, tetapi....

Bersambung.

Nur Khasanah

Jangan lupa vote dan komen ya teman-teman. Sampai ketemu di bab selanjutnya. See you

| Like

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status