Share

08. Linx Cafe

Sesuai dengan kesepakatan -begitu Dion anggap- dengan Chayton saat sarapan setengah jam yang lalu. Sekarang dia tengah bersiap untuk menuju café tersebut. Setahunya café bergaya klasik itu dibuka lima menit lagi. Karena penduduk di sini yang tidak lebih dari seribu orang, usaha bisa dibuka lebih lambat dari jam biasanya.

Kembali lagi dia di kamar pribadi Leyna dengan tubuh yang sama. Sebenarnya, jauh di lubuk hati, dia sudah lelah dengan ini. Inginnya untuk kembali ke raga aslinya. Lebih rela disidang oleh siapapun daripada terperangkap dalam tubuh langsing nan molek seorang gadis. Tangannya meraih sebuah tabung kecil warna pink sakura.

“Ini apa?” tanya Dion kepada semilir angin yang menggesek dedaunan pohon di luar kamar. Membuka tutup tabung tersebut dan mengernyit dahi saat melihat kalau itu ternyata ada sebuah lip tint. Seorang guru berusia sepertinya sering kali membawa benda seperti ini dan mengoles ke bibirnya.

Setidaknya dia tahu fungsi diciptakannya cairan tersebut yang dijual komersial. Matanya melihat ke kaca, memantulkan wajah cantik nan polos itu, dengan perlahan dia menempelkan lip tint ke permukaan bibir tipis.

Selesai dengan memoles bibir. langsung menyemprotkan parfum ringan di area perpotongan leher, siku dan pergelangan tangan. Rambut yang hari ini dibiarkan bergelombang terurai lepas menambah kesan menarik, bagian depan helaian rambut menutupi bahunya yang tereskpos.

"Hanya satu jam, Dion. Bersikaplah seperti putri kerajaan." ucap Dion sembari mematut diri di depan cermin. Napasnya terembus dan mengangguk yakin. "Setelah itu, kita akan mengurus kegilaan ini."

Tangan dengan jemari lentik itu menggapi sebuah sling bag melihat ke dalam yang ternyata telah diisi dengan ponsel, dompet, dan tabung kecil cairan bening serta tabung kecil lainnya yang berlapis pink. Dion kembali menutup dan memulai hari.

"Kendaraan telah saya persiapkan, Nona Muda Olivia."

Pernyataan dari suara berat menghentikan perjalanan Dion untuk menggapai pintu utama. Dengan senyum kikuk, dia berbalik dan melihat seorang pria lebih tua darinya berdiri di hadapannya dengan seragam formal.

"Tidak apa-apa. Saya ... saya akan pergi dengan sepeda saja." ucap Dion menolak halus.

Pria di depannya itu berjalan ke arahnya sebanyak tiga langkah, "Mobil telah dipanaskan, Nona Muda. Tuan Grissham memerintah kami untuk mengantar Anda dengan mobil."

Dion menggaruk leher belakang yang tentunya tidak terasa gatal. Lalu, mengangguk setelah berbagai pertimbangan. Pria tersebut menyambutnya, "Mari, Nona Muda."

_The Stranger's Lust_

"Sudah sampai, Nona Muda. Mari saya antar."

Dengan sigap, Dion mencondongkan tubuhnya ke depan dengan kedua telapak tangan yang terbuka menolak, "Tidak perlu. Saya bisa sendiri ke sana. Saya tidak akan lama."

"Tapi-"

"Tidak apa-apa. Kalau Anda sibuk, Anda boleh melanjutkan kesibukan. Saya akan pulang mampir ke beberapa tempat terlebih dahulu." balas Dion yang mulai terbiasa dengan suara halus nan lembut wanita.

"Baik. Saya akan menunggu di sini, Nona Muda." putus pria tersebut. Dion pikir tinggi tubuh aslinya dengan pria itu tidak jauh berbeda.

Dion langsung turun setelah mengucapkan terima kasih, melihat sebuah bangunan dengan teras berwarna biru laut dengan dua set diletakkan dengan pembatas pagar. Sebuah tanda dari kayu diletakkan di atas teras dengan 'Linx Cafe'. 

"You can do it." bisik Dion pelan terhadap dirinya sendiri. Mengeratkan tas kecil yang dipakai, dia berjalan ke pintu cafe berlantai dua. Dentingan bel akibat pintu ditarik pasti lah mendatangkan atensi, beruntung saat itu masih sepi. Hanya seorang anak gadis berpakaian kemeja kotak merah-hitam yang dimasukkan ke dalam legging dengan sepatu putih. Jangan lupakan tas yang dijinjing sedang mengantri di depan kasir.

Dion mengenalnya, anak muridnya yang lulus dua tahun lalu. Tungkai kakinya bergerak pelan ke arah kasir untuk menyapa anak gadis tersebut, melewati dua set meja kosong tak berpenghuni.

"Leyna!"

Dion segera mematung, nyaris saja dia memanggil anak gadis itu di saat kondisi seperti ini. Suara derap langkah dari flat-shoes terdengar, Dion segera berbalik dan langsung disapa dengan pelukan erat.

"I miss you so much. Long time no see, buddy." ucap seorang wanita sebagai pelaku memeluknya dengan erat. Dion tidak membalas pelukan karena terlalu kaget, namun tidak juga menolak untuk tidak bersikap mencurigakan.

"Here. Sit with me." sambung wanita tersebut setelah melepaskan pelukan salam, Dion sekilas melihat ada apron soklat dengan dua kantung di dua sisi melekat pada tubuh sang pemilik cafe. Wanita yang memilih untuk rambutnya diikat satu itu tersenyum bahagia atas kedatangan teman baiknya.

"Tell me how was you day."

Dion tersenyum tipis, "All fine, Ma'am." Matanya melihat penampilan teman baik Leyna itu, dia jadi merasa iri karena tidak dapat memakai celana jeans seperti yang dilakukan wanita di depannya.

"Tell me." kata Alexandra, si pemilik cafe itu dengan tatapan memaksa. Dion langsung membungkam dan memainkan kedua tangannya di bawah meja. Tatapan menusuk dari wanita itu membuatnya tidak bisa berbuat banyak, mungkin karena mata berbentuk elang yang dimilikinya dan ditambah dengan eye make-up yang intens.

"What's happen?" sambungnya, kedua tangan terlipat di depan dada dengan tungkai kakinya yang terlipat saling menindih. Dion meneguk ludah ketakutan.

"You can't lie on me, Leyna."

Dion mendadak membisu, tidak tahu apa yang harus dikatakan. Sungguh, tidak masuk akal jika mengatakan kalau dia bukan Leyna Olivia dengan tubuh wanita muda itu. Kalau sudah begini, dia bisa berbuat apa, sedangkan Alexandra menekannya dengan tatapan elang.

_The Stranger's Lust_

To Be Continue

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status