Share

10. That Dream

[Leyna POV]

Aku menatap tubuhku yang masih duduk di depan meja bundar, lalu kembali melihat pemandangan pepohonan yang dibarengi dengan tempat tinggal burung di ranting pepohonan.

“Jadi, kau juga tidak tahu penyebabnya?”

Kulihat Stranger Soul -panggilan dariku- menggeleng. Aku kangen mengikat rambut, biasanya aku tidak akan menggerai rambutku seperti itu. Aku juga tidak bisa mengikat rambut yang pendek ini. 

"Dan, bisa dibilang kita sekarang bertukar raga?"

Stranger itu kembali mengangguk, tanpa melihat diriku sama sekali. Aku yakin sekali kalau dua penjaga itu masih berdiri di depan pintu ruangan menunggu sesi kami selesai, aku tidak tahu akan kapan selesainya.

"Berapa lama?" tanyaku lagi. Stranger yang mengaku bernama Dion Addison itu menggeleng tidak menahu dengan bahunya yang terangkat.

"Kau lebih mirip wartawan daripada anak pemimpin. Daritadi, bertanya.," kata Stranger tersebut.

"Aku gemas. Siapa yang menyangka kalau aku bisa berada di tahanan pagi tadi padahal jelas-jelas aku tidur di kamarku kemarin? Lalu siapa yang dengan jahilnya berbuat seperti ini? Aku punya banyak pekerjaan untuk dilakukan." balasku dengan dumelan.

Stranger tersebut terkekeh, rasanya aneh sekali mendengarnya seperti itu dengan suara asliku dan aku berucap dengan suara bass seperti ini. "Aku juga. Bayangkan saja aku harus bersiap-siap dengan tubuh yang berbeda."

Aku segera melotot, pikiran asumsi langsung menggerogoti jiwa, kupandangi tubuh asliku lagi, dari ujung kepala sampai kepada ujung kaki yang telah berganti sandal rumahan yang berbulu, beruntung berwarna putih. Akan aneh melihat jiwa pria memakai sandal hijau neon, memang benar kalau telah berganti dari piyama menjadi sabrina, "Kau ... bagaimana bisa?"

"Terserah kau memikirkannya. Tapi, jelasnya aku merasa bangga karena bisa lepas dari jeratan Tuan Grissham untuk tidak mengikutinya dan menemuimu." katanya lagi. 

Kenapa ada lelaki yang menyebalkan seperti dirinya?

"Aku meminta izin pada penjaga tahanan untuk bicara denganmu di sini. Butuh waktu untuk bicara denganmu setelah dari Linx cafe tentunya."

"Kau ke sana? Buat apa?" tanyaku dengan menggebu-ngebu.

"Sebagai alibi supaya Daddy-mu itu tidak prasangka buruk." kata Stranger tersebut dengan malas.

Aku mengambil posisi untuk duduk di sebelahnya setelah puas berdiri di depan jendela ruang rapat. Tentang Linx cafe itu aku akan mencaritahunya nanti. Ada yang terasa janggal setelah menggali kapasitas memori otak, "Dion Addison? Kenapa rasanya familiar?"

Kudengar dia berdecih, "Kalau kau yang akan mengintrogasiku, maka kau akan familiar dengan namaku."

Aku terdiam sejenak lalu terdengar suara 'oh' yang panjang dari bibirku, "Yang masalah dengan sekolah itu? Bisa ceritakan padaku? Aku dengar kalau kau ditahan di penjara." 

"Kau habis dari penjara dan akan segera ke sana lagi." katanya, sepertinya dia mulai lelah. "Hanya sebuah kesalahpahaman, aku ingin menceritakan aslinya, tapi rasanya percuma. Tidak ada yang mendengar."

"Kalau begitu ceritakan padaku, aku mau kasus ini kau yang memegang sampai tuntas. Daddy harus kau yakini supaya tubuhmu ini bisa keluar dengan tenang. Atau tidak, tubuhmu bisa saja disiksa di Black House." kataku dengan santai, terkekeh saat melihat balasan gidikan bahu dari Stranger tersebut.

Aku mendekatkan wajah, melihat wajahku sendiri dari dekat, ini bukan bercermin, hingga rasanya aneh sekali, "Aku tidak ingin melakukan ini. Tapi, mari kita coba, kau bisa memakai tubuhku untuk menemukan petunjuk atau bukti. Aku mungkin hanya anak dari seorang pemimpin. Tapi, kau perlu tahu, kalau aku termasuk memiliki wewenang untuk mengatur dan menyelesaikan hal seperti ini."

"Kenapa kau melakukan ini?" tanyanya yang menatap lurus ke arahku.

"Anggap saja sebuah bantuan baik hati. Sekalian, aku penasaran bisa saja setelah ini kita bertukar raga." kataku yang memundurkan kepalaku. Namun tertahan dengan kedua tangan kurus namun terlihat sehat itu membingkai wajah ini.

"Kalau begitu kita coba sekarang, aku punya asumsi sendiri."

Tatapannya terasa menyihir pikiranku sendiri sampai aku hanya diam saat wajahnya terasa dekat denganku, deru napas hangat menyapu area dagu masing-masing. Aku tidak bisa bergerak, tanganku seperti diberi lem untuk tetap pegangan pada sandaran kursi.

Ketakutanku terjadi, labium bibir tipis itu menempel di bibirku setelah merasa aku tidak akan memberontak. Desiran aneh sampai membuat kepalaku terasa pening, aku memejamkan mata. Padahal hanya sekedar menempel, tapi efeknya sedahsyat ini.

Hanya bertahan sepuluh detik, Stranger itu menjauhkan wajahnya dan tersenyum walaupun rasanya aneh sekali.

Seperti mencium diri sendiri, kau tahu.

"Asumsiku tidak bekerja."

Mimpi malam tadi kembali memenuhi pikiranku, aku langsung bersemu dan menunduk. Kenapa mimpi itu harus kembali diingat?

Bagaimana bibir tebal yang sekarang kupakai untuk bicara menempel pada bibir tipisnya, semilir angin dari atas balkon masih terasa untuknya. Anehnya, dia juga merasa tenang ketika merasakan hal tersebut.

“Hey, Leyna! Jangan melamun!”

Aku langsung segera tersadar, lalu berdecak kesal, “Sekarang, kita harus bagaimana?”

“Mau berbagi seluruh keseharian kita sekarang? Yang penting-penting saja, seperti pakaian seperti apa yang kau pakai, apa kegiatanmu, lingkungan dan lainnya.”

Aku menimbang penawaran tersebut, melihat Dion sekilas sebelum kembali melihat langit yang terlihat lebih cerah. Aku mengangguk.

Tidak ada salahnya untuk berbagi. Aku tidak tahu kapan ini akan berakhir dan tidak mungkin dia bisa bertahan tanpa ketahuan oleh Daddy, apalagi Quinza itu diam-diam peka sekali dengan keadaan sekitar. Aku saja jadi berpikir apa tadi pagi, Quinza tidak merasa curiga?

Aku mengangguk, menimbulkan senyum puas pada bibir pria tersebut. Aku juga tidak ingin cepat-cepat kembali ke dalam tahanan.

“Okay. Start from you.”

_The Stranger's Lust_

To Be Continue

Sky

Oh, ya, sedikit spoiler, entah bisa dikatakan spoiler atau tidak. Tapi, book ini akan punya alur yang lambat dan satu chapter tidak lebih dari 1,5k. Hehe, see ya.

| Like

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status