Share

Bab 2

Author: Aspasya
last update Last Updated: 2021-10-05 17:57:10

Hari ini, dia kembali berkunjung ke balai lelang. Seperti biasanya, dia menyusuri balai lelang yang luas dengan menenteng kameranya. Dia mengambil gambar beberapa obyek yang menarik perhatiannya. Sebuah guci cina antik, patung Buddha, dan beberapa lukisan yang tergantung berjejer.

Fotografi merupakan hobinya semenjak masih sekolah. Dan kini dia menjalankan tugasnya sebagai fotografi freelance untuk sebuah majalah. Dia ditugaskan untuk mengambil potret koleksi antik balai lelang terkenal ini untuk melengkapi artikel mereka.

"Hai, kau datang lagi? Lebih baik kau segera menyelesaikan tugas pemotretanmu. Besok balai lelang ini akan memindahkan semua koleksinya ke hotel berbintang lima untuk acara pelelangan perayaan tahun baru," seorang petugas keamanan menyapanya dengan antusias.

"Oh ya? Wah aku harus segera menyelesaikan tugasku kalau begitu. Terima kasih bro untuk informasinya." Fotografer itu tersenyum gembira.

Kembali dia berkeliling untuk memotret beberapa obyek yang memang diijinkan untuk diambil gambarnya. Sesekali dia mengobrol dengan pengunjung, kurator, pemandu dan petugas kebersihan.

Akhir-akhir ini dia memang sering berkunjung ke balai lelang ini. Tidak heran dia cukup akrab dengan para pegawai balai lelang yang terkenal ini. Bahkan dia tahu seluk beluk balai lelang ini. Di mana letak rest room, gudang, ruang kepala balai lelang hingga jalur darurat pun dia ketahui. Dan dia memang harus mengetahui semua itu.

Di sela-sela mengambil foto, dia tidak segan untuk berbincang-bincang atau sekadar menyapa, baik pengunjung maupun karyawan balai lelang.

Seperti saat ini, dia nampak bercakap-cakap akrab dengan seorang gadis cleaning service(cs). Gadis itu terlihat antusias dengan setiap pertanyaan sang fotografer.

"Hei, sudah berapa lama kau bekerja di sini?" dengan santai dia bertanya beberapa hal sepele pada gadis cleaning service itu.

Gdis itu tersipu malu. Sesekali diliriknya fotografer tampan itu. Dia tidak keberatan untuk menjawab semua pertanyaan sang fotografer. Sehingga tanpa sadar dia telah berbicara banyak pada fotografer itu.

Mulai dari awal kerja hingga gaji dan atasan yang menyebalkan. Bahkan dia pun memberitahukan jadwal pemindahan barang dan perusahaan jasa mana yang disewa balai lelang.

Fotografer itu pun menanggapi setiap ucapan sang gadis dengan antusias. Sesekali dia meminta gadis itu untuk berpose dan kemudian mengambil gambarnya. Untuk dokumenter, jelasnya pada sang gadis. Dan gadis itu pun dengan malu-malu menyetujuinya. Dan obrolan pun berlanjut dengan akrab.

Selanjutnya fotografer itu menyambangi seorang kurator yang tengah mencatat beberapa hal mengenai lukisan Zhao Mengfu itu. Sama halnya dengan gadis tadi, dengan mudah dia mengajak sang kurator berbincang-bincang.

Sementara itu tak jauh dari lukisan itu tergantung, seorang pria berkacamata nampak sedang mencatat dan mengamati lukisan itu. Dia adalah salah satu kurator di balai lelang ini.

Dia merupakan kurator termuda yang baru direkrut setahun lalu. Sebagai kurator, dia mengetahui setiap detail dari benda seni koleksi balai lelang terkemuka ini. Salah satu yang menjadi tanggung jawabnya adalah lukisan kuno karya pelukis China dari masa dinasti Song.

Lukisan karya Zhao Mengfu ini menjadi koleksi unggulan balai lelang ini. Dua tahun lalu salah seorang kurator secara tidak sengaja menemukan lukisan antik ini. Dan pengelola balai lelang sangat antusias dengan penemuan lukisan ini.

Setelah beberapa ahli memastikan nilai seni dan keantikan lukisan ini, segera saja balai lelang merilisnya sebagai koleksi terbaru mereka. Namun sepertinya ada banyak ketidakpuasan di balik keantikan lukisan ini.

Kurator yang menemukan lukisan ini merasa kecewa dengan pengelola balai lelang yang menghargai lukisannya dengan sangat rendah. Bahkan mereka sempat meragukan keaslian lukisan itu.

Namun setelah hampir dua tahun menjadi penghuni gudang, lukisan itu diakui keaslian dan nilainya. Kini lukisan itu menjadi primadona balai lelang bergengsi ini. Bahkan balai lelang mengkategorikannya sebagai benda antik tak ternilai dan berencana melelangnya dalam acara perayaan tahun baru Imlek kali ini.

Penemu sekaligus pemilik lukisan ini, yaitu Tuan Gong, kurator senior di balai lelang ini awalnya merasa tidak puas dengan sikap balai lelang yang sempat meragukan keaslian lukisan itu. Namun setelah pihak pengelola menjanjikan sebagian hasil lelang akan menjadi miliknya, Tuan Gong melunakkan sikapnya.

Sebagai hasil dari konsensi mereka, kini lukisan itu menjadi pembicaraan di kalangan kolektor benda antik. Dan tentunya itu juga menjadi promosi yang bagus untuk acara pelelangan nanti.

Alhasil, sejumlah kolektor, pencinta seni dan bahkan beberapa negarawan sangat menantikan acara tersebut. Bahkan beberapa kolektor telah memberikan penawaran yang tinggi untuk lukisan tersebut. Namun balai lelang belum mau melepaskannya.

Kini kurator muda itu tengah sibuk dengan pemindahan lukisan Zhao Mengfu itu. Selintas terlihat mudah, namun tidak semudah yang dibayangkan. Tenaga kerja yang ada tidak mencukupi untuk memindahkan benda-benda antik yang tidak hanya banyak jumlahnya namun juga tak ternilai harganya.

Karena itu dia telah menyewa jasa pemindahan barang-barang yang kini banyak bertebaran di media online. Dia tidak bisa sembarangan memilih, karena selain profesional mereka juga harus bisa dipercaya.

Di tengah kesibukannya mencatat beberapa hal, seorang fotografer menyapanya dan mengajaknya berbincang-bincang. Awalnya dia hanya menanggapinya sebagai basa-basi dan profesional saja. Namun semakin lama, mereka justru terlibat obrolan yang lebih dari sekadarnya saja.

Langkah kakinya terhenti, saat dia melihat lukisan yang tergantung di dinding balai lelang ini. Sebuah lukisan yang telah lama dia cari. Lukisan yang menurut sang kakek memiliki keterikatan dengan masa lalunya.

Bertahun-tahun lalu, sang kakek telah menjelajahi seluruh negeri untuk mencari pemilik lukisan itu. Dahulu, mereka pernah bertemu, dan pemilik lukisan berjanji hanya akan menjualnya pada sang kakek.

Namun kini lukisan itu tergantung dengan anggunnya di dinding sebuah balai lelang yang terkemuka di dunia. Sejenak di tatapnya lukisan antik itu. Dia bukan ahli, namun dia sangat menyukai benda-benda antik seperti ini. Dia dikenal sebagai kolektor yang sangat menghargai nilai sejarah dan seni benda-benda peninggalan masa lalu.

Hari ini dia datang untuk menawarkan harga yang cukup fantastis untuk lukisan idaman sang kakek. Namun balai lelang menolaknya dengan tegas. Mereka beralasan, ingin memamerkan lukisan ini pada publik agar dapat dinikmati oleh semua pencinta seni dan benda antik sebelum di lelang.

Dia hanya mencibir dalam hati. Siapa yang mempercayai alasan yang terlihat idealis dan penuh nilai moral itu? Dia telah menyelidiki asal-usul lukisan itu, dan menyadari betapa murahnya mereka menghargai lukisan itu dari pemilik aslinya.

Sayang, dia terlambat. Seandainya dia yang terlebih dahulu menemukan lukisan itu, mungkin saat ini sang pemiliknya tengah tertidur berbantalkan dollar. Sang kakek telah mewantinya untuk tidak segan dengan harga yang harus di bayarnya untuk lukisan tersebut. Sebab lukisan ini tidak hanya kuno namun memiliki kisah yang terkait dengan keluarga mereka.

Sebentuk senyum licik menghiasi bibirnya. Dia memang tidak keberatan dengan harga lukisan yang melambung tinggi. Itu bukan masalah baginya. Dia hanya tidak menyukai cara mereka mengeksploitasi lukisan itu tanpa memperhatikan dengan jelas asal-usul lukisan tersebut.

Di tengah asyiknya menikmati lamunannya, tanpa sengaja dia melihat seorang fotografer yang nampak tertarik dengan lukisan itu. Fotografer itu tengah berbincang-bincang dengan seorang kurator. Mereka terlibat obrolan yang mengasyikkan rupanya.

Tanpa sadar dia melangkah mendekati kedua orang itu. Entah mengapa, seakan ada magnet yang membuatnya tertarik untuk ikut terlibat percakapan dengan dua orang pria itu.

Dan untuk beberapa saat, ketiga pria itu berbincang-bincang dengan akrab. Seakan-akan mereka adalah kawan lama yang baru berjumpa setelah sekian lama tidak bersua.

Memang suatu pemandangan yang menarik, tiga pria tampan dengan daya tariknya masing-masing. Sepertinya bagi beberapa pengunjung, mereka seumpama patung dewa-dewa koleksi balai lelang itu.

Sehingga untuk beberapa saat mereka melupakan primadona balai lelang saat ini. Tidak ada pengunjung yang mengingat dan memperhatikan lukisan Zhao Mengfu lagi.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • The Thief   Bab 34

    "Wah! Mirip istana di negeri dongeng!" Cecilia berseru saat motor besar Huan berhenti di depan sebuah bangunan megah bak istana."Rumah keluarga Wong kurang lebih juga seperti ini." Huan tersenyum melirik Cecilia yang menatap bangunan di depannya dengan kagum."Kalau kau ingin menjadi putri bak Cinderella atau Belle, kapan-kapan kita ke Chengdu." Huan menggandeng lengan gadis itu mengajaknya untuk memasuki bangunan megah itu."Tidak perlu, aku tidak mau menjadi putri. Aku hanya mau menjadi Ceci kesayangan Koko dan dirimu." Cecilia tertawa pelan dan bergayut manja di lengan Huan."Baguslah kalau begitu. Itu Tuan Theo!" Huan menunjuk pada seorang pria yang bergegas menemui mereka."Tuan Harry, saya sangat senang Anda berubah pikiran. Marilah, Nyonya Liliana sudah menantikan kedatangan Anda." Theo terlihat begitu bersemangat.Pria berkacamata itu menyambut mereka dengan ramah. Harry mengabarinya pagi tadi, bahwa dia bersedia untuk mencari kotak musik milik Nyonya Liliana.Mereka berdua me

  • The Thief   Bab 33

    "Pak Wang silakan!" Huan mempersilakan Darren Wang untuk duduk.Mereka kini berada di kafe yang dikelola anak buah mendiang Anthony. Di sudut kafe yang sepi karena pagi telah menjelang. Kafe ini bisa dikatakan buka sepanjang waktu."Harry, tidak pernah aku bayangkan bisa berbicara seperti ini denganmu. Mengingat kau licin seperti belut." Darren Wang tersenyum menatap pria yang lebih muda darinya itu."Terima kasih atas pujianmu Pak Wang," sahut Huan sembari menggaruk kepalanya.Dia sudah tidak lagi berbicara dengan bahasa yang formal pada pria itu. Rasanya akan terlalu berlebihan jika mereka berbincang-bincang dengan bahasa yang kaku, akan lebih terasa seperti sebuah interogasi daripa sebuah perbincangan ringan antar dua pria."Kepolisian tidak pernah bisa menemukan bukti akan keterlibatanmu dalam beberapa kasus pencurian besar hingga kini, karena itu aku pun tidak bisa berbuat apa-apa lagi." Darren Wang mengangkat bahunya dan tersenyum k

  • The Thief   Bab 32

    Huan menatap ke sekeliling yacht. Sepi, seperti tidak ada yang menjaga. Perlahan dia menelusuri geladak dan mengetuk pintu yang diyakininya sebagai sebuah ruangan pribadi. Itu terlihat dari sebuah papan nama yang tergantung di pintu."Sebentar!" Terdengar suara seorang wanita menyahut dari dalam.Pintu terbuka perlahan dan sesosok wanita berdiri, terkejut dengan keberadaan Huan yang bersandar di pintu dengan santai bersedekap tangan."Selamat pagi Nona Anna!" Sapanya seraya melambaikan tangannya dan tersenyum menggoda."Kau!" Anna Karenina tertegun menatap Huan. Dia mengenalinya sebagai pria suruhan pamannya untuk mencari kotak musik milik neneknya."Ada apa kau kemari? Apa kau akan menawarkan kotak musik itu padaku?" Anna Karenina menatapnya dengan gaya acuh tak acuh."Anda tidak ingin mempersilakan saya masuk?" Huan kembali tersenyum menggodanya.Anna menghela napas, terlihat dia sangat kesal dan tidak menghendaki keha

  • The Thief   Bab 31

    Cecilia terbangun saat smartphone yang diletakkannya di bawah bantalnya bergetar dengan keras. Masih setengah terpejam diambilnya benda itu dan menerima panggilan video yang masuk."Ceci jika besok aku tak kembali, bawalah kotak musik itu ke kediaman Nyonya Liliana bersama Jonathan." Wajah tampan Huan muncul di layar smartphone-nya."Huan, kau di mana?" Ceci segera terbangun, seketika kantuknya hilang begitu saja."Aku mengejar penyusup yang masuk ke apartemen. Jangan khawatir, aku pasti kembali." Huan tersenyum dan menggerakkan tangannya seakan-akan tengah menyentuh rambutnya."Huan berhati-hatilah! Aku akan menyusulmu!" Cecilia bergegas melompat turun dari tempat tidurnya."Tidak perlu, bye Cecilia, aku pasti kembali!" Huan mengakhiri panggilan videonya."Huan," gumam Cecilia lirih. "Firasatku tidak baik, seperti saat Koko Anthony menghubungiku malam itu." Tubuh Cecilia luruh ke lantai. Dia menangis tersedu-sedu."Aku

  • The Thief   Bab 30

    "Ini kotak musiknya?" Jonathan menatap kotak musik di atas meja."Lihat, perhatian dengan seksama. Mirip bukan?" Huan membuka sebuah album foto yang diambilnya dari tas kerjanya."Memang mirip," gumam Jonathan seraya bergantian membandingkan kotak musik itu dengan beberapa foto yang ada dalam album foto itu."Apakah dia Liliana?" Tiba-tiba saja Cecilia menunjuk pada foto seorang balerina. Foto hitam putih tetapi masih cukup jelas dan terang. Kemungkinan foto itu hasil repro dengan teknologi masa kini yang canggih."Dari mana kau tahu mengenai Nyonya Liliana?" Huan menatapnya heran."Dari ini!" Serunya seraya meletakkan setumpuk kertas dan juga buku note kecil yang tadi ditemukannya di dalam laci kotak musik.Huan dan Jonathan mengambil kertas-kertas itu dan memeriksanya dengan teliti kemudian membaca catatan yang tertera di dalam buku itu. Mereka berdua menatap Cecilia seakan meminta penjelasannya."Baiklah!" Cecilia ter

  • The Thief   Bab 29

    Cecilia berganti pakaian dan membersihkan lantai mezanin. Ada beberapa serpihan kaca yang masih tertinggal. Dia memiliki praduga itu serpihan kaca dari bola kaca saljunya yang pecah. Benda itu tidak ada di dalam laci mejanya."Bukan barang berharga, tetapi itu baru saja aku beli," gumamnya seraya membuang sisa-sisa serpihan kaca ke dalam tong sampah di sudut kamarnya.Setelah memastikan tidak ada lagi serpihan kaca di lantai, dia pun turun lagi ke lantai bawah. Dia mengambil paper bag yang berada di lemari penyimpanan di bawah tangga. Dia belum sempat mengeluarkannya kemarin."Aku belum sempat memutarnya lagi semenjak diperbaiki," katanya seorang diri dan mengeluarkan kotak musik tua dari dalam paper bag itu.Cecilia membawanya ke jendela dan meletakkannya di atas meja tinggi. Kemudian dia duduk di kursi berkaki tinggi sejajar dengan meja dan jendela. Dengan hati-hati digesernya kaca jendela agar udara segar dapat masuk."Semoga saja bisa

  • The Thief   Bab 28

    "Kau yakin dengan informasi itu?" Wanita cantik itu menatap pria yang berdiri menunduk di hadapannya."Benar Nona!" Pria itu menganggukkan kepalanya."Baiklah! Kalian harus bisa mendapatkan kotak musik itu terlebih dahulu sebelum orang-orang suruhan pamanku." Wanita itu mengambil beberapa lembar foto di atas mejanya."Hanya seorang gadis saja, aku rasa itu mudah bagi kalian, bukan?" lanjutnya lagi setelah menatap foto-foto itu cukup lama."Iya Nona." Pria itu kembali menganggukkan kepala."Pergilah!" Wanita bergaun merah itu menjentikkan jarinya dan pria itu pun pergi meninggalkannya seorang diri.Anna Karenina, wanita itu merupakan cucu satu-satunya Nyonya Liliana. Dia digadang-gadang akan menjadi pewaris seluruh kekayaannya.Sayangnya hingga saat ini Nyonya Liliana masih hidup dan segar bugar. Selain itu dia telah membuat pernyataan akan mewariskan kekayaannya pada anggota keluarganya yang meneruskan tradisi keluarga s

  • The Thief   Bab 27

    "Kotak musik?" Harry menatap Jonathan dengan kening berkerut."Benar Tuan. Nyonya Liliana kehilangan kotak musiknya beberapa hari yang lalu. Sepertinya Nona Anna, cucunya telah membersihkan gudang dan menjual semua barang yang terpakai pada toko loak." Pria berkacamata yang duduk di hadapan mereka menjelaskan maksud permintaan mereka."Nyonya Liliana bersedia membayar berapa pun asalkan kalian mendapatkan kotak itu," lanjutnya dengan serius."Theo! Kau tidak perlu repot mencari benda itu! Aku memang sengaja membuangnya! Sebaiknya kalian pergi dan tidak usah mendengar omong kosong wanita tua itu!" Seorang gadis cantik tiba-tiba saja datang dan menyela pembicaraan mereka."Nona, Anda tidak bisa bersikap seperti itu pada Nyonya Liliana. Beliau adalah nenek Anda." Theo, pria berkacamata itu menegur gadis itu dengan sopan."Kau pikir kau siapa? Kau hanya asisten pribadi nenekku, begitu dia meninggal kau orang pertama yang aku depak dari rumah

  • The Thief   Bab 26

    "Kau bisa memperbaikinya bukan?" Cecilia berjongkok di depan pemuda yang tengah mengamati kotak musiknya."Aku rasa bisa, ini hanya tuasnya saja yang bermasalah. Sebentar aku ambil alat-alatku." Pemuda itu tersenyum dan berdiri kemudian masuk ke dalam bengkel."Kalau begitu aku pergi berbelanja dulu!" Cecilia berseru dan setelah pemuda itu mengiyakan, dia pun segera meninggalkan bengkel."Sungguh membosankan jika Huan mulai sibuk dengan pekerjaannya," keluhnya saat menelusuri trotoar menuju pasar terdekat.Huan tengah menemui Alexander Lim dan Jonathan Mo. Dia tidak pernah ikut campur jika mengenai pekerjaan, kecuali untuk beberapa hal yang dapat dikatakan aman untuknya."Ceci!" Seorang wanita setengah baya berseru memanggilnya. Cecilia menoleh, dia segera berbalik dan menghampiri wanita yang tengah menata barang dagangannya."Ada apa Bibi Yu? Apakah ada sayuran segar yang baru datang?" Cecilia tertawa dan memilih sayur-sayuran y

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status