Share

BAB 3

Penulis: Detia Wahyuni
last update Terakhir Diperbarui: 2025-10-11 22:33:08

Setelah sampai di Supermarket, Zea dan Alin mengambil keranjang dorong supaya tangan tidak pegal. Zea mendorong keranjangnya ke arah makanan instan.

"Bencana ini enggak tahu bakal terjadi kapan, roti cepat basi, jadi gue kayaknya bakal lebih milih beli kue gandum sama bubur instan, nasi instan, makanan kaleng, Abon sapi." Ucap Zea sambil mengambil barang-barang yang ia sebutkan, Alin ikut mengambil barang yang Zea ambil, mereka masing-masing mengambil 10 pcs per makanan.

"Air minum 10 liter 5 pcs," ucap Zea sambil mengambil air minum kemas, di ikuti Alin.

"Kornet, nugget, sosis, ini sih bisa ke makan kalau bencana itu enggak kejadian, tapi lebih baik kita jaga-jaga aja beli dari sekarang." Ucap Zea sambil mengambil makanan yang ia sebutkan masing-masing 5 pcs.

Alin mengangguk setuju, "bentuk, simpan dulu di kulkas enggak masalah."

Zea juga mengambil garam, penyedap rasa, kecap, saos, mentega, minyak untuk jaga-jaga.

Zea mendorong keranjang belanja ke tempat coklat, "ini buat membangkitkan mood kita kalau tiba-tiba pikiran kita udah enggak karuan pengen nyerah."

"Bener, wajib ada coklat." Balas Alin seraya mengambil beberapa coklat.

"Mie instan cup juga gue mau beli 20 pcs aja yang ukuran kecil," ucap Zea.

"Apalagi ya Lin?" Tanya Zea sambil berpikir apa yang kurang.

Alin ikut berpikir, "bakso yang udah siap dimakan itu loh Ze,"

"Oh iya, ayo kita beli."

Setelah membeli semua barang yang diperlukan, Zea dan Alin pergi ke kasir untuk membayar barang belanjaan.

"Ya ampun Zea, Alin, kalian mau ke mana beli sebanyak ini?" Tanya Kasir, seorang wanita berumur 20an, rumahnya tidak jauh dari Zea dan Alin jadi mereka saling mengenal.

"Jaga-jaga aja kak Tira," jawab Alin.

Tira menggeleng tak mengerti, namun dia langsung scan belanjaan Zea. Karena banyak, Tira dibantu temannya untuk packing barang ke dalam dus.

"Emang mau pada ke mana?" Tanya Tira sambil mata fokus ke barang.

"Kak Tira enggak tahu berita yang heboh sekarang?" Tanya balik Alin.

"Yang dunia mau tenggelam itu?" Kata Tira sambil tertawa.

"Itu 'kan bencana alam, belum tentu bakal semua dunia langsung tenggelam gitu aja," ucap Tira lagi.

"Ya kita jaga-jaga aja kak," ucap Zea.

Tira hanya mengangguk-angguk, wajar saja mereka masih remaja jadi gampang percaya berita, begitu pikir Tira dalam hati.

Setelah selesai membayar, Zea dan Alin langsung ke tempat parkir, dus belanjaan mereka di simpan di keranjang yang sama.

"Emang kita berlebihan banget ya Ze nanggapin semua ini?" Tanya Alin sambil mendorong keranjang ke arah parkiran motor.

"Ya enggak apa-apa Lin, kita 'kan cuma ngelakuin pencegahan aja, toh kalau enggak kejadian makanan-makanan ini bisa kita makan." Balas Zea menenangkan.

"Iya, gue cuma enggak mau apa yang terjadi pas gue kecil ke ulang lagi sekarang." Ucap Alin pelan.

Zea menepuk bahu Alin, "yang penting sekarang kita udah ada persiapan matang. Kita ke rumah lo dulu apa gimana?" Tanya Zea.

"Langsung ke rumah lo aja Ze, barang gue besok aja balik ke rumah dulu." Jawab Alin.

Alin dan Zea mengangkat dus belanjaan ke atas motor, mengikat dengan tali dibelakang motor. Setelah selesai, mereka melajukan motor ke rumah Zea.

---

Malam harinya, Zea dan Alin menonton drama Korea sambil makan mie instan. Keduanya begitu serius menonton karena tidak ingin ketinggalan satu dialog pun, padahal drama yang mereka tonton sudah mereka tonton lebih dari 5 kali, tapi tetap saja rasanya seru.

"Mau nonton sampai jam berapa?" Tanya Zea tanpa mengalihkan pandangan dari televisi.

"Jam 12 aja, besok sekolah." Balas Alin.

"Males banget kalau udah seru gini harus ke potong, tapi ya mau gimana lagi," ucap Zea.

Alin menyeruput kuah mie kemudian minum es jeruk, "bener, apalagi besok ada pelajaran olahraga."

Di Bogor, rumah Nenek Zea. Lita menemani sang Ibu di kamar, ibunya tiba-tiba demam tinggi sampai kejang, kemarin baru pulang dari rumah sakit. Lita sendiri dihubungi oleh Teh Imas tetangga samping rumah yang juga dulu teman sepermainan Lita saat kecil.

"Zea enggak kamu ajak ke sini?" Tanya Nek Sumi lirih.

"Enggak Bu, Zea 'kan sekolah. Nanti hari minggu aku suruh Zea nyusul ke sini," ucap Lita.

"Kasian dia sendirian," ucap Nek Sumi.

"Zea anaknya mandiri kok Bu, ada juga temannya yang nemenin di rumah." Ucap Lita.

"Ibu kemarin lihat berita, kota-kota di negara lain yang tenggelam. Ibu kepikiran,"

"Ibu jangan mikir yang aneh-aneh, itu musibah dan belum tentu akan menimpa kita juga. Yang terpenting ibu istirahat dan jaga kesehatan." Ucap Lita.

"Bagaimana kalau kalian tinggal saja di sini, kalau sewaktu-waktu bencana itu terjadi kita bisa lari ke atas gunung belakang," ucap Nek Sumi.

"Sudah, lebih baik Ibu tidur, jangan mikir yang aneh-aneh lagi." Ucap Lita sambil menyelimuti Nek Sumi.

Lita mengirim pesan ke suaminya menanyakan keadaan.

Lita

Mas gimana keadaan di sana?

Leon

Maaf ya sayang, aku sibuk banget sampai enggak sempet ngabarin kamu. Mas baik-baik saja, kamu sama Zea gimana?

Lita

Aku sama Zea sehat, Mamah sakit jadi aku pergi ke Bogor. Zea enggak ikut, tapi ada Alin yang nemenin dia.

Leon

Untuk sekarang jangan jauh-jauh dari Zea, keadaan sekarang benar-benar kacau. Air lautan tiba-tiba naik lebih tinggi, penduduk dekat lautan sudah mengungsi ke daerah pegunungan.

Lita memegang jantungnya yang berdetak kencang, dipikirannya ada Zea yang ia tinggalkan di rumah. Rumah mereka satu jam dari lautan, dan Lita cemas memikirkan kemungkinan-kemungkinan buruk itu.

Lita mengirim pesan ke Zea.

Mamah

Ze, Papah bilang keadaan sekarang kacau. Benar kata kamu, bencana itu ternyata enggak main-main. Besok kamu langsung ke Bogor, Mamah tunggu.

Zea dan Alin sudah tidur nyenyak sejak selesai menghabiskan cemilan di meja. Handphone nya berdering beberapa kali, Lita menelepon, begitu juga Leon. Leon sendiri sudah menyiapkan perlengkapan-perlengkapan yang dibutuhkan bersama dengan teman-teman kerjanya. Yang ia khawatirkan kini keselamatan istri dan anaknya, dia tak bisa meninggalkan pekerjaan begitu saja.

Lita membuka kulkas, banyak bahan-bahan masakan yang tadi siang ia beli untuk stok satu minggu. Dia memasukkan semuanya ke dalam tas, memasukkan beberapa pakaiannya dan pakaian ibunya juga. Entah kapan bencana akan datang, tapi suaminya sudah mengingatkan. Besok pagi ia harus belanja ke Supermarket sambil menunggu Zea, kemudian sama-sama pergi ke atas gunung.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • The World is Sinking   Bab 22

    Zea menatap langit senja dengan senyum manis, kini ia bisa menatap senja sambil makan makanan enak, kini senja memancarkan keindahan yang berbeda dan terlihat jauh lebih indah. Rayhan terpaku menatap senyum manis di wajah Zea, keindahan senja itu sekarang kalah telak oleh senyumnya yang memikat. "Terima kasih ya Kak udah ajak ke sini," ucap Zea membuat Rayhan tersentak kaget. Rayhan tersenyum canggung, "sama-sama"Mereka menikmati senja dalam diam. Setelah senja tak lagi terlihat, keduanya kembali ke penginapan dengan berjalan kaki. Setibanya di lobi, Gara yang baru saja masuk langsung menatap Zea dan Rayhan penuh selidik. "Kalian dari mana?" Tanya Gara. "Gue enggak sengaja ketemu Kakak lo di jalan," jawab Zea langsung. Gara menyipitkan matanya penuh rasa curiga, matanya menatap bergantian wajah Rayhan dan Zea yang terlihat tenang, seakan ucapan Zea memang benar. "Ya udah, ayo bang ke Kamar gue mau cerita," ajak Ga

  • The World is Sinking   Bab 21

    Setelah 2 hari tinggal di perkampungan, Leon mengajak para remaja itu untuk turun gunung melewati tangga berjumlah ratusan. Di sepanjang perjalanan mereka saling bercerita dan tertawa sampai tak terasa sudah tiba di bawah. "Ayo kita ke salon dulu," ajak Leon. Para lelaki akan mencukur rambut di barbershop yang kebetulan salon khusus wanita ada di seberangnya, jadi Zea berpisah dan masuk ke dalam salon seorang diri. Zea masuk ke salon mengandalkan translate google, untunglah pelayan salon itu mengerti dan bersikap ramah. Adrian, Gara, dan Daren sudah selesai di cukur, rambut mereka kini terlihat lebih rapi, tak ada lagi rambut gondrong tak terurus. Sambil menunggu Zea selesai, mereka pergi ke toko swalayan untuk membeli cemilan dan lainnya. Begitu Zea selesai, para lelaki itu sudah menenteng kantong belanja berisi cemilan dan makanan lainnya. "Kita tinggal di mana Pah?" tanya Zea. "Untuk sekarang tinggal di penginapan dulu,"

  • The World is Sinking   Bab 20

    Pagi-pagi sekali Zea sudah terbangun dan duduk di tepi tebing, matanya berdecak kagum melihat matahari yang baru muncul, melukiskan warna orange di langit dengan kemegahannya. Zea memejamkan mata, merasakan semilir angin menerbangkan rambut panjangnya yang tak ia ikat. Udara pagi ini membuat Zea puas dan tak henti-hentinya bersyukur atas kuasa Tuhan yang senantiasa memberinya keselamatan. Meski sempat menyalahkan takdir, Zea kini sadar kalau dia jauh lebih kuat dari yang di bayangkan, mungkin itu sebabnya Tuhan mengujinya, memisahkannya dari orang tuanya dan berjuang di lautan dengan teman-temannya yang baru ia temui. Semua kesulitan itu telah berlalu, kini saatnya Zea memulai hidup baru yang lebih baik."Zea ..." Panggilan lembut itu seakan menyatu dengan angin, begitu halus dan membuat jantung berdebar. Zea menoleh dan baru tersadar ada orang yang duduk di dekatnya. "Kak Rayhan?" Ucap Zea canggung. Meskipun Rayhan kakaknya Gara, kemarin malam Zea tak mengobrol dengannya jadi se

  • The World is Sinking   Bab 19

    Setelah malam berlalu, Zea, Gara, Adrian dan Daren kembali melanjutkan perjalanan. Mereka hanya berjalan lurus saja mengikuti jalur, karena kanan kiri adalah jurang. Adrian berjalan di depan membuka jalur yang terkadang penuh rumput yang sudah meninggi. Saat tengah hari, mereka kembali beristirahat untuk makan siang. Dengan iseng Zea membuka handphone, matanya membola kaget menatap pesan dari ayahnya. 💌 PapahZe, Papah udah di China. Aktifin data selular kamu ya. 💌 PapahPapah sudah ada di perkampungan yang berada di atas gunung. Kata tour guide nya, kalau kamu selamat dan berhasil naik ke atas tebing, kamu akan menemukan kampung ini karena kampung ini adalah jalan satu-satunya buat kamu turun. Jaga keselamatan kamu Ze. "Gue dapat pesan dari Papah," ucap Zea antusias. "Apa katanya?" tanya Adrian tak kalau antusias. "Nih baca sendiri," Zea menyodorkan handphone nya dan di baca bergantian oleh mereka. "Ber

  • The World is Sinking   Bab 18

    Matahari kembali menampakkan sinarnya pertanda pagi telah datang. Zea orang pertama yang membuka mata, dia mengerjapkan matanya karena silau dengan cahaya matahari. Setelah nyawanya terkumpul sempurna, Zea bangun dan menatap sekeliling, mereka masih ada di atas tebing. "Ad, Gar, Bang Daren, bangun." Ucap Zea sambil menggoyang-goyangkan badan mereka satu persatu. Ketiga lelaki itu terbangun dengan kaget, mereka ingat setelah sampai ke atas mereka langsung berbaring begitu saja dan tertidur lelap. Tanpa mendirikan tenda maupun makan. "Udah pagi aja?" Ucap Adrian sambil melihat sekeliling. "Ayo makan," ajak Zea yang perutnya sudah berbunyi nyaring. Gara mengeluarkan cemilan dari tas dan membagikannya satu persatu. Mereka makan dengan lahap sambil mata menatap sekeliling. "Kita belum sampai ya? Kok enggak ada rumah-rumah." Ucap Gara. Setelah menghabiskan makanannya, Zea berdiri ke dekat pinggir tebing yang diberi pemb

  • The World is Sinking   Bab 17

    Zea berulang kali merangkak sendirian untuk melilitkan tali ke batu, dan ketiga orang lainnya merangkak setelah tali siap di gunakan. Sebagai lelaki mereka merasa malu karena selalu mengandalkan Zea yang seorang perempuan, tapi keadaan sekarang berbeda. Dibutuhkan keberanian dan tekad kuat untuk bisa melaluinya, jelas Zea lebih unggul dalam hal ini. Beberapa kali Zea berteriak menyemangati, meski ia sendiri lelah tapi Zea tak ingin menyerah begitu saja. Zea ingin berkumpul kembali dengan orang tuanya. Ingin melakukan aktivitas layaknya remaja, mengejar impian dan cita-cita. "Istirahat dulu," ucap Zea. Matanya menatap langit sore, semilir angin menerbangkan helaian rambutnya yang sudah acak-acakan. Zea tak peduli dengan tubuhnya yang lengket oleh keringat, tak peduli dengan wajahnya yang kotor penuh debu. Adrian yang berada di belakangnya tak sengaja menatap tangan Zea yang penuh luka. Matanya menatap cemas, dia tak sadar Zea mengorbankan dirinya merangk

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status