LOGINWaktu kini bergerak dengan ritme yang aneh bagi Eleanora. Ia merasakan bahwa detik, menit, dan jam tidak lagi mengikuti ketepatan mekanis yang selama ini ia yakini. Waktu terasa lebih lambat, lebih tebal, dan lebih padat dibandingkan saat ia masih sendirian, bersembunyi di balik tumpukan kertas kerja.Ia resmi menjadi 'kekasih' Putra Mahkota Zepyr. Status ini, sebuah deklarasi tak terhindarkan, diukir paksa di atas harga dirinya yang kaku, diterima di bawah ancaman yang memalukan di koridor yang sepi. Perasaan penyerahan diri membakar pipinya setiap kali ia mengingatnya.Kekasih. Kata itu terasa asing dan geli di lidahnya, sebuah kategori baru yang tidak pernah ia masukkan ke dalam rencana hidupnya yang sangat terstruktur. Eleanora Villon, si Ahli Logistik Kekaisaran, tidak pernah merencanakan keberadaan romansa sebagai variabel.Ia menambahkan syarat terakhir: 'hanya kekasih'. Sebuah deklarasi yang tipis, sebuah batasan terakhir yang ia harap dapat menahan gelombang keintiman tak ter
Pagi tiba. Cicitan burung berkicau dari taman Kediaman Bintang Utara terdengar nyaring, sebuah nada ceria yang bertentangan telak dengan suasana hati Eleanora.Eleanora terbangun, matanya terasa berat, seolah kelopak matanya terbuat dari timah. Lingkaran hitam tipis di bawahnya membuktikan bahwa logika hatinya telah menang atas kebutuhan tidurnya. Ia menghela napas panjang, suara yang mengandung keputusasaan seorang ahli logistik yang gagal mengendalikan variabel internalnya.Tugas harus diselesaikan. Kalimat itu adalah satu-satunya jangkar yang ia pegang di tengah kekacauan emosional.Seraphina masuk, ia melihat kondisi Eleanora dan tanpa bertanya, ia segera menyiapkan air hangat. Seraphina membantu Eleanora bangun dari tempat tidur.Di kamar mandi, Eleanora bersandar lemah di tepi bak porselen. Seraphina dengan gerakan lembut membantu Eleanora mandi, mengguyur air hangat ke tubuhnya, menggosok perlahan bahunya. Setiap gerakan Seraphina terasa menenangkan, tetapi kelelahan Eleanora t
Malam Pesta Panen Kekaisaran. Aula agung diselimuti oleh kilauan lampu kristal yang memantul pada lantai marmer. Eleanora memasuki aula dengan gaun velvet hijau tua, sebuah gaun yang disponsori oleh rayuan Putra Mahkota. Gaun itu jatuh sempurna, memberinya aura elegan dan menarik perhatian dari semua mata yang penuh spekulasi.Saat namanya diumumkan oleh Master Upacara, sebuah keheningan kecil terjadi. Eleanora melangkah maju, segera merasakan tatapan ratusan bangsawan yang penuh rasa ingin tahu.Di tengah aula, Zepyr, yang berdiri di samping tahta Kaisar, tersenyum merekah — senyum yang tulus dan tidak terkendali, sebuah oasis kehangatan yang bertentangan dengan persona dinginnya.Musik dansa kedua — sebuah waltz yang megah dan penuh gairah — baru saja dimulai. Zepyr, dengan langkah tegas dan penuh hak, melintasi lantai yang terbuat dari kayu terbaik Kekaisaran. Ia bergerak dengan presisi, mengabaikan semua etiket jarak yang seharusnya ia pertahankan.Ia berhenti tepat di hadapan Ele
Satu hari penuh telah berlalu sejak Eleanora dipaksa untuk merasakan ketidakpastian. Pagi itu, udara di aula utama Istana terasa dingin dan berwibawa, sebuah suasana yang seharusnya murni didominasi oleh politik dan angka.Eleanora, mengenakan gaun tweed abu-abu arang, berdiri di dekat pintu aula. Gaun itu adalah perisai visual, sebuah penolakan keras terhadap semua bentuk kelembutan.Ia bersama Count Vilos, bangsawan tua yang kaku dan sekutu setia Kediaman Villon. Mereka membahas angka-angka terakhir dari biaya pengemasan gandum. Eleanora menunjuk pada sebuah paragraf di dokumennya, sebuah gestur yang penuh otoritas."Perbedaan biaya 0,05% tersebut, Count Vilos, seharusnya bisa kita negosiasi jika kita..."Tiba-tiba, sebelum Eleanora menyelesaikan analisisnya, sebuah suara yang kuat, penuh otoritas Kekaisaran, namun sangat tidak pantas untuk situasi formal ini, menggema dari tengah aula. Suara itu memantul dari langit-langit berukir, memotong ucapan Eleanora dengan kekerasan yang mem
Satu hari penuh telah berlalu sejak insiden di ruang baca. Pagi berganti siang, dan siang merangkak menuju senja. Eleanora masih mengurung diri, memaksa dirinya tenggelam dalam laporan aliansi garam di ruang kerjanya, berharap angka-angka kering dapat mengusir kekacauan basah di hatinya.Eleanora mengenakan gaun kerja abu-abu, rambutnya disanggul sangat ketat, sebuah penekanan visual bahwa ia menolak semua bentuk ketidakberaturan. Ia terlihat lelah, lingkaran hitam tipis menghiasi bawah matanya, sebuah bukti nyata dari malam tanpa tidur yang diciptakan oleh Putra Mahkota.Tiba-tiba, bunyi ketukan yang tegas namun santai menginterupsi kesunyian ruang kerja. Belum sempat Eleanora menjawab, pintu terbuka dengan keheningan yang biasa.Zepyr melangkah masuk, sendirian, ia mengenakan setelan tweed cokelat tua, terlihat lebih santai daripada biasanya. Di tangannya, ia membawa nampan kecil dengan dua cangkir porselen putih."Teh Earl Grey tanpa gula, untuk menstabilkan syarafmu yang terlalu t
Zepyr menarik diri sedikit, memberi jarak sejenak untuk menatap mata Eleanora. Ia melihat mata Eleanora yang basah dan pipinya yang merah padam, sebuah kemenangan mutlak dalam data emosional.Eleanora mencoba menstabilkan napasnya. Ia mengusap pipinya dengan punggung tangan, berusaha menghapus sisa air mata yang tidak sempat jatuh."Yang Mulia," Eleanora memulai, suaranya sedikit bergetar, ia berusaha kembali ke formalitas yang ia yakini sebagai satu-satunya benteng pertahanan.Zepyr mengernyitkan keningnya, sebuah isyarat tsundere yang gelap. "Aku sudah bilang, panggil aku Zepyr," desaknya."Maaf, Yang Mulia," Eleanora tetap kekeh, berpegangan pada etiket seolah itu adalah seutas tali penyelamat. "Saya... Saya tidak bisa menerima perlakuan ini. Saya tidak bisa menyetujui komitmen apa pun saat ini."Zepyr tidak memberikan kesempatan bagi Eleanora untuk menyelesaikan kalimat penolakan. Ia bergerak cepat, sebuah kecepatan yang tidak terduga untuk seorang Putra Mahkota. Ia memegang dagu







