Share

2. Adu mekanik

Author: Erma Wang
last update Last Updated: 2022-12-01 12:20:00

            Adhisty ingin mengurungkan niatnya untuk kembali ke rumah dan masuk kembali untuk menemui gadis yang baru saja membuatnya terpana, tetapi ia segera tersadar dari lamunannya dan bergegas pulang untuk membicarakan dengan Nendra terlebih dahulu terkait keputusannya.

            Setelah sepuluh menit menyetir, Adhisty sudah tiba di rumahnya. Adhisty mengucap salam dan langsung memasuki rumahnya, tetapi tidak ada satupun manusia terlihat di sana. “Rupanya Kak Mega sudah pulang, ya?” gumamnya. Adhisty menuju dapurnya untuk meletakkan barang belanjaan yang tadi ia beli di supermarket, ia juga mengambil segelas air untuk diminumnya, “Loh, Dek, ko pulang ga ucap salam?” tanya Nendra mengejutkan Adhisty dan membuatnya tersedak.

“Loh, tadi Adek sudah ucap salam loh, tapi rumah sepi banget, Mas juga dari mana saja?” giliran Adhisty yang bertanya kembali.

“Em, A..anu.. Mas habis mandi tadi, ya, habis mandi, hehe,” jawab Nendra setengah terbata-bata ketika menjawab pertanyaan dari Adhisty.

            Melihat suaminya yang hanya berdiri, Adhisty menyuruhnya untuk duduk, ia mengambil lagi segelas air putih untuk Nendra, “Mas, diminum dulu, ada yang mau aku omongin,” titahnya.

Jantung Nendra berdetak sangat kencang ketika Adhisty mengajaknya untuk bicara. “Jangan terlalu tegang, Mas,” sambungnya lagi. Nendra memperhatikan raut wajah Adhisty, sepertinya pembicaraan kali ini memang serius.

“Ada apa, Dek? Kan setiap hari juga kita ngobrol,” timpalnya.

“Kali ini cukup serius, Mas.” Benar saja dugaan Nendra, firasatnya terhadap Adhisty tidak pernah salah.

“Ya sudah, mau ngomong apa?” Adhisty mencoba menghela napasnya sebelum berbicara kepada Nendra, “Mas merasa kesepian nggak di rumah ini? Tanpa suara tangisan bayi, tanpa…”

“Sudah cukup, Dek. Mas tahu arah pembicaraan kita mengarah kemana,” ucap Nendra yang tiba-tiba memotong ucapan istrinya.

Adhisty tidak berhenti begitu saja, ia melanjutkan lagi ucapannya yang terpotong oleh suaminya.

“Adek tadi nggak sengaja dengar pembicaraan Mas sama Kak Mega, mungkin Kak Mega juga muak sama Adek yang nggak bisa kasih keturunan,” ucap Adhisty dengan lirih.

            Suasana seketika hening, Nendra belum berkata satu kata pun kepada istrinya, “Adek nggak nyuruh Mas untuk menceraikan Adek, tapi Adek berpikir untuk menyuruh Mas nikah lagi. Dengan begitu,  di rumah ini jadi ramai dan suasana menjadi hangat,” ucap Adhisty menambah keheningan siang itu.

Tetapi, Nendra masih saja diam membisu. “Mas, kok diam saja?” Nendra baru tersadar dari lamunannya ketika mendengar namanya dipanggil.

“Iya, maaf, Dek.” Setelah selesai berpikir, barulah Nendra mau membuka mulutnya dan bersuara.

“Kita bicarakan lain kali saja ya, Dek. Mas lagi banyak pikiran, lagian Mas juga tidak mempermasalahkan kan selama ini kita punya anak atau tidak?” tuturnya.

 Lagi-lagi, ucapan Nendra terdengar begitu manis di telinga Adhisty. Adhisty menuruti perkataan Nendra untuk tidak membahasnya, ia lalu membuka tas belanjaan dan mengeluarkan puding kesukaan Nendra yang tadi dibelinya di supermarket.

Ketika sedang asik menikmati pudingnya, dering telpon Nendra berbunyi, nama Anton tertulis di layar ponsel Nendra, lama ponsel itu berdering, tetapi Nendra tidak mengangkat telponnya membuat Adhisty bertanya-tanya.

“Kok tidak diangkat Mas telponnya? Siapa tau penting?”

“Emm ii..iya.. si Anton, biasa dia, ya, biasa dia, si Anton ini  paling mau minjem duit, sudah biarin aja, Dek,” ucapnya tampak gugup dan secepat kilat mengubah topik pembicaraan dengan istrinya.

            Siang itu berlalu begitu saja, waktu sudah berganti menjadi malam, Adhisty yang setiap harinya bekerja sebagai writer freelance tengah asik dengan pekerjaannya, sementara Nendra terlihat sedang berada di ruang tengah dan bercakap lewat ponselnya dengan seseorang.

Di kamar, dering telpon Adhisty berbunyi, rupanya sebuah pesan dari Mega masuk melalui ponselnya, “Dhis, kamu di dalam kan? Aku dari tadi ketuk pintu kok nggak ada yang buka?” Adhisty menaikan sebelah alisnya. Ia heran, padahal Nendra sedang di lantai bawah tetapi  mengapa tidak mendengar suara ketukan pintu dari luar, sedang apa dia sebenarnya? Batinnya.

Tidak ingin memicu kemarahan Mega, Adhisty mengalah dan menuruni anak tangga untuk membukakan pintu. Di ruang tengah, Adhisty melihat dan mendengar Nendra tengah asik berbicara di telepon, “Mas, lagi telponan sama siapa sampai kak Mega ketuk pintu kok ga kedengeran?” tanyanya.

“Oh ini sayang, lagi ngobrol sama Anton,” jawabnya singkat dan melanjutkan lagi pembicaraannya.

Adhisty tidak peduli dan langsung membukakan pintu untuk kakak iparnya. Tetapi, seraya berjalan, Adhisty sempat dibuat heran oleh Nendra, tidak biasanya laki-laki itu memanggilnya dengan sebutan sayang, dan lagi, Anton? Bukankah siang tadi suaminya tidak mau mengangkat panggilan dari Anton? “Ah sudahlah, mungkin Aku sedang capek aja,” monolognya.

            Krekk, begitu pintu terbuka, wajah masam Mega terpampang dengan sangat jelas, “Lama banget sih Dhis bukain pintunya, Aku digigitin nyamuk nih di luar,” cetus Mega.

“Iya maaf, Kak,” ucap Adhisty tidak ingin ribut.

“Kakak mau ambil jaket Kakak yang ketinggalan di sini, di mana jaketnya?” tanya Mega dengan sangat arogan.

Adhisty berpura-pura tidak tahu dengan kedatangan Mega siang tadi, lalu menanyainya, “Memangnya kapan Kakak ke sini?” Mega terlihat panik merasa keceplosan, “Ah banyak tanya ya, Kakak tadi ada urusan sama suamimu, urusan keluarga,” jawabnya ketus.

“Ya kalau gitu Aku nggak tahu Kak di mana jaket Kakak, Kakak ke sini kan pas Aku tidak di rumah,” kali ini Adhisty mencoba untuk tidak tertindas lagi oleh kakak iparnya.

“Oh sudah berani ya sama kakak ipar sendiri?” “Ya berani, ini rumahku, kenapa harus tidak berani? Justru Kakak yang harusnya punya sopan santun di rumah orang lain.”

Mega merasa dirinya terpojok, dia lantas menerobos dan mencari sendiri jaketnya, begitu jaketnya sudah ditemukan, Mega bergegas pergi dari rumah itu dengan sebuah kalimat menohok yang dilontarkan kepada adik iparnya, “Lihat suamimu, uruslah adikku, kasihan sekali sampai kurus begitu, malam-malam masih bekerja dengan kliennya hanya mencari nafkah buat kamu saja, ngurus suami aja ga bisa, apalagi ngurus anak, pantesan nggak dikasih anak sampai sekarang.”

Adhisty naik pitam, kesabarannya sudah habis, selama enam tahun hidup dengan Nendra, kali ini ia sama sekali tidak bisa menahan lagi amarahnya, ia lantas menjambak rambut Mega dan berteriak di depan wajahnya.

“Ngaca! Urus saja rumah tangga Kakak, lihat suami Kakak, lihat rumah tangga Kakak, kasihan sekali, hidup menumpang sama Ayah, biaya sekolah Arga Aku yang bayarin, gatau diri.”

Aksi jambak-menjambak rambut terjadi cukup lama, teriakan demi teriakan saling bersahut membuat Nendra yang semula cuek karena sedang menelpon dengan seseorang itu langsung berlari menuju area pertarungan dan meninggalkan ponselnya begitu saja.

            Nendra dengan tenaganya yang kuat akhirnya mampu memisahkan kakak dan istrinya dari pertikaian sengit yang berakhir seri itu. Mega dengan rambut yang semraut pergi tanpa berpamitan dari rumah Adhisty, sementara Adhisty dituntun Nendra menuju ruang tengah untuk menenangkannya.

Nendra kemudian pergi ke dapur untuk membawakan segelas air untuk istrinya. Di ruang tengah itu, Adhisty melihat layar ponsel Nendra yang masih menyala, Adhisty meraih ponsel itu dan melihat apa yang ada di layarnya, “Anton?” tanyanya. Rupanya, panggilan suara Nendra dan Anton di aplikasi hijau masih tersambung, ketika nama Anton disebut oleh Adhisty, panggilan suara itu pun tertutup.

Nendra sudah kembali dari dapur dan membawakan air putih juga coklat untuk istrinya, “Terima kasih, Mas. Oh ya, kamu lagi telponan sama Anton, ya?” tanyanya.

“Oh iya, tadi Mas lagi telponan sama Anton, Dek.” “Tapi kok fotonya perempuan, Mas?” Degh! Jantung Nendra berdegup dengan sangat cepat, keringat turut bercucuran membasahi dahinya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Tipu Muslihat Suami Jahat   17 Apartemen Dion 

    “Apa nggak apa-apa kalau aku ma…” Dion menghentikan ucapan Dhafina dengan sengaja menariknya lalu menutup pintu. Dhafina yang belum bersiap itu sudah berada dalam dekapan Dion. Aroma tubuh Dion menyeruak memasuki setiap rongga hidung Dhafina. Dada telanjangnya mampu membangkitkan gairah Dhafina. “Astaga! apa yang sedang aku pikirkan. Padahal aku sudah bersuami,” gumam Dhafina yang masih tetap dalam dekapan dada telanjang Dion. “Mikirin apa sih, Sayang?” tanya Dion menggoda. Ketika Dion berucap, tentu saja bibirnya sangat dekat dengan bibir Dhafina, hawa panas mulai terasa menyelimuti Dhafina yang seakan-akan enggan melepaskan tubuhnya dari Dion. “Nggak kok, tapi aku takut, Yon,” ujar Dhafina. “Nggak usah takut. Selama kamu ada di samping aku semuanya aman,” goda Dion. “Tapi lepasin dulu pelukannya, Yon! Aku engap,” titah Dhafina yang langsung dituruti Dion. Dion perlahan melepaskan pelukannya dari Dhafina, namun tidak disangka sesuatu terjadi. Handuk yang semula melilit pada tu

  • Tipu Muslihat Suami Jahat   16. Dhafina berhenti kerja

    Langit pekat mulai terlihat, cerahnya siang segera berganti malam. Saatnya Adhisty dan Nendra pulang ke rumah. Kegiatan yang sama terus berulang. Pergi pagi hari pulang malam hari dengan berbagai kesibukan yang berbeda. Santapan makan malam sudah tersedia di meja makan. Tentu saja Dhafina telah menyiapkan semuanya. Begitu Adhisty dan Nendra pulang, mereka langsung menuju meja makan setelah mencium aroma wangi masakan yang memaksa masuk ke indera penciuman mereka. “Fin, tumben sekali menyiapkan makan malam,” ujar Adihsty seraya mendaratkan bokongnya di kursi. “Udah lah, Dek, tinggal makan aja repot,” bela Nendra kepada istri keduanya itu yang turut mendaratkan bokongnya juga. “Iya tapi nggak biasanya aja, Mas.” “Aku kan hari ini nggak kerja, Mbak. Jadi mending masak aja buat kalian. Kalian pasti capek kan seharian habis kerja?” tanya Dhafina bersimpati. “Iya, makasih, Fin.” Adhisty berucap malas. Merek

  • Tipu Muslihat Suami Jahat   15. Rasa yang pernah ada

    Dhafina tergesa-gesa menuju alamat yang tertera pada kartu nama yang sempat diberikan Dion kepadanya. Di alamat itu tercantum nama ‘Dion Sparepart “Rupanya impian kamu terwujud juga, ya, Yon,” gumam Dhafina seraya menatap terus kartu nama yang digenggamnya. Setelah 5 menit memesan mobil online lewat ponsel, tak lama sang supir pun sudah tiba di depan rumah. Dhafina bergegas keluar lalu menghampiri supir itu. “Siang, Pak,” sapanya dengan lembut. “Siang, Mbak. Ke Dion Sparepart, ya?” tanya sang supir. “Iya, Pak. Agak cepat, ya!” “Baik, Mbak.” Tidak butuh waktu lama, mobil itu kini sudah berhenti di depan toko Dion. Begitu ia turun dari mobil, gedung 6 tingkat di depannya menyuguhkan pemandangan yang sangat mengagumkan. Begitu besar dan mewah. 2 orang satpam terlihat sedang berjaga di depan pintu utama yang seluruhnya terbuat dari kaca. Dhafina tidak berhenti mengagumi keindahan setiap detil bangunan yang sedang ia

  • Tipu Muslihat Suami Jahat   Bab 14 Tunggu tanggal mainnya, ya, Fin.

    “Bukan siapa-siapa, Mas. Mas tidur lagi aja, masih malam lho, ini.” Adhisty langsung membalikan layar ponselnya karena khawatir Nendra melihat apa yang sedang ia sembunyikan.Adhisty sengaja menyimpan bukti tersebut untuk digunakan pada saat keadaan mendesak. Ia pikir sekarang bukan saatnya untuk menjadikan foto itu sebagai senjata. Masih banyak hari esok seraya mengumpulkan bukti-bukti lain.Keesokan harinya, Dhafina terbangun dengan kondisi badan yang payah. Berulang kali ia pergi ke kamar mandi memuntahkan sisa-sisa mabuknya semalam. Seisi kamarnya bau alkohol. Namun Nendra belum mengetahui hal itu karena ia masih tertidur.Pukul 05.30, Adhisty menuju dapur untuk menyiapkan sarapan karena dengan kondisi Dhafina yang seperti itu mustahil baginya bisa menyiapkan sarapan seperti biasa. Maka Adhisty berinsiatif untuk memasak sendiri hari ini.Karena aroma masakan yang begitu kuat, Nendra akhirnya terbangun dan langsung menuju ruang makan untuk sarapan. Dengan mata yang masih menahan

  • Tipu Muslihat Suami Jahat   Bab 13 Dhafina mabuk

    “Apa Pak Bram mengingat sesuatu tentang camilan itu? Apa Pak Bram pernah memakan camilannya?” tanya Gamal yang menyadari jika Bram terlihat sedang memikirkan sesuatu. Peter tiba-tiba menoyor kepala Gamal yang dianggapnya sok tahu itu sambil berkata, “Semua orang di kota ini pasti pernah makan Charty Snack. Dari zaman gue SD juga snack itu udah ada, bambang!” ucap Peter sangat kesal. “Eh nama gue Gamal, bukan Bambang, ya.” “Serah dah!” Bukan rahasia umum jika perusahaan Charty Snack begitu terkenal. Selain terkenal, perusahaan makanan ringan ini pun sudah sangat eksis dari puluhan tahun lalu. Konsistensi terhadap rasa dari setiap camilannya membuat pelanggan mereka tetap setia dan tidak ingin berpaling ke camilan kompetitor. Namun bukan itu yang sedang dipikirkan oleh Bram, begitu mendengar nama Charty, ia seakan pernah mendengar nama itu di masa lalunya, tetapi Bram masih ragu apakah Charty dalam ingatannya ha

  • Tipu Muslihat Suami Jahat   Bab 12 Menghampiri Bram

    Langkah Adhisty semakin dekat ke arah pria yang semula dilihatnya, dengan segenap rasa ragu yang menyelimuti, Adhisty memberanikan diri berjalan menuju meja yang akan ia tuju. “Jika benar dia adalah Bram, oh sungguh aku akan jadi gila. Bram yang kukenal dulu kumal dan miskin, bagaimana bisa Bram berubah menjadi tampan dan begitu keren seperti saat ini? Bahkan aura kekayaan terpancar di wajahnya,” gumam Adhisty seraya terus melangkahkan kakinya.Adhisty terus berjalan seperti seorang penguntit tanpa sadar jika ada dua orang penjaga memperhatikannya. Sedikit lagi Adhisty tiba di meja itu, namun sang penjaga dengan sigap mencegah Adhisty untuk berjalan lebih jauh lagi.“Stop!” ucap salah satu pria berbadan tinggi dan bertubuh bongsor, peringainya sangat seram jika dilihat dari dekat.“Astaga!” Adhisty terkejut ketika langkahnya diketahui oleh pria besar tadi.“Ibu mau ke mana? Ibu penggemar salah satu pria tampan yang ada di meja itu, ya? Saya sudah banyak ketemu wanita modelan Ibu gini,

  • Tipu Muslihat Suami Jahat   Bab 11 Jus mangga pembuka pintu masa lalu.

    Adhisty berpura-pura jika dirinya sudah puas dan berterima kasih kepada Nendra karena sudah dipertemukan dengan Anton. Adhisty tahu betul jika laki-laki yang baru saja bertemu dengannya adalah seorang aktor sewaan Nendra. Demi terus mengumpulkan bukti untuk menyudutkan Nendra, ia rela menahan semua emosi yang sudah terkumpul di dadanya. Rasanya begitu sesak hingga ia seringkali kesulitan bernapas. Adhisty memang meminta suaminya agar menikah lagi, namun ia tidak menyangka jika lelakinya justru memanipulasi keadaan seolah-olah pertemuannya dengan Dhafina adalah hal yang tidak disengaja. Memikirkan hal itu rasanya sangat menyebalkan sekaligus menyedihkan. Ia merasa telah gagal menjadi seorang istri. Adhisty sebisa mungkin mencoba untuk tegar menerima semua konsekuensi dari apa yang menjadi keputusannya dahulu. Namun ia juga tidak munafik, ia masih sering cemburu ketika melihat kedekatan Nendra dan Dhafina walau setitik kebencian mulai hinggap di hatinya. Andai saja dulu pamannya tid

  • Tipu Muslihat Suami Jahat   Bab 10. Akhirnya bertemu Anton

    Dengan sangat terpaksa, Dhafina menjawab panggilan suara yang terus-menerus berdering itu, “Ha…hallo,” ucap Dhafina dengan pelan.“Sudah kubilang pakai pengeras suara!” titah Nendra.Dhafina langsung menuruti apa yang menjadi ingin Nendra, ia menekan tombol pengeras suara pada ponselnya. 30 detik tidak ada jawaban dari penelpon hingga Dhafina mengulang perkataannya, “Hallo.”“Hallo, bersama Dion di sini, apa benar dengan Ibu Dhafina?”“Ya, benar.”Dhafina tidak mengerti dengan apa yang baru saja dikatakan Dion, ia bertanya mengapa Dion menyapanya dengan sangat formal.“Begini, Bu. Kami dari pusat perbelanjaan Mentari ingin memberitahukan bahwa Ibu terpilih ….”Nendra menarik ponsel Dhafina dan menutupnya secara kasar. “Udah, nggak penting. Zaman sekarang banyak penipuan,” ujar Nendra.Dhafina merasa lega, ia takut jika Dion akan berkata macam-macam, rupanya laki-laki itu pandai membaca situasi juga.Tak terasa, teriknya siang ini berganti malam. Dhafina, Nendra, maupun Adhisty, semuan

  • Tipu Muslihat Suami Jahat   9. Tragedi Cafe

    Adhisty mengeluarkan ponselnya untuk memfoto dua insan yang sedang asik bercengkrama di café itu, tetapi entah mengapa rasa ragu justru menyelinap dalam dirinya. Adhisty yakin jika Dhafina sedang bekerja, jadi tidak mungkin wanita yang ia lihat kini adalah Dhafina. Jika dilihat dari punggungnya, memang pemilik postur tubuh seksi nan mungil itu mirip sekali dengan Dhafina, tetapi ia ragu jika itu Dhafina. Lagi pula, Dhafina telah berselingkuh dengan suaminya cukup lama, mana mungkin Dhafina ada waktu dengan pria lain. Adhisty tersadar dari lamunannya setelah Iren menjentikkan jari tepat di depan wajahnya. “Eh Adhis, ngapain lo bengong gitu?” “Nggak, Ren. Tadi gue kaya liat istri kedua suami gue sama cowo lain,” tutur Adhis. Hubungan Adhis dan Iren sangatlah dekat karena mereka satu SMA. Hubungan pertemanan itu terjalin hingga saat ini. Adhisty berandai jika Iren belum bersuami, maka ia akan menjadikan Iren istri kedua untuk suaminya, dengan terkekeh Adhis menggoda Iren, “Lo sih nika

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status