Share

BBA 93

last update Last Updated: 2025-08-28 08:51:51

Fatih berdiri dan melangkah tegap mendekati Naura. Dengan mantap, dia menggandeng tangan istrinya ke tempat ijab qabul yang baru saja dilaksanakan. Sontak saja keheningan tadi berubah ramai. Masjid itu langsung dipenuhi gumaman dan suara tawa.

“Sabar dong, Mas Fatih, main gandeng aja.”

“Waduh, kelamaan puasa. Tenang, Nak Fatih, malam masih lama.”

Masjid itu langsung pecah oleh suara tawa. Kalimat-kalimat candaan barusan membuat wajah dan telinga kedua mempelai terasa panas. Rona merah terlihat jelas dari wajah Naura dan Fatih.

Wanita itu memonyongkan bibir dan menghentakkan tangan Fatih. Sementara Fatih tersenyum menggoda. Naura berusaha melepaskan gandengan tangan Fatih. Namun, lelaki itu memegang erat tangan Naura hingga akhirnya dia pasrah mengikuti langkah lelaki yang baru sah menjadi suaminya.

Sesampainya di tempat akad tadi, Fatih dan Naura langsung duduk. Setelah dipersilahkan oleh pembawa acara, Fatih memegang kepala Naura untuk membaca doa.

"Allahumma inni as’aluka min khoir
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Dewi Nophie Lestari
Naura menemukan kebahagiaaannya.
goodnovel comment avatar
Diana Susanti
kakak aku nangis kak beneran ingat ortu ku yg sudah nggak semua al-fatihah untuk beliau berdua
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Titik Nadir Sang Pendosa   BAB 109

    Setahun pernikahan, belum ada tanda-tanda Naura isi. Padahal, tidak seperti yang orang lain duga, mereka tidak menunda sama sekali. Baik Naura maupun Fatih sepakat kapanpun diberi akan mereka syukuri. Namun, saat orang mulai bertanya, Naura sepertinya mulai terganggu.Keesokan harinya, mereka bisa bernapas lega saat dokter mengatakan dari hasil pemeriksaan, keduanya baik-baik saja. Mereka bahkan langsung berhubungan karena tadi dokter mengatakan ini sedang puncak masa subur Naura kalau dihitung dari terakhir kali jadwal datang bulannya.“Bang?” Naura menoleh ke arah Fatih sesaat setelah mereka selesai. Wanita itu memiringkan tubuh dan menatap wajah suaminya yang berkeringat. Dia tersenyum lebar kalau mengingat setiap kali kebersamaan, Fatih tidak pernah egois memikirkan dirinya sendiri. Suaminya selalu mendahulukan Naura sampai lebih dulu, sehingga dia bisa merasakan betapa lelaki itu mencintainya.“Hmm?” Fatih tersenyum. Dia mengelus pipi Naura sambil menatap wajah istrinya yang terl

  • Titik Nadir Sang Pendosa   BAB 108.2

    “Apa tidak terlalu cepat memasukkan Clara ke sekolah?” Asma menghela napas panjang saat Fatih dan Naura mampir kesana. Wanita itu terlihat sedikit keberatan dengan keputusan yang diambil oleh anaknya. Sudah sekitar satu bulanan ini, Clara yang sudah genap berusia empat tahun mulai mengikuti PAUD.“Clara itu terlalu menempel pada Naura, Ma. Dia bahkan tidak mau bermain dan melakukan apapun kalau tidak didampingi oleh mamanya. Maka dari itu, Fatih putuskan memasukkan dia ke PAUD agar dia belajar mandiri. Ya masa nanti kalau sudah TK harus ditunggui seharian.” Fatih mengangkat bahu.“Anak mandiri itu ada masanya, Fatih. Jangan terlalu memaksakan Clara agar bisa ini itu. Kasihan dia. Ini usianya sedang masa bermain. Heran Mama dengan orangtua zaman sekarang. Kenapa berlomba-lomba memasukan anak ke sekolah di usia muda. Bahkan masih dalam perut pun sudah disuruh belajar pakai apa itu namanya, alat yang ditempel di perut biar anaknya cerdas. Hadeeeeh, anak pintar itu ada waktunya.”“Bukan b

  • Titik Nadir Sang Pendosa   BAB 108

    Aini menghela napas panjang. Dia berjalan menuju kasur dan menidurkan Arjun disana. Setelah memastikan anaknya terlelap, Aini mendekat ke arah Indra yang masih terpaku di tempatnya. Wanita itu meraih ponsel yang dipegang oleh Indra. Dia terkekeh pelan melihat nama mertuanya di layar ponsel. Aini menggeleng pelan, betapa luar biasanya Naura hingga bertahun berlalu, tapi namanya masih menjadi pembahasan keluarga suaminya.“... Alhamdulillah dia kelihatan senang hidupnya, Ndra. Suaminya terlihat betul sayang sama dia. Naura juga dekat dengan anak sambungnya. Dari gerak-gerik mereka, Ibu bisa lihat kalau keluarga mereka adem ayem. Ya … semoga memang seperti itu. Ibu lega mengetahui Naura akhirnya mendapat pendamping orang yang tepat.”Aini memejamkan mata rapat-rapat mendengar ucapan mertuanya di ujung telepon sana. Dia merasa geli mengetahui mertuanya lega mengetahui Naura menikah dengan orang yang tepat. Sementara dia sendiri, apa Rida pernah memikirkan menantunya menikah dengan orang y

  • Titik Nadir Sang Pendosa   BAB 106

    “Besok ke candi sama Papa nggak, Ma? Arjun mau sama Papa. Arjun mau foto bertiga. Kalau Papa masih sakit, nanti bisa duduk saja. Disana pasti ada tempat duduknya.” Arjun kembali menanyakan Indra. Wajar saja kalau anak lelaki itu terus menanyakan papanya. Sebelum mereka liburan kesini, Indra sudah menjanjikan banyak tempat untuk dikunjungi.Walau belum pernah ke Yogya, tapi Indra bersemangat sekali ingin mendatangi tempat-tempat yang pernah didatangi Aini semasa menempuh pendidikan di kota itu. Namun, satu tempat pun tidak ada yang terealisasi mereka kunjungi bersama. Aini memang membawa Arjun kesana sesuai rencana walau tanpa Indra. Sementara Indra sendiri yang beralasan kurang enak badan entah apa yang dilakukannya selama mereka tidak ada.“Coba nanti kita lihat keadaan Papa dulu ya? Kasihan Papa kalau dipaksakan. Arjun ‘kan tahu sendiri kalau orang sakit bagaimana? Bawaannya lemas dan maunya tiduran saja.” Aini berusaha memberi penjelasan karena dia tahu kalau Indra memang benar-ben

  • Titik Nadir Sang Pendosa   BAB 105

    “Naura, ayo masuk.” Wida tersenyum lebar menyambut kedatangan Naura dan Fatih. Wanita itu membenarkan selendang yang dia sampirkan ke kepala. “Bapak sama adik-adikmu sudah menunggu di meja makan. Yuk langsung saja. Biar enak ngobrol-ngobrolnya kalau perut kenyang.”Naura dan Fatih mengangguk berbarengan. Keduanya berjalan beriringan mengikuti Wida. Hari ini, mereka diundang makan malam sekalian menginap disana karena rencananya lusa keduanya akan kembali ke Kalimantan.Naura menghela napas panjang. Sejujurnya, dia kurang nyaman berada disana. Walau mereka sudah saling memaafkan dan hubungan pun sudah terjalin dengan baik, tapi ganjalan di hati tetap terasa. Tidak mudah bagi Naura melupakan bagaimana perlakuan Bendri dan Wida padanya saat masih kecil dulu.Tiga kali dia diusir dari rumah itu oleh Bendri, dan Wida memilih diam saja, tidak melakukan apa-apa. Yang terakhir masih sangat segar diingatan Naura. Bendri menampar dirinya karena mendatangi rumah orangtua Indra. Saat itu terjadi,

  • Titik Nadir Sang Pendosa   BAB 104

    Leha bahkan tidak tahu kalau anaknya begitu membanggakan dengan segudang prestasinya saat masih di bangku sekolah. Foto-foto di dinding rumah Ila menjadi saksi bisu atas semuanya. Hanya karena ketiadaan biaya, Naura tidak bisa melanjutkan kuliah. Ila bahkan merasa berat hati melepas Naura merantau dulu karena menginginkan keponakannya itu meneruskan pendidikan.“Semua sudah berlalu. Naura juga sudah berdamai dan menerima masa lalu. Sekarang, saatnya kita membuka lembaran baru. Dampingi dia yang sudah melangkah ke gerbang pernikahan agar jangan sampai mengulangi kesalahan yang pernah kita lakukan selama menjalani pernikahan.”Leha semakin terisak mendengar ucapan Ila. Penyesalannya bergulung-gulung di dalam dada. Namun, dia merasa lega karena kini hubungannya dengan Naura sudah membaik. Setidaknya, Tuhan masih berbaik hati memberinya kesempatan bisa memperbaiki diri sebelum janji kematian datang menjemput.Kepulangan Naura menjadi buah bibir tetangga. Mereka takjub melihat perubahan Na

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status