Share

Bab 05 <> Kembalinya ingatan Inara

Roda-roda kecil itu terus berputar membawa mobil itu hingga terseret beberapa meter. membawa gerbongnya pergi menjauh, meninggalkan goresan-goresan hitam di permukaan rel. Suara bisingnya yang memekakkan telinga semakin lama semakin melemah, hingga tidak terdengar sama sekali. Suasana kembali sunyi mengheningkan sang malam. Membiarkan suara angin menyapa gendang telinga dengan syahdu.

Dibawah cahaya sang rembulan, tampak dua sosok manusia sedang terbaring tak berdaya diatas hamparan rumput disekitar rel kereta api. Baru saja mereka jatuh berguling-guling, demi menyelamatkan nyawa salah satu dari mereka. Sontak Kiev segera bangkit dengan menahan segala rasa sakit yang mendera tubuhnya, ia tidak perduli lagi dengan keadaan dirinya. Dengan susah payah ia berhasil menjangkau Inara yang terlempar agak jauh darinya, dengan segera Kiev meraih kepala wanita itu dan diletakkan dipangkuannya dengan penuh kasih sayang. Wajah ayu itu terlihat tenang seakan tanpa dosa dalam pingsannya.

"Inara … Inara, buka matamu, sayang!" panggil Kiev dengan begitu khawatir, sebelah tangannya mengguncang-guncang pipi Inara. namun, wanita itu tetap tak bergeming.

Suara lembutnya memanggil nama kekasihnya dengan panik, kecemasan mulai menghantui pikirannya saat melihat mata wanita itu masih terpejam. Ia menggenggam erat jemari kekasihnya, seakan tak akan pernah terlepaskan lagi. Tatapan penuh kekhawatiran seakan tidak pernah bergeming memandangi wajah wanitanya.

Ditengah kekhawatiran itu, perlahan Inara membuka kedua matanya dan memanggil nama Kiev dengan lemah. Namun, suara itu terdengar mesra menyapa gendang telinga Kiev, yang saat ini merasa sangat bersyukur kekasihnya telah tersadar dari pingsannya. Senyum kebahagiaan terukir jelas dibibir, mewakili suasana hatinya saat ini. Untuk sesaat mereka saling memandang, seolah ingin mencurahkan segala rasa yang terpendam.

"Maafkan aku, yang tak mampu menghindari pernikahan ini." Isak tangis Inara pecah seketika, menyesali apa yang telah terjadi. Sekalipun tidak pernah terpikirkan olehnya, menikah dengan pria yang sama sekali tidak dikenalnya.

Kini wanita itu menyadari akan statusnya saat ini, dengan menatap gaun pengantin yang telah dikotori lumpur seakan menyayat pilu relung hatinya. Kiev memohon maaf atas semua yang telah terjadi, jika saja ia tidak menyanggupi permintaan Agam, tentu tragedi ini tidak akan pernah terjadi, semua peristiwa nelangsa itu berawal dari dirinya sendiri. Namun, apalah daya, nasi telah menjadi bubur, menyesal kemudian tiada berguna.

Dari arah berlawanan tampak dua mobil mewah melaju dengan sangat cepat, merambat menembus gelapnya malam. Rupanya Agam beserta anak buahnya sedang mencari keberadaan Inara, dan berhenti tepat di samping dua insan yang saling mencintai. Seorang pria berwajah sangar turun dari dalam mobil dengan tampang yang sangat menyeramkan dalam kemarahannya. Agam mendapatkan informasi keberadaan Inara dan Kiev dari sebuah sumber rahasia.

"Tidak kusangka, selain hobimu menyembunyikan hak milik orang lain, kau juga memiliki hobi mencuri, Kiev!" Sentak Agam dalam amarah yang berkobar-kobar, kedua matanya membelalak hampir keluar.

Melihat langkah pria itu semakin mendekat, Kiev segera berdiri dengan menyampingkan tubuh Inara kebelakang. Wanita itu tampak gelisah, tidak tahu apa yang harus dilakukan, yang jelas saat ini kedua tangannya tengah memeluk kekasihnya dari belakang. Sebuah pelukan yang seakan membuktikan kepada dunia jika mereka saling mencintai dan tak ingin terpisah.

Kiev mengedarkan pandangannya ke sekeliling, saat ini anak buah Agam saat ini telah mengurungnya bersama Inara dalam lingkaran kebuasan. Tampak di tangan masing-masing memegang senjata, siap menyerang apapun yang menjadi sasaran mereka. Akan tetapi, itu semua tidak membuat Kiev takut dan menyerah, ia akan membuktikan janjinya saat ini juga.

Pertarungan tak dapat dielakkan lagi, ketika menerima aba-aba dari tuan mereka, sontak anak buah Agam menyerang Kiev dengan pukulan bertubi-tubi. Kiev menghindari serangan-serangan itu seraya berusaha melindungi Inara yang masih setia bersamanya. Sesekali Kiev mengangkat tubuh Inara untuk membalas serangan musuhnya, agar wanita itu terhindar dari pukulan musuh.

"Akh …!" pekik Kiev ketika sebuah balok berhasil menghantam dadanya, seteguk cairan kental berwarna merah keluar dari dalam mulutnya, membuat pakaiannya bersimbah darah.

Sebuah pergulatan yang tak seimbang, satu lawan sepuluh membuat Kiev terdesak dan akhirnya harus tumbang di medan pertempuran. Tubuh yang terkapar itu segera diseret menjauh dari Inara, agar mereka lebih leluasa menghajar bahkan menghabisi Kiev. Agam menikmati tragedi itu, dengan sebuah senyum kepuasan tanpa memperdulikan Inara yang memohon berlutut dikakinya.

Tidak ada yang lebih menyakitkan bagi Inara selain melihat kekasihnya tersiksa ditangan para anak buah Agam. Air matanya membanjir seakan ikut mengemis secercah kebaikan dari pria itu, demi keselamatan orang terkasihnya. Hingga sebuah kata yang sama sekali tidak ingin terucap, keluar dari bibirnya yang bergetar ketakutan.

"Aku bersedia menghabiskan seluruh hidupku bersamamu, asal kau lepaskan kekasihku, hiks … hiks … hiks …," pinta Inara mengiba di sela isak tangisnya.

Mendengar Inara menyebut Kiev dengan sebutan kekasih, membuat Agam menatapnya dengan tatapan nyalang. Pria itu menghunuskan sorotan mata tajam, siap menginterogasi. Ia merasa tidak terima Inara dengan cinta yang diberikan Inara terhadap Kiev Arion.

"Apa? Kau menyebutnya kekasih?" balas Agam bertanya, "lihatlah! Pria lemah yang tidak memiliki sedikit pun kekuasaan kau sebut dia kekasih?"

"Aku mencintainya, dia adalah jiwa keduaku, aku mohon biarkan dia hidup." Inara menangkupkan kedua tangannya didepan dada, berharap pria didepannya akan segera menyudahi perseteruan itu.

Diujung jalan segerombolan anak buah Agam masih belum puas menyiksa Kiev yang semakin melemah. Suara teriakannya seolah hilang dibawa angin, tidak satu pun diantara mereka yang berbelas kasihan terhadap pria malang itu. Mendengar pengakuan Inara membuat Agam semakin murka, ia melangkah ke arah Kiev setelah mendorong Inara dari hadapannya dan membuat kepala Inara membentur pintu mobil.

Inara memegangi bagian kepalanya, rasa sakit yang sungguh hebat ia rasakan bagaikan menghancurkan kepalanya. Inara menjerit-jerit, ia melihat seperti sebuah kaset rusak yang bergerak mundur didalam ingatannya. Reflek Inara menggapai spion mobil sebagai tempatnya bertahan agar tidak terjatuh. Tak lama kemudian rasa sakit itu pun mereda, dengan keringat dingin yang membanjiri tubuhnya, Inara menatap dengan kedua mata membulat ke arah Kiev

"Aku ingat semuanya, Kiev!" teriaknya dengan suara lantang. Sontak saja kata-kata itu terdengar seperti gemuruh petir tanpa hujan, sebuah kata yang akan memberikan titik terang siapa Inara sebenarnya. Kata-kata yang mampu menggetarkan hati seseorang yang sedang bersembunyi dibalik kegelapan malam.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status