"Pernikahan demi kepentingan tidak lah buruk," timpal Marco membuatku tercengang bercampur heran.
Aku tergelitik. Seorang Kolonel, mengajakku menikah hanya untuk mengetahui, apa yang terjadi dengan kakak pertamanya. Padahal Marco bisa mencari tahu sendiri, tanpa bantuanku. "Tuan Marco kaku sekali, sampai menikah tanpa cinta pun tak masalah." Aku mencoba mencairkan suasana. "Cinta bisa datang kapan saja," sahut Marco. Dia pasti mengira jika candaanku barusan adalah sesuatu yang serius. Aku ingin masuk ke dalam rumahku, tapi Marco sama sekali tak membiarkanku untuk beranjak. Sebenarnya, apa yang ada di kepala Marco? Kami berdua saling diam dan hanya memandang satu sama lain cukup lama, sampai akhirnya Marco bersuara. Ia mengatakan bahwa kematian Tuan Julian tak masuk akal, ibunya dan Lukas juga tak menjelaskan apa-apa. Aku menghembuskan napas panjang, sudah terlalu lelah dengan hari ini. Aku ingin melepas penat dengan rebahan di kasurku yang mungil dan empuk. Kapan Marco mau melepaskanku? "Aku baru saja dihempas oleh lelaki yang selama ini aku cintai. Ayolah ... Biarkan aku masuk rumah," mohonku sembari ngedumel. "Aku tidak akan membiarkanmu masuk, sebelum kamu mengatakan semua yang kamu ketahui soal kematian kakakku," paksanya makin mengeratkan cengkeramannya pada tanganku. "Jika aku memberitahumu, apa imbalan yang aku dapat?" sungutku merasa frustrasi dengan sikap Marco. "Apa yang kamu mau? Harta? Uang? Aku bisa memberikannya padamu semua yang aku miliki," tawar Marco tanpa ragu. Dengan penuh percaya diri, aku menjawab, "Aku mau gelar Duchess of Elysium menjadi milikku." Marco terdiam. Meski aku tak bisa membaca ekspresinya yang datar, aku yakin, dia pasti terkejut. "Maka aku harus merebut posisi Lukas terlebih dahulu," ucapnya setelah berpikir. Aku merosotkan pundakku, apakah dia tidak sadar dengan apa yang ia katakan? Marco sepertinya memang berniat untuk menikahiku. "Aku hanya bercanda." Aku buru-buru meluruskan. "Mana mungkin wanita dari kalangan bawah sepertiku menjadi Duchess," imbuhku. Aku mencoba menarik lenganku, dan kali ini berhasil terlepas. Aku jadi takut dengan Marco yang memandangku lekat. Tampangnya seperti binatang buas yang hendak menerkam mangsanya. Aku berbalik, dan melangkah menuju pintu kayu rumahku, namun lagi-lagi aku ditahan oleh Marco. Bahkan kali ini laki-laki itu mengukungku, membuatku merinding sekaligus terpanah atas ketampanannya. "Kamu pasti kesal dengan perilaku Lukas. Aku bisa membantumu membalasnya," tutur Marco, sebelah tangannya menyentuh untaian rambutku. Haruskah aku percaya dengan perkataan Marco? Hey, ini adalah obrolan terpanjang kami. Aku sama sekali tidak mengenal sosok asli Marco. Lelaki itu jarang di rumah karena pergi menjalankan tugas dari Kaisar. "Kamu mau membantuku melampiaskan kekesalanku? Dengan cara apa? Menikah?" Aku mencibirnya. "Ya." Ya ampun ... Tak habis pikir. Aku tersentak begitu melihat matanya tak goyah, menandakan jika Marco tidak main-main dengan ucapannya. Aku menahan dada bidang Marco agar tak makin menghempitku. Lelaki ini agresif sekali. Mataku melirik ke kanan dan ke kiri, berharap tak ada orang lain yang melihat kami dalam posisi intim seperti ini. Sangat tidak elok, mengingat kami bukanlah pasangan suami-istri. "Sudah malam, aku mengantuk," kilahku. "Tuan ... Pulanglah," suruhku mendorong pelan dada Marco. Aku bersyukur saat Marco memundurkan tubuhnya. Ia menyentuh daguku dengan jari telunjuknya. "Besok hari pernikahan Lukas dan Lady Clara. Datanglah untuk memberiku jawaban. Sopirku akan menjemputmu," pungkas Marco tersenyum tipis. Belum sempat aku menjawab, Marco berlalu menuju mobil. Ia sempat melambaikan tangan, tanda perpisahan padaku, sebelum masuk ke dalam mobil dan pergi. Aku menyentuh kepalaku yang berdenyut sakit. Sesuatu yang menimpaku hari ini sangat mengejutkan. Pertama, Lukas membuangku, dan yang kedua, tak ada angin, tak ada hujan, Marco mengajakku menikah. Aku mengeluarkan napas berat. Daripada aku makin pusing, lebih baik aku pergi tidur. *** Keesokan harinya, aku terbangun karena mendengar suara pintu rumahku digedor-gedor. Aku yang masih mengumpulkan nyawa, terpaksa melangkah menuju pintu, guna memeriksa apa yang sedang terjadi. Begitu pintu terbuka, tiga pelayan menyambutku dengan ramah. Mereka memperkenalkan diri, dan memberitahuku bahwa Marco yang memerintah mereka secara langsung untuk mendandaniku. Aku tetap mempersilakan mereka bertiga masuk. Aku menghidangkan beberapa camilan, dan minuman untuk ketiga pelayan, dan beberapa bawahan Marco yang ikut datang. Setelah aku membersihkan tubuh, dan didandani secantik mungkin, aku segera diantar ke tempat di mana Lukas menikah. Aku menghirup napas panjang, lalu menghembuskannya secara kasar. Sebenarnya aku malas melihat Lukas, apalagi harus menjadi salah satu saksi dari pernikahannya bersama wanita lain. Aku memang sakit hati, tapi rasa kesalku pada Lukas lebih dominan. Kesedihanku berubah menjadi amarah. Dasar lelaki berengsek. Karena selama perjalanan aku terlalu fokus pada pikiranku sendiri, aku sampai tak sadar jika aku telah sampai. Kedatangku disambut oleh Marco yang ternyata menungguku. "Kamu ... Terlihat mempesona," puji Marco meraih jemariku agar mengikutinya. Aku bersyukur, sebab Marco tak mengajakku menemui Lukas. Pemuda gagah itu justru membawaku ke paviliun yang berada di lantai tiga istana. Dari sini, kami masih bisa melihat upacara pernikahan Lukas dan Clara dilaksanakan. "Kenapa, Tuan tidak menemani Lukas?" tanyaku menucuri pandang ke arah Marco. "Untuk apa aku menemaninya?" lontar Marco mengenggam jemariku yang berbalut sarung tangan beludru. "Aku lebih suka di sini bersamamu," gombalnya. Kendati Marco menghujaniku dengan kata-kata manis, aku sama sekali tak terharu, atau tergoda. Aku justru merasa aneh. Aku kembali fokus memperhatikan Lukas dan Clara. Mataku perih menyaksikan Lukas mencium Clara dengan lembut. Aku pun memejamkan kedua mataku sambil menggigit bibir bawahku. Perasaanku campur aduk. Aku tersentak saat Marco merangkul pinggangku. Aku yang panik justru membuatnya terjatuh di atas sofa. Aku yang kehilangan keseimbangan, ikut terjatuh. Untung Marco dengan sigap menarik lalu memelukku, sehingga aku jatuh di pangkuannya. "Eh? Maaf ...." Aku buru-buru berdiri, namun Marco menahan. Tanpa aba-aba, Marco menciumku. Tidak! Tak hanya mencium, ia juga melumat bibirku. Aku yang gelagapan mendorong pundak Marco, akan tetapi usahaku sia-sia, tubuh Marco bergeming, seperti batu. Akhirnya aku lebih memilih untuk pasrah dan menikmati. Aku jadi curiga, jangan-jangan ... Marco menyukaiku. Tapi, apa alasannya? Banyak wanita cantik dari kalangan bangsawan, 'kan? Lantas, kenapa aku? Apakah Marco hanya ingin memanfaatkan aku, sama seperti kakaknya yang hanya menjadikanku alat semata? Ciuman kami terlepas di saat Marco telah puas. Kami saling melempar pandangan. Aku terpanah dengan senyum manis yang terpantri pada wajah tampan Marco. "Aku tidak keberatan jika menjadi pelampiasanmu," bisik Marco. Kedua mataku melebar. Aku tak salah dengar, 'kan? Sebenarnya apa yang terjadi? Situasi ini ... Membuat kepalaku pusing. "Tuan Marco, maaf." Aku berpindah duduk di samping Marco. Aku merapikan gaunku, lalu melanjukan perkataanku, "Katakan dengan jelas, apa tujuanmu memperlakukanku seperti ini?" Marco terkekeh, "Aku juga tidak tahu." Aku mengeluarkan napas lelah. "Aku baru saja dipermainkan oleh kakakmu. Jika kamu hanya ingin mencobaku, aku tidak bersedia," tegasku. "Mencobamu?" Marco menaikkan sebelah alisnya. "Mari memperjelas segalanya," tegasku. "Kamu ingin menikah denganku?" Marco mengangguk sebagai jawaban. "Kamu ingin aku membantumu mengungkap kematian kakak pertamamu, terus kamu kasih aku imbalan, kesediaanmu menjadi pelampiasanku?" Aku memastikan. Kali ini Marco tak langsung menjawab, melainkan berpikir beberapa detik. Apakah dia ragu? "Begitulah ... Yang penting, kita menikah." Bersambung ....Kami menikah dua hari kemudian, di sebuah gereja terbesar yang berada di wilayah Kerajaan Eldoria. Aku mengenakan gaun yang luar biasa indah. Bukan sekadar gaun pengantin, tapi sebuah karya seni. Saat aku memakainya, rasanya seperti mengenakan langit bertaburan bintang.Bunga-bunga kecil berkilauan, seperti embun pagi yang memantulkan cahaya matahari, tersebar di seluruh permukaan gaunku.Potongan V-neck yang elegan menonjolkan tulang selangkangku, sementara lengan panjangku memberikan sentuhan anggun dan klasik. Rok gaunku mengembang, seakan-akan aku melayang di atas awan, ringan dan bebas. Di hari pernikahanku ini, aku bukan hanya seorang pengantin wanita, tapi seorang putri dalam dongeng, bersinar dalam gaun yang tak terlupakan. Di hadapanku, Marco berdiri dengan gagah perkasa. Tidak bisa berbohong, aku sempat terpesona olehnya yang merupakan seorang Perwira dengan pangkat Kolonel.Marco menatapku dengan penuh cinta. Aku p
“Sayang ... Sabarlah ....” Ayahku mengelus paha Ibuku, berusaha menenangkan Ibuku. “Cinta bisa datang kapan pun, tak memandang siapa, dan di mana. Sama seperti cinta kita,” terang Ayahku dengan nada rendah.Ibuku menundukkan kepalanya sejenak, lalu memandangku nanar. “Aku sangat takut anakku kesepian karena menikahi tentara,” ungkap Ibuku. “Tentara, selalu berada di garis depan ketika perang,” gumamnya masih bisa aku dengar.Aku memahami kekhawatiran ibuku.“Aku berencana untuk menikahkanmu dengan saudagar kaya. Menjauhkanmu dari kejamnya hierarki ini,” tutur Ibuku.Aku tersenyum. “Ibu ... Bagaimana mungkin aku bisa lari dari sistem? Aku lahir sebagai keponakan Kaisar. Sejak kecil, teman bermainku bukan orang biasa, melainkan putra mahkota,” tukasku. “Aku tidak ingin berpolitik, karena kerajaan melarang wanita ikut berpolitik. Aku hanya sekedar mempelajarinya saja.”Aku melihat Ibuku menautkan jemarinya, menandakan jika beliau cemas. Sedangkan Ayahku tampak bangga padaku. Sepertinya,
Aku mengernyitkan dahi. “Kamu terpukau dengan kerajaan yang telah merebut kemerdekaan kerajaanmu?” Tentu aku heran, dan tercengang.“Ketika Kerajaan Eldoria menyerang Kerajaan Elysium yang dipimpin ayahku, aku berusia 5 tahun. Jadi, aku tidak merasakan dampak dari perang.” Marco tersenyum tipis, ia lanjut berbicara, “Aku bermain di dalam istana bersama pelayan.” Ia terkekeh sambil memainkan cincin yang ada di jari manisku. “Lantas, kenapa kamu bisa terpukau?” tanyaku mengalihkan pendanganku ke arah lain. Aku tak kuat dengan pesona Marco, lelaki berusia 25 tahun ini sangat menawan. “Kakak pertamaku, Julian. Yang waktu itu bergelar putra mahkota ikut berperang,” tutur Marco. “Setelah peperangan berakhir, kakak pertamaku menceritakan tentang kehebatan kekuatan militer Kerajaan Eldoria,” jelasnya.Aku mengangguk mengerti. Dengan kata lain, Marco sangat percaya dengan apa yang diceritakan Tuan Julian.“Sebagai penduduk asli Eldoria, aku merasa bangga. Yang Mulia Kaisar sangat hebat!” uj
Kesepakatan telah terjalin, kami memutuskan untuk menikah. Namun, sebelum itu, kami membutuhkan restu dari keluarga kami.Selepas pesta pernikahan Lukas dan Clara, setelah semua tamu undangan pulang, lebih tepatnya pada jam 10 malam, Marco meminta Nyonya Emilia dan Lukas untuk berkumpul di ruang keluarga utama. Melihatku, Lukas mendengus kesal, menunjukkam ketidaksukaannya terhadapku."Kami akan menikah," tegas Marco. Tentu pernyataan lantang Marco mengejutkan mereka berdua. Lukas langsung mencemooh Marco dengan mengatakan bahwa Marco gila, dan bodoh. "Anakku Marco ... Tidak ada wanita lain, kah? Kenapa kamu ingin menikahi wanita dari kalangan bawah?" cecar Nyonya Emilia memandang nyalang ke arah Marco. "Kakakmu saja tak sudih bersama wanita ini," imbuhnya menatapku sinis. "Lantas?" tantang Marco. "Aku hanya memberitahu kalian, bukan meminta izin atau restu kalian," tuturnya santai. Aku terkejut, tak menyangka jika Marco berani bertingkah tak sopan pada ibu dan kakaknya. Aku jadi
"Pernikahan demi kepentingan tidak lah buruk," timpal Marco membuatku tercengang bercampur heran. Aku tergelitik. Seorang Kolonel, mengajakku menikah hanya untuk mengetahui, apa yang terjadi dengan kakak pertamanya. Padahal Marco bisa mencari tahu sendiri, tanpa bantuanku. "Tuan Marco kaku sekali, sampai menikah tanpa cinta pun tak masalah." Aku mencoba mencairkan suasana. "Cinta bisa datang kapan saja," sahut Marco. Dia pasti mengira jika candaanku barusan adalah sesuatu yang serius.Aku ingin masuk ke dalam rumahku, tapi Marco sama sekali tak membiarkanku untuk beranjak. Sebenarnya, apa yang ada di kepala Marco? Kami berdua saling diam dan hanya memandang satu sama lain cukup lama, sampai akhirnya Marco bersuara. Ia mengatakan bahwa kematian Tuan Julian tak masuk akal, ibunya dan Lukas juga tak menjelaskan apa-apa. Aku menghembuskan napas panjang, sudah terlalu lelah dengan hari ini. Aku ingin melepas penat dengan rebahan di kasurku yang mungil dan empuk. Kapan Marco mau melepa
Sambutan meriah rakyat berikan pada Lukas, Duke baru Kadipaten Elysium. Pria tampan berusia 27 tahun itu mendapatkan gelar tertinggi setelah kakaknya, Tuan Julian meninggal akibat sakit.Melihat Lukas menebar senyum, sembari melambaikan tangan kepada rakyatnya, membuatku ikut tersenyum senang.Sebagai kekasih yang menemani Lukas selama 3 tahun, aku merasa sangat bangga dengan keberhasilannya. Namun ... Kebahagiaanku sirna begitu saja saat aku melihat wanita lain berdiri di samping Lukas, dan diperkenalkan sebagai calon Duchess, pendamping Lukas, wanita yang akan dinikahi oleh kekasihku.Tanpa sadar, air mataku jatuh. Aku menyentuh dadaku yang terasa sesak. Lukas ... Tidak menganggapku? Ingin sekali aku menghampirinya, menginterupsinya. Tapi aku tak ingin menghancurkan hari istimewa Lukas. Hari yang telah lama dinanti olehnya.Aku terdiam sambil menatap lurus kekasihku yang sedang bercanda gurau bersama wanita itu, dan ibunya yang sangat membenciku ... Setelah perayaan berakhir, barul