Beranda / Urban / Transaksi Cinta Bersama Kolonel / Bab. 01. Luka Yang Mengejutkan

Share

Transaksi Cinta Bersama Kolonel
Transaksi Cinta Bersama Kolonel
Penulis: Kurnia

Bab. 01. Luka Yang Mengejutkan

Penulis: Kurnia
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-02 09:43:53

Sambutan meriah rakyat berikan pada Lukas, Duke baru Kadipaten Elysium. Pria tampan berusia 27 tahun itu mendapatkan gelar tertinggi setelah kakaknya, Tuan Julian meninggal akibat sakit.

Melihat Lukas menebar senyum, sembari melambaikan tangan kepada rakyatnya, membuat Gisela ikut tersenyum senang.

Sebagai kekasih yang menemani Lukas selama 3 tahun, Gisela merasa sangat bangga dengan keberhasilan Lukas. Namun, kebahagiaan Gisela sirna begitu saja saat ia melihat wanita lain berdiri di samping Lukas, dan diperkenalkan sebagai calon Duchess, pendamping Lukas, wanita yang akan dinikahi olehnya.

Tanpa sadar, air mata Gisela jatuh. Ia menyentuh dadanya yang terasa sesak.

“Lukas Tidak menganggapku?” batin Gisela, tersakiti.

Ingin sekali Gisela menghampiri Lukas, lalu menginterupsi lelak itu. Namun Gisela tak ingin menghancurkan hari istimewa Lukas. Hari yang telah lama dinanti olehnya.

Gisela hanya terdiam sambil menatap lurus kekasihnya yang sedang bercanda gurau bersama wanita itu. Pandangan Gisela beralih pada ibu Lukas yang sangat membencinya selama ini.

Setelah perayaan berakhir, barulah Gisela berani menghampiri Lukas, menanyakan mengenai semua hal yang terjadi. Jawaban yang diberikan Lukas seketika membuat hati Gisela makin terluka. Secara sepihak Lukas mengakhiri hubungan mereka yang telah terjalin selama 3 tahun.

“Kamu membuanganku begitu saja?” Gisela tertawa getir. “Setelah semua yang aku lakukan untukmu?” lirihnya.

“Memangnya apa yang telah kamu lakukan untukku?” sungut Lukas. “Hey, aku tidak pernah memintamu untuk melakukan apa pun, apalagi membantuku. Kamu sendiri yang mengajukan diri,” papar Lukas, menatap tajam Gisela.

“Jika memang seperti itu adanya, kenapa kamu tidak menolakku?! Kenapa kamu tidak mengusirku dari sisimu sejak awal?!” sosor Gisela, melempar tatapan sinis pada Lukas.

“Kamu terus mengejarku seperti parasit. Jika aku bisa menyingkirkanmu, pasti sudah aku lakukan sejak awal,” kelit Lukas, memandang kecil Gisela.

Tentu Gisela tak terima dengan pernyataan ngawur Lukas. Gisela memang menyukai Lukas yang selama ini bersikap manis, dan memberinya perhatian. Hingga mampu membuat Gisela jatuh ke dalam pelukan Lukas dan melakukan semua permintaan tidak masuk akal Lukas. Tapi, berbicara bohong di hadapan banyak orang tentang dirinya, membuat Gisela murka.

“Gisela, sudahi mimpi-mimpi palsumu. Sadarlah, aku tidak mungkin menikahi wanita sepertimu. Kamu tidak pantas bersandar di bahuku,” ujar Lukas. “Wanita yang pantas untukku adalah putri bangsawan terhormat,” imbuhnya, tak menunjukkan penyesalan telah menyakiti dan mempermalukan Gisela.

Pandangan Gisela beralih pada sosok wanita yang kini tersenyum manis ke arahnya, seakan tengah mengejek Gisela yang direndahkan.

“Anggap saja kita tidak pernah bertemu sebelumnya,” ucap Lukas, tanpa emosi.

Kata-kata yang keluar dari bibir Lukas mampu menusuk lebih dalam daripada pisau.

“Kamu ingin menghapusku dari sejarah hidupmu?” Amarah Gisela tiba-tiba tersulut, ia berteriak, “Kamu lupa?! Akulah yang membawamu sampai di posisi ini!”

Air mata Gisela mengalir membasahi pipi. Dengan tubuh bergetar hebat, Gisela masih berusaha keras untuk tegar, mempertahankan harga dirinya yang tersisa.

“Hey, gadis miskin! Di mana sopan santunmu! Berani sekali kamu berbicara keras pada Yang Mulia Duke!” sosor Nyonya Emilia, ibu Lukas.

Nyonya Emilia mendorong Gisela hingga ia terjatuh di atas lantai kayu. Wanita berusia 60 tahun itu melempar tatapan merendahkan untuk Gisela. Kakinya yang terbalut sepatu mahal menekan pundak Gisela agar tidak bangkit.

“Apa yang kamu harapkan dari statusmu yang hanya gadis dari kalangan bawah? Menjadi Duchess of Elysium? Bangunlah dari mimpimu!” hina Nyonya Emilia, menoyor kepala Gisela cukup keras.

“The one and only wanita yang cocok mendampingi anakku hanya putri dari seorang Hakim Agung Kadipaten Elysium. Bukan gadis yang tak jelas asal-usulnya seperti kamu,” imbuh Nyonya Emilia, sebelum menendang Gisela hingga Gisela kembali tersungkur di atas lantai.

Sembari menyentuh bagian tubuhnya yang terasa sakit, mata Gisela mengabsen setiap pasang mata di dalam ruangan yang menertawakannya.

“Pergi dari sini! Jangan pernah menunjukkan wajahmu di depanku lagi!” usir Lukas. “Jangan menggangguku lagi. Aku akan segera menikahi wanita yang aku cintai.” Penuturan Lukas bagaikan perasan jeruk nipis yang sengaja dikucurkan ke luka Gisela yang menganga.

Gisela merasa sangat terpukul, dan dibohongi. Bagaimana tidak? Gelar Duchess untuknya yang dijanjikan Lukas hanya bualan semata. Gisela tertipu telak oleh kenyataan. Seharusnya Gisela sadar sejak awal.

Gisela melirik kilas wanita yang akan dinikhai Lukas, seorang putri bangsawan terkenal yang selama ini dikenalkan padanya sebagai wanita yang dianggap adik oleh Lukas.

“Sejak kapan mereka memiliki hubungan spesial?” batin Gisela menerka-nerka.

Setelah beberapa menit merenung, Gisela bertanya, “Apakah aku hanya alatmu?” Suaranya lirih dan tercekat, seakan tak ingin keluar dari tenggorokannya.

Lukas menyeringai sambil berjalan mendekati Gisela. Ia berjongkok guna mensejajarkan posisinya dengan Gisela. Dengan seringai di wajah tampanya, Lukas berkata, “Jika itu yang kamu rasakan, maka kamu benar.” Suaranya lirih, nyaris terdengar seperti bisikan.

Seketika tatapan sendu Gisela langsung tergantikan dengan tatapan sinis. Kedua tangan Gisela mengepal. Eskpresi wajahnya seakan menggambarkan amarah. “Aku... Akan membuatmu menyesal.” Gisela mendesis, bibirnya tak terbuka lebar.

“Kamu tidak akan bisa membuatku menyesal,” ringis Lukas. Detik kemudian ia menghembuskan napas kasar. “Okay... I'll give you a chance. Good luck!” ejeknya.

Lukas menjauhkan diri dari Gisela, lelaki tampan itu memerintah pelayan untuk mengusir Gisela dari hadapanya. Tanpa pikir panjang mereka langsung menjalankan perintah. Tubuh Gisela diseret keluar dari istana utama Keluarga Klaus.

Begitu ada di depan pintu, Gisela didorong paksa hingga terjatuh dalam posisi telungkup. Gisela menoleh ke arah pintu yang kini sudah tertutup rapat.

Gisela menarik napas dalam, ia mengingat semua pengorbanannya. Bagaimana ia mencurahkan seluruh hidupnya untuk Lukas, mengorbankan mimpi-mimpinya, masa depannya, dan seluruh tabungan yang ia miliki untuk membantu Lukas merebut gelar Duke dari ahli waris pertama.

Tak hanya menggunakan kecerdasan dan koneksinya, Gisela bahkan rela terlibat dalam permainan politik yang kotor. Semua itu Gisela lakukan demi ambisi Lukas. Gisela rela menjadi bayangan, bekerja keras di balik layar, sementara Lukas menikmati pujian dan sorotan.

Dan lihat, apa yang kini Gisela dapatkan? Ia justru dibuang layaknya sampah. Apakah ini adil bagi Gisela?

Setelah puas merenung, Gisela membangkitkan tubuhnya. Ia berjalan pelan menuju gerbang raksasa. Namun langkahnya dihadang oleh seseorang. Otomatis Gisela mendongak untuk melihat siapa sosok yang berdiri di depannya.

“Tuan Marco?”

“Izinkan aku mengantarmu pulang,” pinta Marco, adik Lukas yang menjabat sebagai Kolonel Kadipaten Elysium.

“Tidak perlu, aku bisa pulang sendiri.” Gisela menolak dengan sopan.

Bukannya membiarkan Gisela berlalu, Marco justru menggenggam pergelangan tangan Gisela, lalu menariknya masuk ke dalam mobil. Gisela sangat ingin melayangkan protes, namun Gisela tak berani melontarkan kalimatnya karena melihat ekspresi dingin Marco.

“Di mana kamu tinggal?” tanya Marco, setelah sopir melajukan mobil. Tanpa drama, Gisela  memberitahu Marco di mana tempat tinggalnya sekarang.

Gisela memberanikan diri melirik Marco yang terdiam. Situasi ini membuat Gisela bingung. Sebenarnya Gisela tak begitu mengenal Marco. Meskipun ia sering berkunjung ke kediaman Keluarga Klaus, namun ia jarang melihat Marco, lelaki yang kini berada di sampingnya, jarang ada di rumah, selalu pergi ke luar kota.

“Aku melihat bagaimana Lukas memperlakukanmu, tapi aku tidak akan meminta maaf atas namanya,” ujar Marco, membuka perbincangan.

Tanpa sadar, kalimat Marco membuat Gisela menggulung senyum. “Tuan tidak perlu meminta maaf atas kesalahan yang tidak Tuan perbuat,” timpalnya.

Suasana kembali hening. Gisela memutuskan untuk memandang pemandangan dari balik kaca mobil, daripada berusaha mencairkan suasana. Gisela merasa hatinya sedikit tenang saat melihat hamparan bunga di sepanjang jalan.

Tak terasa, beberapa menit telah berlalu, mobil yang mereka kendarai berhenti tepat di depan rumah Gisela yang sederhana. Ketika Gisela hendak turun, Lukas turun terlebih dahulu, dan membukakan pintu untuknya.

“Anda tidak perlu melakukan ini, Tuan,” ucap Gisela, sungkan.

Gisela bingung, Tiba-tiba Marco menggengam kedua tangannya. Ada apa?

“Aku bertugas selama dua tahun di perbatasan. Aku tidak tahu tentang kakakku yang sakit. Ibu dan Lukas baru mengabariku setelah Julian menjadi mayat. Apa yang terjadi dengannya?“

Gisela sudah menduga jika sikap baik Marco pasti ada alasannya. Ternyata Marco ingin menanyakan perihal Tuan Julian yang meninggal akibat sakit parah.

“Meski aku tahu, apa yang terjadi pada Tuan Julian, aku tidak ingin mengatakannya padamu,” ucap Gisela.

“Kenapa? Karena aku oang asing bagimu?” sahut Marco.

Gisela bisa merasakan genggaman Marco pada kedua tanganya mengerat.

“Bagaimana caraku agar tak lagi menjadi orang asing bagimu? Haruskah kita menikah?” lontar Marco, serius.

“Apakah semudah itu mengajak orang lain menikah?”

Bersambung...

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Transaksi Cinta Bersama Kolonel   Bab. 28. Gisela Kehilangan Ingatan

    Cahaya putih redup menyelinap dari sela-sela tirai, menari lembut di langit-langit ruangan. Perlahan, Gisela membuka kedua matanya. Dunia di sekitarnya tampak kabur, seperti dilihat dari balik kaca buram. Ia mengerjap pelan, mencoba menangkap bentuk-bentuk di sekelilingnya, tetapi hanya siluet-siluet samar yang menjawab tatapannya.Tubuh Gisela terasa berat, seolah seluruh sendi memutuskan untuk tak bekerja sama. Ketika ia mencoba mengangkat tangannya, hanya sedikit getaran lemah yang muncul. Sakit di kepala datang bagai gelombang, tajam dan menyambar dari pelipis ke belakang kepala. Ia meringis, napasnya tercekat.“Aku.... Masih hidup?” bisiknya pelan, hampir tak terdengar.Langit-langit putih, aroma antiseptik, suara pelan mesin monitor, semuanya perlahan masuk dalam kesadarannya. Gisela tidak tahu di mana ia berada. Yang ia tahu hanyalah satu hal, ini bukan kamarnya. Bukan rumahnya. Dan ia tidak sendirian.Dari sudut pandang terbatas, Gisel

  • Transaksi Cinta Bersama Kolonel   Bab. 27. Masa Lalu (tama)

    ~~3 tahun kemudian,Hari ini Marco pulang karena mendengar kabar mengenai kematian Yang Mulia Duke, kakak pertamanya yang kerap dipanggil Tuan Julian. Betapa hancur Marco saat ia tak diberi kesempatan untuk melihat jasad sang kakak, orang yang begitu ia cintai dan hormati.Nyonya Emilia sebenarnya takut pada Marco yang terlihat seperti monster. Namun beliau tetap berusaha untuk menenangkan Marco.“Kakakmu harus segera dimakamkan, sebelum mengalami pembusukan. Maka dari itu, pihak istana menguburkan kakakmu sebelum kamu datang,” terang Nyonya Emilia, mengelus pundak Marco. “Aku sungguh menyesal karena tidak bisa menahan mereka.”Marco menyingkirkan jemari berkerut Nyonya Emilia yang sedari tadi bertengger manis di bahunya, seakan menunjukkan jika dirinya risih disentuh oleh wanita itu.“Berhentilah bersedih,” ucap Lukas, tegas. “Semua yang hidup pasti akan mengalami kematian. Bersikaplah layaknya seo

  • Transaksi Cinta Bersama Kolonel   Bab. 26. Masa Lalu (bagian 1)

    ~~3 tahun lalu ...Udara berbau asap dan darah memenuhi jalanan Kadipaten Elysium bagian barat. Bangunan-bangunan hancur, jeritan dan tangisan memenuhi telinga. Kerusuhan yang dahsyat tengah melanda wilayah ini, menghancurkan kehidupan warga sipil yang tak berdosa.Gisela, seorang relawan sekaligus pelajar kedokteran, menginjakkan kaki di Elysium untuk pertama kalinya. Ia mengenakan seragam yang sederhana, wajahnya penuh keprihatinan. Gisela tak sendirian, ia datang bersama para seniornya untuk membantu para korban.Di tengah hiruk pikuk evakuasi dan pertolongan pertama, tiga tentara masuk ke dalam tenda medis. Dengan posisi, dua tentara membopong satu tentara yang terluka parah.“Lekas selamatkan Tuan Marco!” perintah tentara lain, mendesak agar orang yang ia bawa diutamakan.Melihat kondisi Marco yang tubuhnya dipenuhi luka, Gisela bergegas mendekati p

  • Transaksi Cinta Bersama Kolonel   Bab. 25. Akhir Dariku

    “Kamu pasti bingung, kok aku bisa tahu?,” ledek Nela. “Itu karena ... Aku masih menjalin hubungan romantis dengan Marco, suamimu,” bisiknya, sembari memajang ekspresi mengejek. Seketika tubuhku menegang. Rasanya seperti deja vu. Mungkinkah, Marco sama saja dengan Lukas? Hanya ingin memanfaatkanku, lalu menghempasku layaknya debu.“Lady Nela sangat cocok bersanding dengan Tuan Marco. Kenapa kalian berpisah?”Aku menoleh ke seseorang yang berkomentar.“Kamu lebih pantas menjadi pendamping Tuan Marco,” timpal lainnya. Karena terlalu tekun memikirkan pernyataan Nela, serta ocehan-ocehan wanita di sekeliling kami yang mendukung Nela, kepalaku jadi sakit. Sambil menyentuh dahi, aku berlalu menuju kamar mandi untuk menenangkan diri.Setelah berhasil menghilangkan kegelisahanku yang bergelora, aku memantapkan langkahku kembali ke pesta, berharap bisa menanggapi kejutan-kejutan dari Nela dan Clara dengan baik.

  • Transaksi Cinta Bersama Kolonel   Bab. 24. Lady Nela, Mantan Suamiku

    Jantungku berdebar kencang karena adrenalin yang memacu. Di tengah keberanianku yang kini menjadi pusat perhatian, aku bisa merasakan hawa menghakimi dari para bangsawan yang berbisik, membicarakanku.Tapi yang membuatku sedikit merinding adalah tatapan dingin, tajam, dan penuh kebencian dari Yang Mulia Duke Lukas. Ia berdiri tepat di depanku. Sosoknya yang gagah dan berwibawa seakan memancarkan aura ancaman.Tatapan Lukas begitu menusuk, seolah-olah aku adalah hama yang harus segera dibasmi.Lukas melirik ibunya, Nyonya Emilia, ia memberi isyarat halus padanya agar mengusirku dari pesta.Tanpa membuat Lukas menunggu, Nyonya Emilia dengan anggunnya mendekatku.Begitu sampai di dekatku, tangannya terulur untuk menarikku. Namun, sebelum tangannya menyentuh lenganku, sebuah tangan lain lebih dulu mencegat.Tangan ramping milik Clara, menantu kesayangan Nyonya Emilia, yang entah sejak kapan ia ada di sampingku.“Ibu ... Serahkan tamu undangku, kepadaku,” pinta Clara, bersuara lembut. Den

  • Transaksi Cinta Bersama Kolonel   Bab. 23. Penggila Pesta, Clara

    Pupil mata Nyonya Emilia sempat mengecil, sebelum kembali normal. Wanita tua di hadapku jelas-jelas sedang berusaha menyembunyikan sesuatu.“Ibu ... Tidak melihat Angelia, ya?” tanyaku, sekali lagi.“Angelia sudah aku usir. Dia tidak akan pernah menunjukkan batang hidungnya di sini lagi,” jelas Nyonya Emilia, setelah menarik napas dalam.Tunggu, maksudnya diusir itu apa? Dibunuh kah?“Jadi, Ibu telah menegurnya? Huh ... Baguslah, sudah tidak ada orang yang berbicara sembarangan mengenaimu lagi, Ibu,” timpalku, bersyukur.“Cih, setelah kejadian ini, kamu pikir kita dekat? Tentu tidak. Aku tetap tidak menyukaimu,” tegas Nyonya Emilia, lagi-lagi merendahkanku.Aku hanya diam, sambil menundukkan kepalaku. Tidak ada kalimat yang tepat untuk aku keluarkan saat ini.“Aku akan mengawasimu mulai detik ini. Apabila tersebar rumor tak mengenakkan mengenai diriku, orang pertama yang aku curigai adalah dirimu. Dan aku tidak akan segan-segan menghukummu.” Rupanya Nyonya Emilia mengancamku.“Ibu ...

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status