Kesepakatan telah terjalin, kami memutuskan untuk menikah. Namun, sebelum itu, kami membutuhkan restu dari keluarga kami.
Selepas pesta pernikahan Lukas dan Clara, setelah semua tamu undangan pulang, lebih tepatnya pada jam 10 malam, Marco meminta Nyonya Emilia dan Lukas untuk berkumpul di ruang keluarga utama. Melihatku, Lukas mendengus kesal, menunjukkam ketidaksukaannya terhadapku. "Kami akan menikah," tegas Marco. Tentu pernyataan lantang Marco mengejutkan mereka berdua. Lukas langsung mencemooh Marco dengan mengatakan bahwa Marco gila, dan bodoh. "Anakku Marco ... Tidak ada wanita lain, kah? Kenapa kamu ingin menikahi wanita dari kalangan bawah?" cecar Nyonya Emilia memandang nyalang ke arah Marco. "Kakakmu saja tak sudih bersama wanita ini," imbuhnya menatapku sinis. "Lantas?" tantang Marco. "Aku hanya memberitahu kalian, bukan meminta izin atau restu kalian," tuturnya santai. Aku terkejut, tak menyangka jika Marco berani bertingkah tak sopan pada ibu dan kakaknya. Aku jadi mengira jika hubungan keluarga ini sebenarnya tak seakur yang mereka tunjukkan di depan publik. "Marco ... Coba pikirkan lagi. Kamu adalah seorang bangsawan dari Keluarga Klaus." Nyonya Emilia memelankan suaranya. "Banyak putri bangsawan yang berpendidikan, yang menginginkanmu," bujuknya. "Aku tidak menginginkan mereka," balas Marco, suaranya terdengar agak ketus. "Hey ... Gisela!" panggil Lukas dengan suara cukup tinggi. "Jadi, setelah dibuang olehku, kamu memilih untuk menggoda adikku, ya? Kamu pasti sangat terobsesi untuk menjadi menantu di Keluarga Klaus." Ia menghinaku, mencibirku. Aku ingin menyangkal ocehan pedas Lukas, namun Marco lebih dulu menyahuti, "Obsesi? Yang Mulia Duke. Anda tahu persis, siapa yang terobsesi menyandang nama Klaus di belakang namanya." Marco ... Ia tampak menahan amarah, sampai telinganya memerah. Hubungan persaudaraan mereka benar-benar buruk. Tapi kenapa? "A-ah ... Kalian jangan berdebat," sela Nyonya Emilia mererai. Beliau sempat mengelus punggung Lukas sebelum lanjut berbicara, "Anakku Lukas, jika Marco ingin menikahi Gisela, biarkan saja ...." "Dengarkan perkataan Ibu, Yang Mulia," sahut Marco, nada bicaranya seakan mengejek Lukas. Lukas memejamkan matanya sejenak. Ia menghirup napas, lalu mengeluarkannya perlahan. "Aku tidak ingin melanjutkan obrolan busuk ini. Jika kamu ingin menikahi wanita rendahan ini-" Lukas menunjukku. "Ya, lakukan saja," pungkasnya berdiri dengan angkuh. Ketika Lukas berjalan menjauh, "Selamat menikmati malam pertamu bersama wanita yang kamu cintai ... Jangan sampai kamu membayangkan wajah mantan kekasihmu," ujar Marco menarik sudut bibirnya ke atas, menunjukkan bahwa ia tengah meledek Lukas. "Huuhh ... Sulit dipercaya." Nyonya Emilia berlalu pergi dengan meninggalkan ekspresi cemberut. Saat aku bengong, Marco menyentuh daguku agar pandangan kami saling bertemu. "Aku mengantuk," lirihku, kedua mataku terasa berat. Mungkin karena aku sempat mencicipi wine yang diberikan Marco. "Ayo kita tidur bersama," ajaknya. "Tidak mau!" tolakku, tiba-tiba rasa kantukku menghilang. "Antar aku pulang," pintaku. "Pulang ke mana?" godanya. "Mulai sekarang kamu tinggal di rumah pribadiku," tandas Marco. Tentu saja aku tidak mau. Kami belum resmi menikah. Terlebih, aku takut pada Marco yang kelakuannya sering susah ditebak. "Jangan berpikir aneh-aneh. Aku hanya ingin menjaga keselamatanmu." Marco memberiku pengertian. "Lukas adalah seorang Duke. Semua orang mematuhi perintahnya." Aku tahu, Marco pasti khawatir denganku yang bisa saja dilenyapkan oleh Lukas. Dunia ini begitu baik pada penguasa, begitupun sebaliknya. Kali ini, aku harus menurut pada Marco. "Besok, kita pergi menemui orang tuamu. Aku harus mendapatkan restu mereka," kata Marco mencubit pelan pipiku. Aku tersenyum tipis. "Kedua orang tuaku sangat sulit diyakinkan. Jangan sampai menyerah, ya ...." *** Keesokan harinya, aku terbangun dari tidurku karena merasakan sesak di dadaku. Begitu aku membuka kedua mataku, rambut seseorang menyambutku. Aku mengerjabkan mataku beberapa kali. "Marco?" panggilku lirih. Aku menepuk pelan pipi Marco yang menempel pada dadaku. Bisa-bisanya ia terlelap di atasku. Dan ... Sejak kapan? Aku meraba tubuhku yang ternyata te lan jang di balik selimut. Seketika aku panik, aku mendorong kepala Marco dengan kasar. Tindakanku sukses membuatnya terbangun. Dengan mata sayu, dan ekspresi yang tampak lesu, Marco memandangku. "Tuan berat loh ...." protesku. Perlahan Marco menjauhkan diri dariku. Pipiku terasa panas saat mataku tak sengaja memandang tubuh elok Marco yang berotot. Dengan santainya Marco mengenakan kemeja longgar miliknya. Ia menatapku sambil menyisir rambutnya kebelakang menggunakan tangan. "Tuan ... Apa yang kamu lakukan?" tanyaku mengeratkan selimut. "Maaf, aku tidak bisa tidur tadi malam, jadi aku datang ke sini. Tenang saja, aku tidak melakukan hal buruk padamu," jelas Marco dengan santainya. "Ke mana gaun tidurku!" sungutku panik. Sambil tertawa kecil, Marco menjawab, "Soal gaun tidurmu, maaf ... Aku tak sengaja merusaknya." Enteng sekali dia bicara, bahkan Marco terlihat tak merasa bersalah sama sekali. "Jadi ... Kamu sudah melihat ...." Sial! Aku bahkan tak mampu menyelesaikan kalimatku. Aku terlalu malu, dan kesal. Hallo! Harga diriku ternoda oleh pria satu ini. Menyebalkan! "Aku menyukainya," kata Marco tertawa aneh. "Dasar mesum!" teriakku melempar bantal kecil ke arahnya. Aku turun dari ranjang dalam kondisi te lan jang bulat. Aku tidak peduli, toh ... Marco juga sudah melihat kulitku. Yang penting, aku bisa memukulinya dengan membabi buta sekarang. Marco pasrah saat aku menampar pipinya berkali-kali, bahkan ia seperti menikmatinya. Aku pun menghentikan aksiku karena kelelahan sendiri. Marco menarikku, memelukku dari belakang, ia berbisik, "Pergilah mandi. Hari ini kita pergi ke rumah orang tuamu." "Memangnya kamu tahu, di mana orang tuaku tinggal?" cibirku berusaha melepaskan pelukan Marco, dan gagal. "Di mana orang tuamu tinggal?" Aku memutar bola mataku, lalu menjawab, "Nanti juga tahu." Napas aku hembuskan. "Baiklah ... Aku siap-siap dulu. Tolong kasih aku gaun yang indah, dan beberapa perhiasan mahal," pintaku. Setelah menyetujui permintaanku, Marco melepasku, membiarkanku bersiap diri. Sedangkan dirinya keluar dari kamar. Beberapa jam berlalu, kami berangkat menuju kota di mana orang tuaku tinggal. Aku memberitahu Marco jika ibuku tinggal di salah satu istana yang berada di Kerajaan Eldoria. Dan ... Yap, Marco langsung menyimpulkan bahwa ibuku merupakan pelayan kerajaan. Jarak tempuh dari Kadipaten Elysium menuju Kerajaan Eldoria tidak lah pendek. Kami memerlukan sekitar 10 jam untuk sampai di sana. Kami juga harus menyebrangi samudra. Untungnya Marco tak memprotesku, karena tak memberitahu sejak awal. Malahan Marco dengan sigap meminjam kapal dari rekannya yang bekerja di angkatan laut. Berhubung kami akan berpergian jauh, Marco membawa banyak anak buah untuk menjaga kami. Perlu diingat, Marco merupakan saudara Tuan Duke. Keselamatannya yang paling utama. Marco juga berada di urutan kedua sebagai ahli waris tahta Duke. "Jadi ... Kamu bukan penduduk asli Elysium, ya?" Pertanyaan Marco memecah keheningan kami yang sedang duduk manis di kabin kapal. Aku mengangguk. "Aku pikir kamu sudah tahu." "Aku tidak terlalu memperhatikanmu. Aku ...." Marco menggaruk tengkuk lehernya sesaat, sebelum lanjut berbicara, "Aku terlalu sibuk mengurus wilayah yang berkonflik." Aku mengerti, dan baru menyadari jika Marco berbeda dengan Lukas. Tak hanya wajah mereka yang tak mirip, pilihan karier mereka juga tak sama. Aku tahu, Lukas pernah sekolah militer, dan bertugas selama 5 tahun di angkatan udara, namun Lukas tak pernah mau menjadi tentara. Sebelum Lukas bergelar Duke, ia adalah pembisnis handal. Sedangkan Marco ... "Tuan, aku ingin tahu, bagaimana caramu memandang Kerajaan Eldoria. Apakah kamu membenci pemerintahan Kaisar?" tanyaku penasaran. "Untuk apa aku membenci sesuatu yang membuatku terpukau?" Bersambung ...Kami menikah dua hari kemudian, di sebuah gereja terbesar yang berada di wilayah Kerajaan Eldoria. Aku mengenakan gaun yang luar biasa indah. Bukan sekadar gaun pengantin, tapi sebuah karya seni. Saat aku memakainya, rasanya seperti mengenakan langit bertaburan bintang.Bunga-bunga kecil berkilauan, seperti embun pagi yang memantulkan cahaya matahari, tersebar di seluruh permukaan gaunku.Potongan V-neck yang elegan menonjolkan tulang selangkangku, sementara lengan panjangku memberikan sentuhan anggun dan klasik. Rok gaunku mengembang, seakan-akan aku melayang di atas awan, ringan dan bebas. Di hari pernikahanku ini, aku bukan hanya seorang pengantin wanita, tapi seorang putri dalam dongeng, bersinar dalam gaun yang tak terlupakan. Di hadapanku, Marco berdiri dengan gagah perkasa. Tidak bisa berbohong, aku sempat terpesona olehnya yang merupakan seorang Perwira dengan pangkat Kolonel.Marco menatapku dengan penuh cinta. Aku p
“Sayang ... Sabarlah ....” Ayahku mengelus paha Ibuku, berusaha menenangkan Ibuku. “Cinta bisa datang kapan pun, tak memandang siapa, dan di mana. Sama seperti cinta kita,” terang Ayahku dengan nada rendah.Ibuku menundukkan kepalanya sejenak, lalu memandangku nanar. “Aku sangat takut anakku kesepian karena menikahi tentara,” ungkap Ibuku. “Tentara, selalu berada di garis depan ketika perang,” gumamnya masih bisa aku dengar.Aku memahami kekhawatiran ibuku.“Aku berencana untuk menikahkanmu dengan saudagar kaya. Menjauhkanmu dari kejamnya hierarki ini,” tutur Ibuku.Aku tersenyum. “Ibu ... Bagaimana mungkin aku bisa lari dari sistem? Aku lahir sebagai keponakan Kaisar. Sejak kecil, teman bermainku bukan orang biasa, melainkan putra mahkota,” tukasku. “Aku tidak ingin berpolitik, karena kerajaan melarang wanita ikut berpolitik. Aku hanya sekedar mempelajarinya saja.”Aku melihat Ibuku menautkan jemarinya, menandakan jika beliau cemas. Sedangkan Ayahku tampak bangga padaku. Sepertinya,
Aku mengernyitkan dahi. “Kamu terpukau dengan kerajaan yang telah merebut kemerdekaan kerajaanmu?” Tentu aku heran, dan tercengang.“Ketika Kerajaan Eldoria menyerang Kerajaan Elysium yang dipimpin ayahku, aku berusia 5 tahun. Jadi, aku tidak merasakan dampak dari perang.” Marco tersenyum tipis, ia lanjut berbicara, “Aku bermain di dalam istana bersama pelayan.” Ia terkekeh sambil memainkan cincin yang ada di jari manisku. “Lantas, kenapa kamu bisa terpukau?” tanyaku mengalihkan pendanganku ke arah lain. Aku tak kuat dengan pesona Marco, lelaki berusia 25 tahun ini sangat menawan. “Kakak pertamaku, Julian. Yang waktu itu bergelar putra mahkota ikut berperang,” tutur Marco. “Setelah peperangan berakhir, kakak pertamaku menceritakan tentang kehebatan kekuatan militer Kerajaan Eldoria,” jelasnya.Aku mengangguk mengerti. Dengan kata lain, Marco sangat percaya dengan apa yang diceritakan Tuan Julian.“Sebagai penduduk asli Eldoria, aku merasa bangga. Yang Mulia Kaisar sangat hebat!” uj
Kesepakatan telah terjalin, kami memutuskan untuk menikah. Namun, sebelum itu, kami membutuhkan restu dari keluarga kami.Selepas pesta pernikahan Lukas dan Clara, setelah semua tamu undangan pulang, lebih tepatnya pada jam 10 malam, Marco meminta Nyonya Emilia dan Lukas untuk berkumpul di ruang keluarga utama. Melihatku, Lukas mendengus kesal, menunjukkam ketidaksukaannya terhadapku."Kami akan menikah," tegas Marco. Tentu pernyataan lantang Marco mengejutkan mereka berdua. Lukas langsung mencemooh Marco dengan mengatakan bahwa Marco gila, dan bodoh. "Anakku Marco ... Tidak ada wanita lain, kah? Kenapa kamu ingin menikahi wanita dari kalangan bawah?" cecar Nyonya Emilia memandang nyalang ke arah Marco. "Kakakmu saja tak sudih bersama wanita ini," imbuhnya menatapku sinis. "Lantas?" tantang Marco. "Aku hanya memberitahu kalian, bukan meminta izin atau restu kalian," tuturnya santai. Aku terkejut, tak menyangka jika Marco berani bertingkah tak sopan pada ibu dan kakaknya. Aku jadi
"Pernikahan demi kepentingan tidak lah buruk," timpal Marco membuatku tercengang bercampur heran. Aku tergelitik. Seorang Kolonel, mengajakku menikah hanya untuk mengetahui, apa yang terjadi dengan kakak pertamanya. Padahal Marco bisa mencari tahu sendiri, tanpa bantuanku. "Tuan Marco kaku sekali, sampai menikah tanpa cinta pun tak masalah." Aku mencoba mencairkan suasana. "Cinta bisa datang kapan saja," sahut Marco. Dia pasti mengira jika candaanku barusan adalah sesuatu yang serius.Aku ingin masuk ke dalam rumahku, tapi Marco sama sekali tak membiarkanku untuk beranjak. Sebenarnya, apa yang ada di kepala Marco? Kami berdua saling diam dan hanya memandang satu sama lain cukup lama, sampai akhirnya Marco bersuara. Ia mengatakan bahwa kematian Tuan Julian tak masuk akal, ibunya dan Lukas juga tak menjelaskan apa-apa. Aku menghembuskan napas panjang, sudah terlalu lelah dengan hari ini. Aku ingin melepas penat dengan rebahan di kasurku yang mungil dan empuk. Kapan Marco mau melepa
Sambutan meriah rakyat berikan pada Lukas, Duke baru Kadipaten Elysium. Pria tampan berusia 27 tahun itu mendapatkan gelar tertinggi setelah kakaknya, Tuan Julian meninggal akibat sakit.Melihat Lukas menebar senyum, sembari melambaikan tangan kepada rakyatnya, membuatku ikut tersenyum senang.Sebagai kekasih yang menemani Lukas selama 3 tahun, aku merasa sangat bangga dengan keberhasilannya. Namun ... Kebahagiaanku sirna begitu saja saat aku melihat wanita lain berdiri di samping Lukas, dan diperkenalkan sebagai calon Duchess, pendamping Lukas, wanita yang akan dinikahi oleh kekasihku.Tanpa sadar, air mataku jatuh. Aku menyentuh dadaku yang terasa sesak. Lukas ... Tidak menganggapku? Ingin sekali aku menghampirinya, menginterupsinya. Tapi aku tak ingin menghancurkan hari istimewa Lukas. Hari yang telah lama dinanti olehnya.Aku terdiam sambil menatap lurus kekasihku yang sedang bercanda gurau bersama wanita itu, dan ibunya yang sangat membenciku ... Setelah perayaan berakhir, barul