Langkah Yukine menyusuri trotoar yang berantakan karena ulah dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab namun itu tidak menyurutkan niatnya untuk berjalan, entah mengapa hari ini dirinya ingin berjalan kaki ketika pulang. Yukine tidak melewati jalan besar malah memilih jalan gang yang mempersingkat waktu juga bisa melihat sisi lain kota baru yang telah ditempati ini.
Yukine rindu ketika dulu lebih banyak berjalan kaki daripada naik kendaraan, ketenangan yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Di pinggir jalan di antara semak-semak terdengar suara anak kucing dengan suara lemah. Yukine mencari-cari asal suara itu dan mendapati ada anak kucing melihatnya dengan matanya yang mengundang simpati. "Apa yang kamu lakukan di sini sendiri?" tanya Yukine pada kucing berwarna abu-abu itu. Kucing itu terus memandanginya dan tanpa terasa tangannya terulur membawa anak kucing yang sangat kurus itu. "Apa kamu lapar? Tapi aku tidak punya makanan." Yukine melihat sekeliling tidak banyak orang yang lewat sini hanya ada beberapa motor dan hanya mobil mengangkut barang. "Tunggu di sini aku akan segera kembali," ucap Yukine pada kucing itu kemudian kembali ke arah yang sudah dilaluinya karena tadi sempat melihat mini market di ujung jalan sebelum dirinya belok ke sini. "Semoga saja ada," ujar Yukine sambil masuk ke dalam mencari makanan untuk anak kucing, awalnya Yukine hanya mengambil dua bungkus namun entah mengapa hatinya mengatakan jika dia harus beli lebih. "Aku akan beli satu pack untuk persediaan di tasku." Yukine segera kembali ke tempat itu dan suara kucing itu masih terdengar dari kejauhan. "Kamu sudah lapar? Kemana ibumu?" Yukine terus bicara dengan kucing itu dan dirinya dibuat terkejut ketika tiba-tiba ada suara kucing lainnya dan tidak hanya satu melainkan tiga. "Aku kira kamu sendirian ternyata punya banyak saudara." Yukine memberi mereka semua makan untung saja dirinya membeli lebih banyak makanan kucing. "Selamat tinggal." Yukine melambai pada kucing-kucing itu. Meskipun Yukine menyukai kucing namun tidak ingin membawanya pulang. Dulu tidak memiliki kesempatan untuk memiliki peliharaan karena ibunya tidak menyukai kucing sedangkan waktu tinggal bersama dengan kakeknya laki-laki tua itu memiliki asma dan bulu kucing adalah musuh alaminya sedangkan ketika bersama bibinya Yukine tidak pernah berpikir untuk memelihara seekor hewan dirinya takut tidak dapat memberikannya makan karena untuk dirinya sendiri saja perutnya sering kelaparan. Jika untuk sekarang Yukine belum memiliki niatan itu karena tidak tahu apakah keluarga barunya memperbolehkannya memelihara hewan Yukine juga tidak tahu apakah keluarganya ada yang memiliki alergi terhadap kucing. Yukine masih terus bejalan dan malah mengambil jalan yang bukan mengarah ke rumahnya hanya karena jalannya di penuhi dengan tanaman liar yang sedang berbunga matanya berbinar karena melihat begitu banyak bunga dari berbagai tumbuhan liar. Yukine berjongkok mengambil kelopak dari bunga kecil seukuran kukunya memasukkannya tanpa ragu ke mulutnya dan terus melakukannya sampai puas. Namun uluran tangannya terhenti ketika akan mengambil bunga selanjutnya ketika merasa jika punggungnya seperti diawasi dengan cepat Yukine menoleh untuk membuktikannya namun tidak menemukan apapun di belakang. Namun Yukine yakin jika dirinya seperti di awasi. Merasa sudah tidak nyaman Yukine memutuskan untuk pergi namun rasa diawasi itu belum juga hilang padahal tidak ada seorangpun di sana hanya ada beberapa sepeda motor yang melintas. "Mencari ku cantik?" Terdengar suara seorang menyapanya dan itu terasa cukup jauh namun terdengar cukup jelas Yukine mencarinya lagi dan seperti ada di atas kepalanya ketika Yukine mendongak terlihat sosok seorang laki-laki berambut sebahu sedang menatapnya, pantas saja Yukine merasa diawasi namun tidak menemukan keberadaannya ternyata ada di rooftop lantai dua. "Kamu sedang bicara dengan siapa?" Ada suara lainnya dan itu seorang perempuan setelahnya sosok itu menunjukkan diri berdiri di samping laki-laki itu mengikuti arah pandangnya yang sedang melihat Yukine yang ada di bawah. Namun perempuan itu terbelalak ketika melihat siapa yang ada di bawah, Yukine juga melihatnya dengan jelas. Tidak ada yang bicara lagi kemudian perempuan itu menarik lengan laki-laki itu untuk menjauh agar tidak terlihat lagi oleh Yukine yang ada di bawah. "Ischa," gumam Yukine sambil menyunggingkan senyumnya. Setelan itu Yukine pergi tanpa berisik melanjutkan perjalanan kembali namun masih memikirkan kenapa seorang Ischa yang dulunya sahabat Fe Fei malah menghindarinya dan siapa laki-laki itu. Yukine menebak jika Fe Fei dan Ischa memiliki konflik hingga Ischa memutuskan untuk menjauh, mungkin Yukine bisa mendapatkan jawabannya di diary milik Fe Fei namun ketika memikirkannya segera menepis keinginan untuk membuka diary itu lagi. "Lupakan," seru Yukine sambil mempercepat langkahnya. Saat ini hubungannya dengan Balryu sudah sangat baik Yukine tidak ingin merusaknya dengan pikiran-pikiran kotornya karena membaca diary milik Fe Fei. Karena berjalan kaki sudah terlalu lama membuat Yukine merasa lapar dan mencari secara acak tempat makan untuk mengisi perutnya yang kosong. Setelah melihat-lihat sebentar Yukine melihat rumah makan sederhana tanpa pikir panjang Yukine langsung masuk dan di sambut oleh seorang perempuan muda yang mungkin lebih tua beberapa tahun darinya. "Silahkan." Perempuan itu mempersilahkan Yukine duduk tapi Yukine merasa jika perempuan itu cukup familiar. "Ingin makan apa? Kami punya beberapa jenis seafood, mie juga bakso." "Udang?" "Kami punya." "Udang dan mie saja." "Baik tolong ditunggu." Perempuan itu segera pergi kembali kebelakang, rumah makan sederhana itu hanya punya beberapa pasang kursi saja dan tidak begitu ramai hanya ada dirinya, keluarga kecil di pojok dan tiga laki-laki yang nampaknya seorang pekerja proyek. Perempuan itu segera keluar lagi dengan nampan di tangannya mengantarkan pesanan untuk keluarga itu dengan cekatan menaruh semua pesanan di atas meja. Belum juga selesai salat satu dari tiga laki-laki itu memanggil mengatakan jika sudah selesai. Perempuan itu menghampiri mereka dan menghitung semuanya setelahnya mereka pergi dan perempuan itu merapikan meja menyusun banyak piring di atas nampan salah satu dari mereka ada yang kembali menepuk pundaknya sambil memanggilnya membuat perempuan itu terkejut bukan kepalang hingga nampan dengan banyak piring itu jatuh berserakan. Laki-laki itu bingung karena dia hanya menepuk pundaknya sambil memanggil pelan namun reaksi perempuan itu begitu heboh bahkan raut wajahnya begitu ketakutan. Mendengar kehebohan seorang wanita keluar dari belakang dan langsung memeluk perempuan itu. "Maaf, maaf," ujar wanita itu yang nampaknya ibu dari sang perempuan. "Aku hanya mau mengatakan jika kembalinya kurang sepuluh ribu saya tidak bermaksud apapun," ujar laki-laki itu yang bingung akan situasi ini. "Maaf akan saya berikan." "Tidak perlu, melihat begitu banyak piring yang pecah aku tidak enak hati." Laki-laki itu segera pergi dia sendiri bingung mengapa perempuan itu bisa begitu sangat takut. "Rayi kamu tidak apa-apa?" "Tidak apa-apa," ujar perempuan bernama Rayi itu namun segera pergi kebelakang. "Maaf, maaf akan kehebohan ini," ujar wanita itu sambil merapikan kekacauan di lantai. Yukine yang sedari tadi hanya menjadi pengamat melihat dan memahami sesuatu. Yukine juga baru ingat jika perempuan itu bernama Rayi yang tinggal tidak jauh dari rumah kakeknya dulu.Yukine melihat pemandangan keluar jendela, dataran rendah yang penuh dengan titik-titik berwarna-warni itu adalah atap rumah penduduk dan di sampingnya pengunungan hijau yang menyegarkan mata. Mobil itu sudah melaju selama dua jam penuh dengan kecepatan 60 km. Jalanan yang dilalui dari yang ramai berbagai macam jenis kendaraan ada, sampai keluar jalur utama ke jalan yang lebih kecil tidak ada bus-bus besar yang ada truk membawa muatan material sampai di titik ini mobil hanya dapat dihitung dengan jari yang lebih banyak di dominasi oleh motor di modif untuk menyelesaikan medan yang naik turun."Sebentar lagi kita sampai," ucap Xiyun pada putrinya yang sedari tadi hanya terus melihat ke luar jendela. "Udaranya sudah mulai dingin," imbuhnya."Ini sangat sejuk sepetinya aku akan betah tinggal di sini," sahut Yukine tanpa menoleh pada ibunya.Gadis itu tidak tahu jika ibunya memandanginya dengan tatapan berbeda bukan tanpa alasan Xiyun terpana untuk kesekian kalinya, Xiyun masih ingat san
Meskipun Yukine sadar jika Kun sedang menatapnya namun Yukine masih tidak mengangkat pandangannya dari makanan di depannya baru setelah Kun tersenyum tipis Yukine melihat ke arahnya."Aku seperti melihat kekasihku," ucap Khia Na pelan sambil melihat ke arah lain. "Tunggu sebentar," seru Khia Na sambil bangkit.Yukine dan Kun juga melihat kemana Khia Na memandang, ada 4 laki-laki yang akan keluar dari tempat itu dan Khia Na mengangkat tangannya untuk menyapanya, laki-laki yang menjadi kekasihnya datang menghampiri setelah melihat Khia Na ada di sana."Kamu di sini," ujarnya dingin dan Khia Na menjawabnya dengan anggukan penuh antusias."Kenalkan ini Iwan," ujar Khia Na memperkenalkan kekasihnya pada Yukine dan Kun."Bukankah ini Fe Fei?" Iwan nampak ragu namun masih mengenali Yukine."Iya dia Fe Fei. Kamu sudah akan pergi?""Ya.""Aku juga sudah selesai bisakah aku pulang bersamamu?" "Tidak bisa, kamu pulang sendiri saja lagi pulang aku bersama teman-teman ku kami masih akan pergi ke
Yukine menatap pemuda di depannya yang membawa sebuah buket bunga di tangannya, senyumnya sungguh cerah menunggu Yukine menerima buket dengan begitu banyak macam bunga di dalamnya."Kamu menerima bunga dari Kun tapi tidak mau menerima bunga dariku?" tanya Damar."Aku tahu jelas motif Kun namun aku masih bertanya-tanya motif apa yang kamu gunakan?""Emm ...," Damar berpikir sejenak kemudian kembali tersenyum cerah kembali. "Saat aku lewat toko bunga pagi ini aku teringat padamu yang suka mencicipi berbagai macam jenis bunga kebetulan buket ini berisikan beberapa macam jenis bunga impor mungkin rasanya akan sedikit berbeda daripada jenis bunga-bunga yang pernah kamu cicipi," ucap Damar penuh percaya diri.Alasan yang masuk akal dan dapat diterima oleh Yukine hanya saja rasanya kurang nyaman menerima bunga dari seorang pemuda bernama Damar ini. Damar cukup terkenal dikalangan wanita karena wajahnya yang rupawan dan dompetnya juga lumayan memanjakan, itu yang Yukine dengan dari teman-tema
Yukine tidak menyangka jika masakan mantan tetangganya ini ternyata begitu cocok di lidahnya, Yukine bangkit untuk membayar makanannya menemui wanita itu yang hanya tinggal sendirian sedangkan perempuan bernama Rayi itu entah kemana perginya."Buk aku ingin membayar," ujar Yukine berdiri di depan etalase yang memisahkan mereka.Wanita itu menyebutkan harganya dan Yukine membayarnya dan bermaksud untuk membungkus untuk dibawa pulang hanya saja udang besar dan manis yang sama seperti yang dimakannya sudah habis."Aku bayar sekarang dan aku akan mengambilnya besok apakah bisa?""Bisa," jawab wanita itu cukup senang karena Yukine membeli untuk 4 porsi sekaligus."Masakan ibuk sangat enak.""Terimakasih," jawab wanita itu dengan senyuman cerah."Sepertinya rumah makan ini aku belum pernah melihatnya sebelumnya apakah masih belum lama buka?" Yukine bertanya seolah-olah Yukine cukup mengenal daerah sini padahal ini adalah kali pertamanya Yukine melintas di daerah ini. Di lihat dari perabotan
Langkah Yukine menyusuri trotoar yang berantakan karena ulah dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab namun itu tidak menyurutkan niatnya untuk berjalan, entah mengapa hari ini dirinya ingin berjalan kaki ketika pulang. Yukine tidak melewati jalan besar malah memilih jalan gang yang mempersingkat waktu juga bisa melihat sisi lain kota baru yang telah ditempati ini.Yukine rindu ketika dulu lebih banyak berjalan kaki daripada naik kendaraan, ketenangan yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Di pinggir jalan di antara semak-semak terdengar suara anak kucing dengan suara lemah. Yukine mencari-cari asal suara itu dan mendapati ada anak kucing melihatnya dengan matanya yang mengundang simpati."Apa yang kamu lakukan di sini sendiri?" tanya Yukine pada kucing berwarna abu-abu itu. Kucing itu terus memandanginya dan tanpa terasa tangannya terulur membawa anak kucing yang sangat kurus itu."Apa kamu lapar? Tapi aku tidak punya makanan."Yukine melihat sekeliling tidak banyak oran
"Ge ponselmu berdering," ujar Yukine ketika mereka sampai diparkiran.Tautan tangan mereka akhirnya terlepas dan itu membuat Yukine merasa lega karena sejak tadi ingin melepaskannya namun tidak berani. Ponselnya ada di dalam saku jas tentunya Yukine mengambilnya dan melihat nama Beru di sana."Siapa?" tanya Balryu.Yukine tidak menjawab namun menyerahkannya ponsel itu ke pemiliknya tapi ketika melihat nama itu Balryu enggan untuk menjawab dan malah pergi masuk ke dalam mobil. Yukine bingung mengapa Balryu mengabaikan panggilan dari orang bernama Beru itu."Abaikan saja," ujar Balryu ketika panggilan itu datang lagi."Mungkin saja penting, dia telfon terus menerus," Yukine masih tidak enak hati mengabaikan panggilan dari seseorang."Apanya yang penting kami baru saja bertemu.""Memangnya siapa dia?""Atasan.""Kan masih berani tidak angkat teleponnya? Oh aku lupa dia juga temanmu."Mobil itu perlahan meninggalkan tempatnya dan Yukine baru menyadari jika tempat itu cukup penuh pastinya