Share

49. Rayi

Penulis: Qima
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-13 23:31:01

Senyuman kecil terlihat di sudut bibir Yukine ketika dari sudut matanya melihat jika Geum masuk ke dalam bathtub yang suhunya menusuk kulit dan tulangnya. Meskipun mulutnya terus mengumpat karena tidak terbiasa akan suhu ekstrem ini.

"Aku tidak kuat lagi," ujar Geum setelah berendam selama dua menit di dalam bathtub itu.

"Cukup untuk hari ini namun setiap hari harus ada kemajuan walaupun itu satu detik," ujar Yukine sambil membereskan semua tugas-tugasnya. Yukine melirik pada kantong belanjaannya yang belum tersentuh kemudian mengambil satu botol minuman dan juga almond itu.

"Sebisa mungkin aku akan datang lebih sering untuk melihat kemajuannya."

Saat Yukine sudah akan mencapai pintu Geum tidak tahan akhirnya bertanya juga.

"Sebenarnya untuk apa aku melakukan semua ini, ini sangat menyiksa."

Yukine berhenti dan hanya setengah menoleh pada Geum. "Anggap saja sebagai latihan kamu akan tahu setelah waktunya tiba pada akhirnya kamu yang akan diuntungkan."

Yukine segera pergi tidak mempedulikan Geum yang masih bingung sendiri.

"Setiap hari harus berendam di air es?" ucap Geum sambil melihat pada bathtub yang masih menampakkan begitu banyaknya es kristal yang mengambang.

"Apa kamu tidak pikir jika ini sangat menyakitkan?!" Geum menendang bathtub itu untuk melampiaskan kemarahannya pada Yukine.

Yukine masih mengambil jalan yang sama seperti pertama kali menemukan tempat ini, alih-alih pergi ke jalan yang lebih besar seperti saat Yukine bertemu dengan Kun, hari di mana dirinya menjinakkan Bram. Langkah santai perempuan itu berputar ke area yang di tinggalkan namun hari ini Yukine tidak memiliki keinginan untuk menikmati tumbuhan liar.

"Lihatlah sampai puas," gumam Yukine pelan.

Masih sama seperti sebelumnya Yukine masih merasa diawasi namun kali ini Yukine tidak lagi mencari asal muasal seseorang yang sedang mengawasi dirinya, karena di tempat sepi seperti ini ada siapa lagi jika bukan penghuni rooftop itu. Tempat ini begitu sepi hanya satu dua orang yang lewat karena sekelilingnya ada beberapa bangunan terbengkalai yang ditumbuhi rerumputan liar namun setelah lewat gang ini masuk ke jalan yang sedikit lebih besar dan tidak lama setelah itu Yukine akan menemukan tempat rumah makan sederhana itu.

Meskipun kecil nampaknya rumah makan itu menjadi tujuan beberapa pelanggan tetap seperti Yukine yang ingin kembali lagi dan lagi setelah mengetahui jika masakan di sini cukup nikmat.

"Ternyata aku merindukan masakan di sini."

Sudah berbulan-bulan sejak Yukine terkahir kali datang, kedatangannya langsung mendapatkan sambutan ramah dari Rayi seperti yang sudah-sudah, perempuan itu bersikap biasa saja seperti para pengunjung lainnya memesan makanan yang ingin dimakan di tempat dan beberapa hidangan untuk dibungkus. Yukine makan dengan biasa namun dirinya tahu jika Rayi terus saja mencuri pandang padanya. Yukine bersikap seperti tidak melihatnya dan terus makan dengan kecepatan normal tidak terburu-buru maupun melambat.

Yukine sudah menyelesaikan makannya dan begitu saja pergi setelah membayar kemudian membawa pergi pesanannya. Yukine sudah tidak memiliki keinginan untuk bicara pada Rayi maupun ibunya. Mencoba mengerti mungkin mereka memiliki kesulitan sendiri hingga memilih untuk tidak mengatakan apapun. Langkah itu sudah meninggalkan rumah makan sederhana itu cukup jauh namun dipanggil oleh seseorang.

"Tunggu," panggil seorang perempuan yang mengikuti Yukine dari belakang dan saat Yukine berbalik itu asal Rayi yang masih nampak ragu-ragu mendekat padanya.

"Kamu memanggilmu?" tanya Yukine menunjuk dirinya sendiri.

"Ya," jawab Rayi pelan.

"Ada apa?"

"Aku, aku ...," suara itu begitu kecil dan pandangan matanya tidak bisa fokus.

Yukine menunggu dengan sabar Rayi menyelesaikan ucapannya, Yukine paham bagaimana gadis ini sudah berusaha keras untuk meningkatkan keberaniannya hanya untuk mengejarnya itu sudah butuh waktu lama mengumpulkan niat yang kuat.

"Aku Rayi. Namaku Rayi," ucap Rayi setelah sekian lama mengumpulkan kekuatan untuk dapat bicara berhadapan dengan Yukine.

"Mamaku Fe Fei," ujar Yukine sambil tersenyum tipis.

"Sebenarnya aku mengenal temanmu."

"Yukine?" Yukine bicara dengan lembut agar mental yang sudah dibangun dengan susah payah oleh Rayi tidak runtuh karenanya.

"Ya."

Kemudian Rayi berhenti lagi dan cukup lama sampai kembali bicara dengan terbata-bata.

"Sebenarnya, sebenarnya aku ... aku pernah melihatnya sebelum Yukine. Yukine tidak ada. Tidak ada kabar."

"Kapan?" tanya Yukine dengan lembut. Yukine tidak berharap jika Rayi pernah melihatnya karena Yukine hanya berpikir jika mereka tetangga yang tidak pernah saling sapa hanya tahu satu sama lain tanpa ingin ikut campur masalah satu sama lain.

"Itu. Itu sudah lama. Saat itu aku ... aku melihat Yukine di bawa oleh ... oleh, oleh, oleh."

Rayi nampak kesulitan menyebut nama itu dan pandangannya semakin tidak fokus dan terlihat cemas.

Yukine meriah tangan Rayi, awalnya gadis itu terkejut karena Yukine memegang tangannya namun melihat Yukine begitu lembut padanya Rayi nampak tidak lagi menepis.

"Tidak perlu khawatir, saat ini hanya ada kita berdua. Lihatlah sekelilingmu di sini sangat aman tidak ada yang akan menyakitimu," ucapan Yukine begitu halus untuk mendukung dan memberikan kepercayaan pada Rayi yang nampak sebentar lagi akan goyah.

"Pelan-pelan saja," ujar Yukine sambil membawa gadis itu mencari tempat yang nyaman untuk banyak bicara bersama.

"Malam itu aku melihatnya di bawa oleh laki-laki itu dengan mata Yukine tertutup masuk ke sebuah rumah prostitusi setelahnya laki-laki itu keluar sendiri tanpa Yukine."

"Siapa laki-laki itu?"

"Dia, dia saudara Yukine."

"Namanya?"

"A. Aaa ... Alga."

Yukine malah tersenyum ketika mendengar nama itu cukup sulit meluncur dari mulut Rayi.

"Apakah kamu takut pada laki-laki itu?"

Rayi dengan cepat menggeleng namun menggeleng terus sampai beberapa kali yang memperjelas jika itu sebaliknya.

"Apakah dia pernah menyakitimu?"

Rayi menggeleng lagi namun tangannya terus bergerak karena sedang merasa cemas.

"Jika benar laki-laki itu yang menyakiti Yukine maka aku akan menuntut akan hal itu sampai ke ujung dunia pun aku akan mengejarnya."

Rayi tidak menanggapi itu gadis itu malah mengigit bibir bawahnya sendiri.

"Namun jika ingin berurusan dengan laki-laki bernama Alga itu aku butuh bukti nyata jika perlu bukti yang memberatkannya."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Transmigrasi Dendam: Aku Kembali, Tidak Lagi Lemah!   51. Rayi dan Keke

    Yukine tidak bisa menahan air matanya sendiri ketika melihat seorang gadis menangis di depannya, Rayi menceritakan semuanya yang telah dialaminya di masa itu dengan sedetail-detailnya. Awalnya Rayi ragu, takut namun mendengar ucapan Yukine yang bersungguh-sungguh membuatnya tidak lagi menutupinya padahal dengan ibunya saja Rayi tidak pernah terbuka seperti ini."Awalnya aku bisa mengenal laki-laki bernama Alga itu karena aku mempunyai seorang teman bernama Keke, temanku itu menjalin hubungan dengan Alga dan itu sudah cukup lama. Sebenarnya Keke ingin mengakhiri hubungan mereka namun tidak bisa karena tiap kali ingin putus Alga terus mengancamnya." Dengan perlahan Rayi menceritakan kisahnya."Mengancam bagaimana?""Keke bodoh saat itu karena mau berhubungan dengan Alga dan mereka merekamnya dengan suka rela. Alga menggunakan itu untuk mengancam Keke, jika ingin putus maka rekaman itu akan disebar luaskan."Rayi tidak tahu jika temannya itu memiliki hubungan dengan seorang laki-laki tox

  • Transmigrasi Dendam: Aku Kembali, Tidak Lagi Lemah!   50. Korban yang lain

    Ponsel Yukine bergetar dan itu pesan dari Balryu, menanyakan keberadaannya dan akan menjemputnya."Sepertinya aku harus pulang," ucap Yukine pada Rayi yang ada di sampingnya, masih menutup mulutnya rapat-rapat.Yukine yakin Rayi masih menyembunyikan sesuatu namun dirinya tidak dapat memaksa perempuan itu untuk bicara semua padanya."Kamu akan pergi?" tanya Rayi sambil mendongak melihat ke arah Yukine."Kakakku akan segera datang menjemput. Selamat tinggal," ujar Yukine sambil beranjak.Yukine sudah berjalan beberapa langkah namun berhenti dan melihat ke arah Rayi yang masih di tempatnya."Terima kasih untuk semuanya, sedikit apapun informasinya itu sangat berguna untukku. Cepat atau lambat aku pasti akan berurusan dengan laki-laki itu. Aku juga harus menemukan kebenaran temanku," ucap Yukine sambil tersenyum tipis dan kembali melanjutkan perjalanannya.Yukine berjalan ke jalan utama dan berhenti di sebuah halte, sengaja Yukine menunggu Balryu di halte agar laki-laki itu mudah menemuka

  • Transmigrasi Dendam: Aku Kembali, Tidak Lagi Lemah!   49. Rayi

    Senyuman kecil terlihat di sudut bibir Yukine ketika dari sudut matanya melihat jika Geum masuk ke dalam bathtub yang suhunya menusuk kulit dan tulangnya. Meskipun mulutnya terus mengumpat karena tidak terbiasa akan suhu ekstrem ini."Aku tidak kuat lagi," ujar Geum setelah berendam selama dua menit di dalam bathtub itu."Cukup untuk hari ini namun setiap hari harus ada kemajuan walaupun itu satu detik," ujar Yukine sambil membereskan semua tugas-tugasnya. Yukine melirik pada kantong belanjaannya yang belum tersentuh kemudian mengambil satu botol minuman dan juga almond itu."Sebisa mungkin aku akan datang lebih sering untuk melihat kemajuannya."Saat Yukine sudah akan mencapai pintu Geum tidak tahan akhirnya bertanya juga."Sebenarnya untuk apa aku melakukan semua ini, ini sangat menyiksa."Yukine berhenti dan hanya setengah menoleh pada Geum. "Anggap saja sebagai latihan kamu akan tahu setelah waktunya tiba pada akhirnya kamu yang akan diuntungkan."Yukine segera pergi tidak memped

  • Transmigrasi Dendam: Aku Kembali, Tidak Lagi Lemah!   48. Es kristal

    Ruangan itu redup hanya ada cahaya dari lampu kecil di samping ranjang, namun Yukine merasa jika tempat tidur itu tidak senyaman tempat tidur miliknya di rumah dan saat Yukine mengangkat tangannya terdapat sebuah selang yang terhubung ke infus yang menggantung di atasnya."Rumah sakit? Lagi? Kenapa?"Yukine bertanya-tanya mengapa dirinya bisa kembali lagi di tempat ini dan mencoba mengingat apa yang sebenarnya terjadi sebelum dirinya tidak sadarkan diri. Namun bagaimanapun Yukine memikirkannya dirinya tetap tidak bisa menemukan apa yang salah karena seingatnya diri sendiri hanya merasa sesak napas setelah itu tidak ingat apapun."Kamu sudah bangun?"Suara berat Balryu memecahkan kesunyian. Karena suasana yang redup juga keadaan Yukine yang baru saja sadar sampai dirinya tidak menyadari jika ada orang lain di ruangan itu padahal tangan kanannya masih di genggem erat oleh laki-laki itu."Jam berapa sekarang?" tanya Yukine dengan suara rendah."Hampir pagi," jawab Balryu dengan cepat."S

  • Transmigrasi Dendam: Aku Kembali, Tidak Lagi Lemah!   47. Ide gila Balryu

    Yukine merasa jika lehernya terasa gatal, berpikir jika itu karena sudah beraktivitas seharian tubuhnya kotor dan perlu mandi namun permainan Bege sungguh apik hingga Yukine mengabaikan rasa gatalnya dan malah semakin bersemangat menonton pertunjukan yang disuguhkan oleh Balryu."Bagus, pukul kepalanya," ucap Yukine begitu bersemangat.Merasa belum cukup hanya dengan satu coklat Yukine mengambil snack lainnya dan itu sebuah almond, suapan demi suapan Yukine lakukan dengan cepat terlebih tontonan yang dilihatnya begitu seru setiap pukulan yang dilayangkan Bege Yukine akan memasukkan beberapa butir almond pada mulutnya.Yukine melihat tendangan apik dari Bege yang mengenai dada Beru namun anehnya Yukine juga merasakan sakit pada dadanya. Yukine memukul-mukul dadanya sendiri karena seperti ada sesuatu yang besar di sana. Almond itu di kunyah dengan cukup baik dan sudah menelannya namun Yukine merasa itu menyesakkan dadanya dan sekarang seperti tersedak padahal tidak ada apapun di tenggor

  • Transmigrasi Dendam: Aku Kembali, Tidak Lagi Lemah!   46. Xiao Gui

    "Lalu aku anak siapa?"Bagaikan di sambar petir di siang bolong Xiyun mendapatkan pertanyaan semacam ini dari seorang anak laki-laki yang dibesarkan oleh tangannya sendiri sejak bayi.Awalnya Balryu tidak pernah memikirkan hal ini karena di rumah ini begitu banyak dokumentasi tentang dirinya bahkan ketika Balryu berusia dua hari dan tidak menemukan keganjalan apapun, Bumantara dan Xiyun mengetahui semua kebiasaan dan apapun tentang dirinya karena memang mereka mengasuhnya sejak bayi."Tentu saja kamu putra ibu." Xiyun masih berusaha menyembunyikannya hal besar itu dari Balryu.Bumantara dan Xiyun sudah hampir lupa jika Balryu bukanlah darah daging mereka sendiri namun sekarang dihadapkan dengan pertanyaan dari anak itu membuat Xiyun tidak bisa berkata-kata. Anak ini terlalu pintar hingga Xiyun tidak bisa membodohinya sedikit pun.Dengan amat terpaksa Bumantara dan Xiyun menceritakan semuanya pada anak berusia 10 tahun itu padahal mereka berencana akan jujur padanya setelah Balryu suda

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status