Sejak kejadian malam yang kelam itu kehidupan Rayi sudah tidak damai seperti dulu lagi, pelecehan disertai ancaman selalu di terimanya dari Alga. Yang semakin membuat miris Rayi tidak dapat bercerita kepada siapapun termasuk ibunya.
Namun tetap saja ibu tetaplah ibu, wanita itu menyadari keanehan pada diri Rayi dan mendesak untuk jujur namun Rayi tidak pernah mau membuka mulutnya. Gadis itu hanya mengatakan secara samar jika dirinya sudah tidak tahan lagi sekolah disini dan ingin pindah ke sekolah yang jauh. Memiliki lingkungan dan kehidupan yang baru. "Apakah ada seseorang di sekolah yang merundung mu? Kamu di bully?" tanya wanita itu pada ibunya. Rayi tidak menjawab dan hanya menangis dan ibunya berpikir jika itu adalah jawabannya tidak menyangka jika sebenarnya sesuatu yang lebih serius telah disembunyikan oleh putranya. Rayi tidak ingin ibunya kecewa dan marah padanya terlebih malu memiliki putri seperti dirinya yang telah dinodai oleh laki-laki macam Alga. "Ibu akan membawamu pergi dari sini, kita akan mulai semuanya dari nol," ucap wanita itu menenangkan putri semata wayangnya. Rayi tahu jika ibunya orang baik dan masih tradisional jika ibunya tahu jika dirinya sudah tidak suci lagi pasti wanita itu sangat amat terpukul dan akan ikut malu bersama dengan dirinya, mereka hanya hidup berdua bagaimana mereka akan menghadapi dunia yang kejam ini jika hal ini di ketahui banyak orang. Orang tua pasti lebih banyak berpikir untuk anak-anak mereka. Kedua wanita itu akhirnya pergi mencari kehidupan baru dengan rahasia besar masih di ada di tangan Rayi sedangkan ibunya hanya berusaha untuk selalu menjadi penyemangat dan melindunginya tanpa tahu seperti apa masalah yang dihadapi putrinya yang hampir depresi dibuatnya. Meskipun saat ini Rayi sudah berada jauh dari laki-laki itu namun tetap saja pengalaman buruk itu masih terus menghantuinya setiap malam dan tiap kali melihat seorang laki-laki yang menyapanya dan memperhatikan dirinya untuk waktu lama maka Rayi akan merasa ketakutan apalagi harus bersentuhan dengan lawan jenis Rayi sungguh tidak bisa. Pengalaman buruk itu sudah sangat merubah kepribadian Rayi yang awalnya ceria menjadi lebih tertutup dan sering mengalami kecemasan karena hal-hal kecil, tapi hari demi hari Rayi berusaha untuk menyembuhkan dirinya demi orang tua tunggalnya yang telah banyak berkorban untuk dirinya. Rayi tidak melanjutkan pendidikannya dan lebih memilih memulihkan diri dan juga membantu ibunya di rumah makan sampai bertemu dengan Yukine di hari itu. Suara barang jatuh berserakan menyadarkan Yukine dari lamunannya. Suara itu berasal dari barang-barang yang dibawa oleh Ischa, perempuan itu terkejut ketika baru saja sampai melihat Yukine yang duduk disana dan reflek langsung menjatuhkan barang-barang miliknya. "Apa yang dilakukan oleh perempuan ini lagi di sini?" ucap Ischa dalam hati sambil matanya terbuka lebar menatap Yukine yang kini juga melihatnya. Namun itu tidak bertahan lama karena Yukine tidak begitu peduli dengan perempuan yang baru saja datang itu, yang dilaksanakannya sekarang adalah mulai mengerjakan tugas-tugasnya yang telah diabaikan karena malah memikirkan cerita dari Rayi. Cerita yang membuat pikirannya kini menjadi sangat penuh. Ischa yang melihat Yukine tidak menghiraukan dirinya segera memanggil barang-barangnya kembali dan menghampiri Geum yang masih ada di dalam bathtub. "Apa yang sedang kamu lakukan?" tanya Ischa dengan bingung melihat Geum yang berendam dengan air es. "Makan," jawab Geum asal. "Apa yang dilakukan perempuan di sini lagi?" Ischa tidak mempedulikan jawaban kakaknya yang begitu asal karena dirinya juga sudah tahu jika laki-laki itu sedang berendam air es. Yang menarik perhatiannya malah keberadaan Yukine di tempat mereka lagi. Kejadian tempo hari sungguh memberikan kesan yang mendalam untuk Ischa yang membuatnya akan berpikir buruk dan juga takut ketika melihat keberadaan Yukine. "Apa yang sedang dilakukan Yukine disini?" Ischa kembali mengulangi pertanyaannya karena tidak kunjung mendapatkan jawaban dari Geum. "Apa matamu buta, kenapa harus tanya," jawab Geum dengan kesal. Saat ini dirinya sedang menahan rasa sakit karena dinginnya air namun masih harus meladeni adik perempuannya yang berisik. "Aku tahu dia sedang belajar di sini tapi kenapa harus disini?" "Bawa uang?" Alih-alih menjawab pertanyaan Ischa Geum malah mengajukan pertanyaan lainnya. "Uang? Uang apa?" "Menebus kepalaku." "Darimana aku mendapatkan uang sebanyak itu? "Jika kamu tidak punya uang maka diam lah." "Aku hanya bertanya mengapa perempuan itu ada disini mengapa malah membahas tentang uang?" "Jika kamu punya kemampuan untuk membuat perempuan itu pergi maka lakukanlah jika tidak sebaiknya kamu bersikap baik, perempuan itu bisa berada disini juga gegara uang." "Jika kamu tidak berulah ...," suara Ischa sudah meninggi namun ketika mengingat kembali keberadaan perempuan yang masih sibuk disudut yang lain Ischa merendahkan suaranya bicara setengah berbisik pada Geum. "Jika bukan karena kamu suka main judi bagaimana kamu bisa memiliki begitu banyak hutang dan bodohnya kamu harus meminta uang pada perempuan itu." "Jika tidak ada perempuan itu. Kakakmu ini tidak akan ada disini, di hadapanmu! Mungkin jasadnya sudah habis dimakan ikan." Geum sudah tidak tahan lagi berendam di bathtub, tubuhnya masih belum bisa mentolerir suhu ekstrem ini terlalu lama. Geum pergi untuk mengganti pakaiannya namun adik perempuannya itu masih mengekor dibelakangnya. "Aku akan mengganti pakaian," tegur Geum melihat adik perempuannya masih terus mengikutinya. "Aku lebih baik melihatmu telanjang daripada harus berduaan dengan perempuan itu." "Terserah," Geum menyerah padanya.Sejak kejadian malam yang kelam itu kehidupan Rayi sudah tidak damai seperti dulu lagi, pelecehan disertai ancaman selalu di terimanya dari Alga. Yang semakin membuat miris Rayi tidak dapat bercerita kepada siapapun termasuk ibunya.Namun tetap saja ibu tetaplah ibu, wanita itu menyadari keanehan pada diri Rayi dan mendesak untuk jujur namun Rayi tidak pernah mau membuka mulutnya. Gadis itu hanya mengatakan secara samar jika dirinya sudah tidak tahan lagi sekolah disini dan ingin pindah ke sekolah yang jauh. Memiliki lingkungan dan kehidupan yang baru."Apakah ada seseorang di sekolah yang merundung mu? Kamu di bully?" tanya wanita itu pada ibunya.Rayi tidak menjawab dan hanya menangis dan ibunya berpikir jika itu adalah jawabannya tidak menyangka jika sebenarnya sesuatu yang lebih serius telah disembunyikan oleh putranya. Rayi tidak ingin ibunya kecewa dan marah padanya terlebih malu memiliki putri seperti dirinya yang telah dinodai oleh laki-laki macam Alga."Ibu akan membawamu per
Yukine tidak bisa menahan air matanya sendiri ketika melihat seorang gadis menangis di depannya, Rayi menceritakan semuanya yang telah dialaminya di masa itu dengan sedetail-detailnya. Awalnya Rayi ragu, takut namun mendengar ucapan Yukine yang bersungguh-sungguh membuatnya tidak lagi menutupinya padahal dengan ibunya saja Rayi tidak pernah terbuka seperti ini."Awalnya aku bisa mengenal laki-laki bernama Alga itu karena aku mempunyai seorang teman bernama Keke, temanku itu menjalin hubungan dengan Alga dan itu sudah cukup lama. Sebenarnya Keke ingin mengakhiri hubungan mereka namun tidak bisa karena tiap kali ingin putus Alga terus mengancamnya." Dengan perlahan Rayi menceritakan kisahnya."Mengancam bagaimana?""Keke bodoh saat itu karena mau berhubungan dengan Alga dan mereka merekamnya dengan suka rela. Alga menggunakan itu untuk mengancam Keke, jika ingin putus maka rekaman itu akan disebar luaskan."Rayi tidak tahu jika temannya itu memiliki hubungan dengan seorang laki-laki tox
Ponsel Yukine bergetar dan itu pesan dari Balryu, menanyakan keberadaannya dan akan menjemputnya."Sepertinya aku harus pulang," ucap Yukine pada Rayi yang ada di sampingnya, masih menutup mulutnya rapat-rapat.Yukine yakin Rayi masih menyembunyikan sesuatu namun dirinya tidak dapat memaksa perempuan itu untuk bicara semua padanya."Kamu akan pergi?" tanya Rayi sambil mendongak melihat ke arah Yukine."Kakakku akan segera datang menjemput. Selamat tinggal," ujar Yukine sambil beranjak.Yukine sudah berjalan beberapa langkah namun berhenti dan melihat ke arah Rayi yang masih di tempatnya."Terima kasih untuk semuanya, sedikit apapun informasinya itu sangat berguna untukku. Cepat atau lambat aku pasti akan berurusan dengan laki-laki itu. Aku juga harus menemukan kebenaran temanku," ucap Yukine sambil tersenyum tipis dan kembali melanjutkan perjalanannya.Yukine berjalan ke jalan utama dan berhenti di sebuah halte, sengaja Yukine menunggu Balryu di halte agar laki-laki itu mudah menemuka
Senyuman kecil terlihat di sudut bibir Yukine ketika dari sudut matanya melihat jika Geum masuk ke dalam bathtub yang suhunya menusuk kulit dan tulangnya. Meskipun mulutnya terus mengumpat karena tidak terbiasa akan suhu ekstrem ini."Aku tidak kuat lagi," ujar Geum setelah berendam selama dua menit di dalam bathtub itu."Cukup untuk hari ini namun setiap hari harus ada kemajuan walaupun itu satu detik," ujar Yukine sambil membereskan semua tugas-tugasnya. Yukine melirik pada kantong belanjaannya yang belum tersentuh kemudian mengambil satu botol minuman dan juga almond itu."Sebisa mungkin aku akan datang lebih sering untuk melihat kemajuannya."Saat Yukine sudah akan mencapai pintu Geum tidak tahan akhirnya bertanya juga."Sebenarnya untuk apa aku melakukan semua ini, ini sangat menyiksa."Yukine berhenti dan hanya setengah menoleh pada Geum. "Anggap saja sebagai latihan kamu akan tahu setelah waktunya tiba pada akhirnya kamu yang akan diuntungkan."Yukine segera pergi tidak memped
Ruangan itu redup hanya ada cahaya dari lampu kecil di samping ranjang, namun Yukine merasa jika tempat tidur itu tidak senyaman tempat tidur miliknya di rumah dan saat Yukine mengangkat tangannya terdapat sebuah selang yang terhubung ke infus yang menggantung di atasnya."Rumah sakit? Lagi? Kenapa?"Yukine bertanya-tanya mengapa dirinya bisa kembali lagi di tempat ini dan mencoba mengingat apa yang sebenarnya terjadi sebelum dirinya tidak sadarkan diri. Namun bagaimanapun Yukine memikirkannya dirinya tetap tidak bisa menemukan apa yang salah karena seingatnya diri sendiri hanya merasa sesak napas setelah itu tidak ingat apapun."Kamu sudah bangun?"Suara berat Balryu memecahkan kesunyian. Karena suasana yang redup juga keadaan Yukine yang baru saja sadar sampai dirinya tidak menyadari jika ada orang lain di ruangan itu padahal tangan kanannya masih di genggem erat oleh laki-laki itu."Jam berapa sekarang?" tanya Yukine dengan suara rendah."Hampir pagi," jawab Balryu dengan cepat."S
Yukine merasa jika lehernya terasa gatal, berpikir jika itu karena sudah beraktivitas seharian tubuhnya kotor dan perlu mandi namun permainan Bege sungguh apik hingga Yukine mengabaikan rasa gatalnya dan malah semakin bersemangat menonton pertunjukan yang disuguhkan oleh Balryu."Bagus, pukul kepalanya," ucap Yukine begitu bersemangat.Merasa belum cukup hanya dengan satu coklat Yukine mengambil snack lainnya dan itu sebuah almond, suapan demi suapan Yukine lakukan dengan cepat terlebih tontonan yang dilihatnya begitu seru setiap pukulan yang dilayangkan Bege Yukine akan memasukkan beberapa butir almond pada mulutnya.Yukine melihat tendangan apik dari Bege yang mengenai dada Beru namun anehnya Yukine juga merasakan sakit pada dadanya. Yukine memukul-mukul dadanya sendiri karena seperti ada sesuatu yang besar di sana. Almond itu di kunyah dengan cukup baik dan sudah menelannya namun Yukine merasa itu menyesakkan dadanya dan sekarang seperti tersedak padahal tidak ada apapun di tenggor